KPK Curigai Tersangka Asty Winasti Tidak Bekerja Sendiri dalam Kasus Bowo Sidik
KPK yakin tersangka Marketing Manager PT HTK Asty Winasti tidak mungkin bekerja sendiri dalam kasus suap Bowo Sidik Pangarso
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang menelusuri peran pihak-pihak lain dalam kasus suap kerja sama distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) yang menjerat Anggota DPR Komisi VI Bowo Sidik Pangarso.
Untuk itu, KPK sedang menelusuri mekanisme di PT HTK. Pasalnya tersangka Marketing Manager PT HTK Asty Winasti tidak mungkin bekerja sendiri dalam kasus suap ini.
"Dari identifikasi yang kami temukan tidak mungkin dia berbuat sendiri. Nah itu yang sedang kami telusuri, bagaimana sebenarnya mekanisme di PT HTK tersebut," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan Jakarta, Kamis (16/5/2019).
Baca: Bawaslu Putuskan KPU Bersalah atas Input Data Situng & Pendaftaran Lembaga Quick Count, Ini Kata BPN
KPK sendiri sudah memeriksa sejumlah saksi dari PT HTK. Hari ini lembaga antikorupsi itu memeriksa Komisaris PT HTK Theo Lykatompesy dan Manager PT Keuangan PT HTK Mashud Masdjono.
Dari mereka, KPK mendalami proses sewa menyewa kapal antara PT PILOG dan PT HTK.
"Apakah ada instruksi dari koorporasi tersebut dan juga perbuatan dari tersangka diketahui atau tidak oleh pengurus korporasi," ungkap Febri.
Baca: Panitera Muhammad Ramadhan Manfaatkan Istrinya untuk Berkomunikasi dengan Hakim Dalam Pemberian Suap
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan tiga orang tersangka yakni anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso, seorang swasta sekaligus perantara suap dari PT Inersia bernama Indung, serta Manager Marketing PT HTK (Humpuss Transportasi Kimia) Asty Winasti.
KPK menduga Bowo Sidik menerima suap dalam kerja sama pengangkutan pelayaran antara PT HTK dan Pilog (Pupuk Indonesia Logistik) yang sebelumnya telah dihentikan.
Dalam hal ini, Bowo Sidik diduga meminta fee kepada PT HTK atas biaya angkut yang diterima perusahaan itu sejumlah USD 2 per metrik ton.
Baca: Kementerian PUPR Jalankan Program Sertifikasi untuk Prajurit Zeni TNI AD
KPK menduga Bowo menerima Rp 1,5 miliar dari PT HTK dalam tujuh kali penerimaan, termasuk Rp 89,4 juta saat operasi tangkap tangan (OTT).
Sementara, uang yang disita KPK senilai Rp 8 miliar dari 84 kardus yang terbagi 400 ribu amplop ditemukan di kantor PT Inersia milik Bowo. Yang nantinya uang di dalam amplop itu bakal digunakan Bowo untuk kepentingan logistik serangan fajar Pemilu 2019.
Artinya, dari Rp 8 miliar dengan penerimaan Rp 1,5 miliar dari PT HTK, ada sisa uang senilai Rp 6,5 miliar yang diduga diterima pihak lain sebagai gratifikasi. KPK telah mengantongi asal muasal gratifikasi tersebut.