Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sejumlah Tokoh Terjerat Kasus Makar, YLBHI Duga Pemerintah Ingin Terapkan Pasal Subversif

Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati menilai penerapan pasal makar terhadap sejumlah tokoh tidak tepat

Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Sejumlah Tokoh Terjerat Kasus Makar, YLBHI Duga Pemerintah Ingin Terapkan Pasal Subversif
Tribunnews.com/ Gita Irawan
Diskusi bertajuk Menalar Makar: Miskonsepsi Delik Makar Dalam Penegakan Hukum di kantor YLBHI Menteng Jakarta Pusat pada Rabu (15/5/2019). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati menilai penerapan pasal makar terhadap sejumlah tokoh yang belakangan ramai dibincangkan tidak tepat.

Ia menduga, pemerintah ingin menerapkan Undang-Undang subversif yang pernah diberlakukan sejak zaman orde lama sampai dicabut pada tahun 1999.

Hal itu disampaikan Asfinawati saat diskusi bertajuk 'Menalar Makar: Miskonsepsi Delik Makar Dalam Penegakan Hukum' di kantor YLBHI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (15/5/2019).

Baca: Fakta Menarik Terkait Pemeriksaan, Penangkapan, dan Penahanan Eggi Sudjana: Ini Alur Peristiwanya

"Kita perlu ingat bahwa pada zaman dahulu ada Undang-Undang Subversif. Sepertinya pemerintah ingin menerapkan Undang-Undang Subversif tapi tidak punya pasalnya. Ini sesuai dengan pengkategorian kenapa orang itu dikatakan makar. Ini sesuai dengan Penetapan Presiden 11 tahun 1963 yang akhirnya Undang-Undang subversif dicabut dengan Undang-Undang nomor 26 tahun 1999," kata Asfinawati.

Menurut Asfinawati sejumlah perbuatan tokoh yang tersangkut delik makar belakangan ini sesuai kriteria subversif sebagaimana yang tertera di dalam Perpres Nomor 11 tahun 1963 tersebut.

"Apa yang ada di dalam kriteria subversif yaitu memutarbalikan, merong-rong, menyelewengkan ideologi negara atau haluan negara. Menggulingkan, merusak, merong-rong kekuasaan negara, atau kewibawaan pemerintah yang sah," kata Asfinawati.

Baca: Polisi: Eggi Sudjana Tidak Mau Tanda Tangani Surat Perintah Penahanan

BERITA REKOMENDASI

Meski begitu, menurutnya pasal-pasal dalam Undang-Undang Subversif tersebut dinilai kabur.

"Ini pasal-pasal yang kabur karena kita tidak tahu kewibawaannya yang mana atau apakah itu kewibawaan. Kemudian menyebarkan rasa permusuhan, ini agak benar, karena rasa permusuhan nyata bisa disebarkan dan berbahaya kalau tidak dicegah," kata Asfinawati.

Mengingat pasal subversif tersebut telah dicabut, ia menilai seharusnya imajinasi-imajinasi tentang ancaman kepada sebuah negara atau pemerintah sudah tamat pada tahun 1999.

Baca: Densus 88 Tangkap 9 Terduga Teroris di Jawa Tengah dan Jawa Timur, 7 Diantaranya Pernah ke Suriah

"Saya mau mengatakan, imajinasi-imajinasi tentang ancaman kepada sebuah negara atau pemimpin atau kepada pemerintah itu sudah dicabut, sudah tamat, the end, pada tahun 1999," kata Asfinawati.

Diketahui, Politisi PDIP Dewi Tanjung telah melaporkan Eggi Sudjana, Amien Rais, Bachtiar Nasir, dan Rizieq Shihab dengan dugaan makar ke Polda Metro Jaya.

Hingga saat ini Polda Metro Jaya telah menetapkan Eggi Sudjana senaga tersangka dalam kasus dugaan makar.

Eggi Sudjana ditahan

Eggi Sudjana ditetapkan sebagai tersangka dengan Pasal 107 KUHP dan/atau Pasal 110 KUHP juncto Pasal 87 KUHP dan/atau Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 dan/atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946.

Usai menjalani pemeriksaan secara maraton di Subdit Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Eggi Sudjana pun akhirnya keluar dari ruang penyidikan.

Eggi Sudjana mengaku dirinya ditahan selama 20 hari ke depan. 

Namun, Eggi menolak menandatangani surat penahanan terhadap dirinya.

"Saya Insyaallah warga negara Indonesia yang berusaha taat hukum, PMJ (Polda Metro Jaya) kerja sama dengan pihak kepolisian telah menetapkan saya sebagai tahanan untuk 20 hari ke depan, tapi saya tidak menandatangani atau saya menolak ditahan begitu," ujar Eggi di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (14/5/2019) malam.

Baca: 2 Kali Mangkir, Dua Pelaku Penganiayaan Anak SMA di Medan Bakal Dijemput Paksa

Dirinya selesai menjalani pemeriksaan sekira pukul 23.00 WIB. 

Beberapa saat kemudian setelah memberikan keterangan kepada awak media, Eggi Sudjana yang mengenakan peci hitam dan kaos hitam merah masuk ke dalam Rumah Tahanan Polda Metro Jaya.

Meski menolak, Eggi mengakui bahwa pihak kepolisian memiliki kewenangan untuk menahan dirinya.

Eggi mengaku mengikuti kewenangan yang dimiliki pihak kepolisian.

"Kurang lebih itu tapi sisi lain pihak kepolisian juga punya kewenangan, ya kita ikuti kewenangannya. Saya juga punya kewenangan sebagai advokat dan kita sesuai dengan profesional modern dan terpercaya. Saya di sini kita ikuti prosesnya semoga Allah ridho kepada kita," tutur Eggi.

Eggi Sudjana di Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (13/5/2019).
Eggi Sudjana di Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (13/5/2019). (Tribunnews.com/ Fahdi Fahlevi)

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono, membenarkan kabar penahanan terhadap Eggi Sudjana.

Penahanan dilakukan berdasar Surat Perintah Penahanan Nomor: SP.HAN/587/V/2019/Ditreskrimum, tanggal 14 Mei 2019.

"Tersangka dilakukan penahanan dengan diawali membacakan Surat Perintah Penahanan oleh penyidik dan dipersilahkan membaca Surat Perintah Penahanan tersebut," ujar Argo saat dikonfirmasi, Rabu (15/5/2019).

Argo mengatakan Eggi tidak mau menandatangani Surat Perintah Penahanan dan Berita Acara Penahanan.

Baca: Mbah Suroso yang Ditipu Pakai Uang Palsu di Solo Tak Mau Repotkan Anak, Terungkap Kisah Miris Ini

Mengingat hal tersebut, Eggi dipersilakan untuk menandatangani berita acara penolakan tanda tangan.

"Tersangka menandatangani berita acara penolakan tanda tangan surat perintah penahanan dan berita acara penahanan," tutur Argo.

Argo pun menjelaskan alasan kepolisian menahan Eggi Sudjana.

Menurut Argo, pertimbangan penahanan adalah subjektivitas dari penyidik.

Menurutnya ada beberapa alasan yang membuat penyidik melakukan penahanan terhadap Eggi.

"Pertimbangan (penahanan Eggi Sudjana) adalah subjektivitas penyidik. Jangan sampai yang bersangkutan mengulangi perbuatannya, melarikan diri, dan menghilangkan barang bukti," ujar Argo. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas