Amnesty International Indonesia: Presiden Terpilih Harus Ungkap Dalang Kerusuhan Mei 1998
Manager Kampanye Amnesty International Indonesia, Puri Kencana Putri berharap presiden terpilih bisa mengungkap dalang di balik kerusuhan Mei 98
Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Manager Kampanye Amnesty International Indonesia, Puri Kencana Putri mengingatkan kepada presiden terpilih agar mengungkap dalang di balik kerusuhan Mei 1998 yang banyak merenggut korban jiwa.
Hal itu disampaikannya ketika menghadiri prosesi tabur bunga korban kerusuhan Mei 1998 di TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur, Senin (13/5/2019).
"Setelah 17 April 2019 dan setelah 22 Mei secara definitif ada nama yang terpilih presiden dan wakil presiden bahwa ada agenda yang harus tetap dilakukan oleh pemerintah dan negara Indonesia mengungkap, memberikan penyelesaian terhadap kasus-kasus di masa lampau, salah satunya peristiwa Mei 98," ujarnya.
Baca: Sekjen KONI Sebut Dirinya Sebagai Korban dari Bobroknya Sistem Kemenpora
Menurutnya, negara wajib hadir menuntaskan kasus yang hingga kini belum jelas sebab musababnya.
Untuk itu, negara harus memulihkan hak-hak keluarga korban dan kepastian hukum.
"Kita ingat Indonesia adalah negara hukum seperti pasal 1 konstitusi UUD 45 itu juga menjadi kewajiban negara untuk memulihkan hak-hak dari para keluarga korban dan korban peristiwa Mei 98 ini," tuturnya.
"Peristiwa Mei 98 ini harus kita tetap ingat untuk memori yang kelam dan tidak terjadi pada generasi selanjutnya," tambahnya.
Baca: Tangis Annisa Bahar Pecah Kala Dokter Sebut Hidup sang Bunda Tak Lama Lagi
Untuk diketahui, Amnesty International Indonesia bersama Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Ikatan Keluarga Orang Hilang (IKOHI), KontraS dan Paguyuban Mei 98 menggelar acara tabur bunga dan doa bersama keluarga korban kerusuhan Mei 1998 di Mal Klender dan TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur.
Tragedi kerusuhan Mei 1998 merupakan insiden berdarah yang menandai awal reformasi.
Di bulan tersebut, kekuasaan Presiden Soeharto selama kurang lebih 32 tahun tumbang oleh kekuatan rakyat.
Baca: Selamat! Tasya Kamila Lahirkan Anak Pertama Laki-laki, Berikut Potret dan Nama Sang Buah Hati
Namun, di balik itu semua, terjadi kerusuhan di berbagai daerah, terutama di Jakarta sebagai pusat pemerintahan yang menimbulkan banyak korban jiwa.
Begitu pula juga massa menyasar Mal Klender ketika itu untuk menjarah barang-barang.
Kini, 21 tahun pasca 1998 atau reformasi, penuntasan kasus tersebut belum menemui titik terang.
Tabur bunga
ara keluarga korban tragedi kerusuhan Mei 1998 melakukan prosesi tabur bunga dan doa bersama di depan Mall Klender, Jakarta Timur, Senin (13/5/2019) pagi.
Acara tersebut diinisiasi oleh Amnesty International Indonesia, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Ikatan Keluarga Orang Hilang (IKOHI), KontraS dan Paguyuban Mei'98.
Pantauan Tribunnews.com di lokasi, mayoritas dihadiri oleh para orang tua korban yang mengenakan pakaian serba hitam.
Dalam orasinya, Dimas yang mewakili KontraS mengatakan acara tersebut rutin digelar untuk memperingati dan mengingat tragedi yang telah banyak merenggut korban jiwa.
"Teman-teman, pagi ini kita berkumpul di sini, di depan Mall Klender untuk memperingati kerusuhan Mei 1998 yang dimulai pada tanggal 13 Mei ini," kata Dimas di lokasi.
Dalam perjalanannya, kata Dimas, penyelesaian tragedi Mei 1998 tidak ada kemajuan alias jalan di tempat.
Baca: 21 Tahun Tragedi Trisakti, Aktifis 98 Berziarah ke Makam Elang dan Hery di Tanah Kusir
Untuk itu, ia yang sekaligus mewakili keluarga korban menuntut pemerintah untuk segera mencari dalang di balik kerusuhan tersebut.
"Peringatan 13 Mei dllakukan oleh korban maupun keluarga korban sebagai upaya merawat ingatan, penyadaran publik dan Negara, serta menjadi bukti perlawanan kepada negara yang kerap memberikan kesempatan kepada para pelaku pelanggar HAM duduk di kursi kekuasan," tuturnya.
"Peringatan ini juga dilakukan sebagai momen refleksi dan perjuangan korban dan keluarga korban yang setiap tahunnya selalu terus mendesak negara untuk segera melakukan tugasnya memberikan keadllan dan juga pemulihan kepada korban dan keluarga," ujarnya.
Senada dengannya, Maria Sanu, ibunda dari Stevanus Sanu yang menjadi korban saat kerusuhan Mei 1998 di Mall Klender menginginkan pemerintah segera menuntaskan dan mengadili aktor dibalik tragedi tersebut.
Ia mengatakan pemerintah harus bertanggung jawab kepada keluarga korban atas tragedi yang berujung pada tumbangnya rezim Orde Baru.
"Tidak ada tanggapannya, karena pemerintah seolah-olah ingin melupakan pelanggaran HAM di masa lalu khususnya 14 Mei 98. Kami keluarga korban tidak setuju, karena pemerintah harus bertanggung jawab kepada keluarga korban, karena keluarga korban ini menanti agar kasus 98 diselesaikan," ujar Maria.
Selain menggelar tabur bunga di depan Mall Klender, para keluarga korban juga menggelar doa bersama di Taman Pemakaman Umum (TPU) Pondok Ranggon, Jakarta Timur.
Di TPU itu, mayoritas korban Tragedi 1998 di Mall Klender dimakamkan.
Untuk diketahui, pada Mei 1998 silam merupakan hari bersejarah bagi bangsa Indonesia.
Di bulan tersebut, kekuasaan otoritarian Presiden Soeharto selama kurang lebih 32 tahun tumbang oleh kekuatan rakyat.
Namun, di balik itu semua, terjadi kerusuhan di berbagai daerah, terutama di Jakarta sebagai pusat pemerintahan yang menimbulkan banyak korban jiwa.
Kini, 21 tahun pasca 1998 atau reformasi, penuntasan kasus tersebut belum menemui titik terang.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.