Tak Direspons Tiongkok, KPK Ungkap Kendala Penyelesaian Kasus Korupsi Pelindo II
KPK telah menetapkan RJ Lino sebagai tersangka sejak akhir 2015 lalu, namun penanganan kasus ini seolah jalan di tempat.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit QCC di PT Pelindo II yang menjerat mantan Dirut PT Pelindo II Richard Joost (RJ) Lino sampai saat ini belum juga dituntaskan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Untuk diketahui, KPK telah menetapkan R.J Lino sebagai tersangka sejak akhir 2015 lalu, namun penanganan kasus ini seolah jalan di tempat.
Bahkan, komisi antirasuah belum juga menahan R.J Lino.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengungkap kendala yang dihadapi pihaknya dalam menuntaskan penyidikan kasus ini.
Salah satunya Mutual Legal Assistance (MLA) yang diajukan KPK tiga tahun lalu tak juga direspons oleh otoritas Tiongkok.
MLA dengan otoritas Tiongkok ini diperlukan KPK untuk menghitung kerugian keuangan negara akibat korupsi yang diduga dilakukan Lino.
Baca: KPK Apresiasi 38 Pemda Tindaklanjuti Surat Edaran Gratifikasi Hari Raya Idul Fitri
"Sebetulnya masalahnya perhitungan kerugian negara, kita mengalami hambatan, MLA sudah dikeluarkan lebih dari tiga tahun lalu tidak direspons oleh pemerintah Tiongkok," kata Agus kepada wartawan, Sabtu (25/5/2019).
Diketahui, MLA dengan otoritas Tiongkok diperlukan untuk mendapat data harga unit QCC lantaran produsennya merupakan perusahaan asal Tiongkok, Wuxi Huangdong Heavy Machinery (HDHM).
Lantaran tak mendapat respons positif dari otoritas Tiongkok, KPK menempuh jalan lain untuk menghitung kerugian keuangan negara.
Salah satunya dengan meminta bantuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Baca: Ungguh Foto Kenakan Daster Saat Temani Sang Putri Tidur, Ayu Ting Ting: Enak Bangat, Nak
Agus berharap, dengan bantuan BPK, kasus ini dapat segera dituntaskan.
"Kita mengambil jalan lain, kita kirim ke BPK. Mudah-mudahan BPK sudah melakukan perhitungan kerugian negara karena itu salah satu jalan untuk selesaikan," katanya.
Diberitakan KPK menyangka Lino telah melawan hukum dan menyalahgunakan wewenangnya sebagai Dirut PT Pelindo II untuk memperkaya diri sendiri, orang lain dan atau korporasi dengan memerintahkan penunjukan langsung perusahaan asal Tiongkok, HDHM sebagai pelaksana proyek pengadaan tiga unit QCC di PT Pelindo II.
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Lino disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan atau Pasal 3 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.