Indonesia Siap Patuhi Aturan Sulfur Kapal Laut dan Pengelolaan Sampah
Sahat Panggabean selaku Ketua Delegasi Republik Indonesia (Delri) mengatakan, isu-isu yang dibahas dalam sidang IMO tersebut satu di antaranya pengatu
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenko Kemaritiman) mengirim delegasinya untuk mengikuti Sidang International Maritime Organization (IMO) - Marine Environmental Protection Committee (MEPC) ke-74 di Kantor Pusat IMO di London, Inggris pada Senin (13/5/2019) hingga Jumat (17/5/2019).
Asisten Deputi Bidang Lingkungan dan Kebencanaan Maritim, Sahat Panggabean selaku Ketua Delegasi Republik Indonesia (Delri) mengatakan, isu-isu yang dibahas dalam sidang IMO tersebut satu di antaranya pengaturan bahan bakar sulfur 0,5 persen.
“Kita sebenarnya sudah sangat siap. Pertamina sudah ready untuk menyiapkan bahan bakar kandungan sulfur 0.5 persen tersebut di Pelabuhan Tanjung Priok dan Balikpapan. Jadi, artinya kita setara dengan negara-negara lain, kita akan ikuti semua kesepakatan di IMO. Ini akan diberlakukan mulai 1 Januari 2020,” jelas Sahat dalam keterangan persnya.
Selain itu, dalam sidang juga membahas mengenai tindak lanjut yang harus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk mempersiapkan pengelolaan sampah plastik dari kegiatan perkapalan dengan melaksanakan ketentuan MARPOL 73/78 mengenai Garbage Book of Record, pengumpulan sampah di kapal, reception facility di pelabuhan, pemilahan antara sampah plastik dengan sampah lainnya).
Indonesia sedang mengembangkan Port Waste Management System yang terintegrasi dengan Inaportnet untuk memastikan kapal-kapal yang singgah di pelabuhan di Indonesia melakukan pengelolaan atas limbahnya.
Baca: Elite Demokrat, PAN, dan PKS yang Menentang Sikap Prabowo Subianto Jelang 22 Mei
Lebih lanjut, diharapkan negara-negara memastikan ketersediaan Reception Facilities (RF) untuk sampah di pelabuhan yang cukup memadai, mulai mengidentifikasi sampah jaring ikan yang dibuang atau hilang di laut dan untuk yang terkahir ini perlu koordinasi antar Kementerian dan Lembaga terutama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
“Selain itu, perlu dikaji RF terkait khusus limbah plastik dengan kajian tentang penanganan khusus limbah jaring ikan secara khusus atau masih dalam konteks campuran dengan sampah plastik lainnya,” ungkapnya.
Terkait tindak lanjutnya, menurut Asdep Sahat, Indonesia sebenarnya sudah selangkah lebih maju dan dalam proses melaksanakan tindak lanjut yang disarankan dalam sidang IMO tersebut.
Terkait penanganan marine litter (sampah laut), Pemerintah Indonesia juga telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut.
Hal ini sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam penanganan sampah di laut.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.