Tanggapi Isu Reshuffle Menteri, KPK Ingin Pemerintah Tegakkan Manajemen Anti Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menginginkan pemerintah benar-benar menerapkan manajemen yang 'zero tolerance' terhadap tindakan korupsi.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Isu reshuffle menteri berhembus kuat di Kabinet Indonesia Kerja di bawah pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Menanggapi hal tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menginginkan pemerintah benar-benar menerapkan manajemen yang 'zero tolerance' terhadap tindakan korupsi.
"Saya tidak dalam posisi pada kedudukan orang perorang. KPK lebih kepada keadilanya yang harus ditegakkan dan pada proses manajemen pemerintahan yang baik seperti apa. Walau dari sisi pencegahan KPK juga memiliki beban kerja kewajiban untuk mencegah kerusakan lebih lanjut," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang kepada wartawan, Jumat (5/3/2019).
"Kalau mau zero tolerance, ini persoalan utama negeri ini, kita harus tidak lagi mentoleransi potensi dan korupsi tidak harus dilihat besar kecilnya rupiah," imbuhnya.
Selain pemerintah yang benar-benar harus menerapkan skema 'zero tolerance', KPK juga mengingatkan permasalahan korupsi bakal jadi beban negara.
Baca: Amankan 137 Kg Sabu, Bareskrim Polri Ungkap Jaringan Narkotika Internasional
"Penegakan hukum yang didasarkan pada bukti-bukti awal yang cukup itu supreme, sehingga seperti apa sebaiknya yang harus dilakukan bagi semua kita yang memang punya potensi masalah, agar tidak menjadi beban negara. Jelas jadi beban negara bukan pemerintah dan masyarakat saja karena indeks persepsi korupsi pusatnya pada beban berat itu," ujar Saut.
Turut diamini oleh petinggi KPK lainnya, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, dalam reshuffle nanti, Jokowi diharapkan memilih orang-orang yang memiliki rekam jejak apik.
"KPK selalu berharap kiranya presiden memilih orang-orang terbaik dengan rekam jejak yang jelas dan memiliki integritas yang paripurna," kata Laode.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan RI Moeldoko mengutip pernyataan Jokowi soal perombakan kabinet bisa dilakukan tergantung kondisi. Dia kemudian menyinggung soal proses hukum yang saat ini sedang berlangsung.
"Perombakan kabinet ya presiden sudah mengatakan bisa iya bisa tidak, kita lihat kepentingannya. Intinya kita semuanya berharap jangan sampai terjadi karena waktu kerja kita kan beberapa bulan. Tetapi sekali lagi kalau sudah persoalan hukum, presiden selalu tidak mau intervensi tentang itu. Tergantung dari berprosesnya, apa yang terjadi sekarang ini," ucap Moeldoko di gedung Bina Graha, Jakarta Pusat, Kamis (2/5).
Moeldoko kemudian menyebut Jokowi tidak akan melakukan intervensi terkait penanganan hukum. Jokowi disebut menghormati proses hukum yang dilakukan penegak hukum termasuk KPK.
Seperti diketahui, KPK pernah memproses mantan Menteri Sosial Idrus Marham sebagai tersangka kasus suap proyek PLTU Riau-1. Idrus kini telah dinyatakan bersalah dan divonis 3 tahun penjara di pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam kasus lain terkait dugaan jual beli jabatan di Kementerian Agama (Kemenag), KPK telah menggeledah ruang kerja dan memanggil Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Dari ruang kerja Lukman, KPK menyita uang Rp 180 juta dan USD 30 ribu.
Sedangkan Menpora Imam Nahrawi juga pernah diperiksa baik sebagai saksi di proses penyidikan maupun dalam persidangan perkara dugaan suap terkait dana hibah KONI. Sehari setelah bersaksi di persidangan, Imam Nahrawi diketahui bertemu Jokowi di Istana. Tapi Moeldoko belum mengetahui isi pertemuan pada Selasa (30/4).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.