Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Rekomendasi Bawaslu Soal Pemilu di Kuala Lumpur: Yang Dihitung Hanya 22.807 Suara

KPU RI masih menunggu rekomendasi tertulis dari Bawaslu RI terkait pelaksanaan Pemilu di Kuala Lumpur, Malaysia.

Editor: Adi Suhendi
zoom-in Rekomendasi Bawaslu Soal Pemilu di Kuala Lumpur: Yang Dihitung Hanya 22.807 Suara
Tribunnews.com/ Rizal Bomatama
Ketua Bawaslu Abhan saat ditemui usai menjadi pembicara dalam acara orientasi bacaleg Partai Nasdem di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara, Minggu (2/9/2018). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - KPU RI masih menunggu rekomendasi tertulis dari Bawaslu RI terkait pelaksanaan Pemilu di Kuala Lumpur, Malaysia.

Sidang pleno penghitungan suara untuk Pemilu di Kuala Lumpur yang berlangsung Minggu (19/5/2019) di Kantor KPU RI berlangsung alot.

Bawaslu dalam rapat pleno tersebut merekomendasikan jumlah surat suara yang dihitung hanya 22.807.

Sementara, 62.278 surat suara dari pemungutan suara ulang metode pos yang tidak dihitung.

Baca: Lama Diam Dicibir, Fadel Islami Suami Muzdalifah Akhirnya Tulis Curhatan Menohok Berhentilah!

Alasannya surat suara tersebut dianggap terlambat diterima PPLN Kuala Lumpur yaitu pada 16 Mei 2019.

Sedangkan 22.807 surat suara yang dihitung merupakan jumlah surat suara yang diterimaPanitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur sampai batas akhir penerimaan yaitu 15 Mei 2019.

"Kami Bawaslu tetap sesuai rekomendasi yang kami sampaikan tadi. Kami rekomen yang dihitung adalah sejumlah suara 22.807. Itu lah rekomendasi kami," ujar Ketua Bawaslu Abhan, dalam rapat pleno rekapitulasi suara di Gedung KPU, Jalan Imam Bonjol, Minggu (19/5/2019) malam.

Baca: Din Syamsuddin Minta Kubu Prabowo Buktikan Kecurangan Pemilu: Kalau Tak Benar, Itu Fitnah

Berita Rekomendasi

Keterlambatan penerimaan surat suara ini karena Pos Malaysia baru mengirimkan surat suara pada 16 Mei 2019.

Artinya, terlambat satu hari dari ketentuan batas waktu.

Para saksi dari TKN Jokowi-Ma'ruf, BPN Prabowo-Sandiaga, hingga dari partai politik juga berdebat mengenai keabsahan surat suara ini.

Perdebatan berlangsung alot dari sore hingga hampir tengah malam.

Akhirnya, solusi dari persoalan ini adalah dengan menggunakan rekomendasi Bawaslu.

Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, rekomendasi Bawaslu harus dijalankan.

Baca: Jokowi: Namanya Kalah Pasti Tidak Puas, Tapi Mekanisme Konstitusional Harus Diikuti

"Untuk saat ini kami menunggu rekomendasi tertulis Bawaslu. Baru atas dasar rekomendasi tertulis itu, KPU bisa menindaklanjuti," kata Arief.

Karena itu, sidang pleno rekapitulasi malam ini diskors agar Bawaslu bisa menyiapkan rekomendasi tertulisnya.

Skors juga dilakukan untuk memberi waktu kepada PPLN Kuala Lumpur mengoreksi hasil penghitungannya.


Rawan disalahgunakan

Caleg DPR RI dari berbagai partai politik di dapil DKI Jakarta II (Jakarta Selatan, Jakarta Pusat dan Luar Negeri) mempertanyakan mekanisme pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) via Pos yang diselenggarakan oleh PPLN Kuala Lumpur, Malaysia.

Demikian disampaikan Masinton Pasaribu (PDI Perjuangan), Christina Aryani (Partai Golkar), Dato Muhammad Zainul Arifin (PPP) dalam keterangan tertulis bersama mereka kepada Tribunnews.com, Rabu (15/5/2019).

Menurut mereka, Rabu (15/5/2019), di Kuala Lumpur banyaknya ketidakjelasan menyangkut PSU via Pos.

Berdasarkan DPT PSU ada sekitar 257.000 surat suara untuk PSU yang telah dikirim secara bertahap dengan 3 kali pengiriman ke berbagai wilayah kerja PPLN Kuala Lumpur.

"Kami menerima laporan masyarakat Indonesia dari berbagai tempat yang sebelum 14 April 2019 lalu menerima pengiriman surat suara via Pos, namun saat ini dalam rangka PSU justru sebagian besar tidak menerima surat suara via Pos ini. Misalnya di Negeri Perak, Selangor, Shah Alam, Kelantan, Trengganu," ungkap Masinton mewakili rekan-rekannya kepada Tribunnews.com.

Baca: Bertemu di Swiss, Indonesia dan Malaysia Bahas Pemilu Hingga Isu Kemanusiaan

Selain itu mereka juga menemukan adanya perbedaan amplop surat suara PSU via Pos yang diterima pemilih, ada yang menggunakan cap bertuliskan "pemilu ulang" dan ada juga yang bercap "pemungutan suara ulang".

"Tidak ada kejelasan mana yang sebenarnya berlaku dan mengapa bisa ada perbedaan ini," jelasnya.

Tim Kampanye Nasional Jokowi-Amin,  Masinton Pasaribu sedang jumpa wartawan di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (14/3/2019). Serial diskusi publik Ngopi Bareng Dari Sebrang Istana yang digelar Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) membahas tantangan yang dihadapi untuk kedua cawapres dengan masing-masing latar belakang Ma???ruf Amin yang berstatus cawapres dan ulama sedangkan Sandiaga Uno dengan latar belakang yang berstatus cawapres dan pengusaha. TRIBUNNEWS/MUHAMMAD FADHLULLAH
Tim Kampanye Nasional Jokowi-Amin, Masinton Pasaribu sedang jumpa wartawan di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (14/3/2019). Serial diskusi publik Ngopi Bareng Dari Sebrang Istana yang digelar Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) membahas tantangan yang dihadapi untuk kedua cawapres dengan masing-masing latar belakang Ma???ruf Amin yang berstatus cawapres dan ulama sedangkan Sandiaga Uno dengan latar belakang yang berstatus cawapres dan pengusaha. TRIBUNNEWS/MUHAMMAD FADHLULLAH (Tribunnews/MUHAMMAD FADHLULLAH)

Pun ada pemilih yang dikirimkan surat suara ke alamat lama padahal orang yang dituju sudah meninggalkan Malaysia lebih dari tiga tahun lalu.

Bahkan ada juga pemilih yang sudah menggunakan hak pilihnya di TPSLN 14 April lalu ternyata juga masih dikirimkan surat suara PSU via Pos.

Selain itu, banyak masyarakat Indonesia mengeluhkan surat suara via Pos baru diterima tanggal 14-15 Mei, atau sehari menjelang penghitungan suara di PPLN Kuala Lumpur.

PPLN Kuala Lumpur juga terkesan tidak transparan dan kerap merubah kebijakannya.

Baca: Rencanakan Serangan Bom di Kuala Lumpur, WNI Simpatisan ISIS Ditangkap di Malaysia

"Dimulai dari deadline penerimaan pengembalian surat suara dari pemilih yang semula jatuh di tanggal 13 Mei kemudian diubah menjadi tanggal 15 Mei. Tanggal perhitungan yang semula jatuh di tanggal 15 Mei diubah menjadi tanggal 16 Mei," jelasnya.

Padahal, kata dia, KPU sendiri tidak pernah mengeluarkan kebijakan tertulis perihal pengubahan tahapan ini.

Dari berbagai kesemrawutan pelaksanaan PSU via Pos di wilayah Kuala Lumpur dan sekitarnya, serta ketidaksiapan PPLN dan Panwaslu LN Kuala Lumpur dalam mendistribusi dan mengawasi surat suara via Pos.

Dikhawatirkan surat suara PSU via Pos dalam jumlah besar tersebut dikuasai dan dibajak oleh oknum-oknum tertentu dan tidak sampai ke tangan pemilih.

"Jika PSU via Pos ini berjalan normal kami memprediksi partisipasi surat suara via Pos dari pemilih yang kembali ke PPLN Kuala Lumpur tidak lebih dari 10 persen," sebutnya.

Baca: Soal TGPF Pemilu, Mendagri: Cukup Tim Kemenkes dan IDI yang Selidiki

Jika besok Kamis (16/5/2019) saat penghitungan surat suara via Pos melebihi 10 persen dari total keseluruhan DPT PSU via Pos, patut diduga adanya permainan penggelembungan suara oleh oknum-oknum tertentu dengan cara dicoblos sendiri di lokasi tersembunyi seperti kejadian yang pernah viral 11 April lalu.

"Padahal hakekat diadakannya Pemungutan Suara Ulang via Pos adalah untuk menjamin kualitas Pemilu yang berintegritas dan mencegah terjadinya praktek kecurangan dan manipulasi suara rakyat oleh oknum-oknum tertentu," jelasnya.

Penulis : Jessi Carina

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Bawaslu Rekomendasikan 60 Ribu Suara Hasil Pemilu Ulang di Kuala Lumpur Tidak Dihitung 

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas