Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kominfo Tutup Akses 2184 Akun Medsos dan Website Penyebar Hoaks, Fitnah Dan Provokasi

Menurut Menteri Kominfo, semua itu perlu dilakukan agar sebaran konten hoaks, fitnah maupun provokasi dapat diminimalkan.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Kominfo Tutup Akses 2184 Akun Medsos dan Website Penyebar Hoaks, Fitnah Dan Provokasi
Kirill Kudryavtsev / AFP
Pengguna media sosial 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah menutup ribuan Akun Media Sosial dan situs web.

Ribuan akun media sosial dan website tersebut menyebarkan konten yang mengandung hoaks, fitnah, maupun provokasi untuk melanggar aturan atau hukum.

Yakni, sebanyak 551 akun facebook telah diblokir. Kemudian akun twitter 848 akun, Instagram 640 akun, Youtube 143 akun, serta masing-masing 1 untuk url website dan LinkedIn.

Total ada 2184 akun dan website yang telah diblokir, sebelum dan selama pembatasan akses sebagian fitur platform media sosial dan percakapan instan berupa fitur image dan video.

Kementerian Kominfo juga bekerja sama dengan penyedia platform digital.

"Itu juga ditempuh. Misalnya, saya telah berkomunikasi dengan pimpinan WhatsApp, yang hanya dalam seminggu sebelum kerusuhan 22 Mei lalu telah menutup sekitar 61.000 akun aplikasi WhatsApp yang melanggar aturan," ujar Menteri Kominfo, Rudiantara seperti dirilis di Laman Kominfo, Selasa (28/5/2019).

Menkominfo Rudiantara tidak menyarankan masyarakat untuk menggunakan VPN, apalagi VPN gratis untuk tetap mengakses media sosial
Menkominfo Rudiantara tidak menyarankan masyarakat untuk menggunakan VPN, apalagi VPN gratis untuk tetap mengakses media sosial (Tangkapan Layar KompasTV)

Menurut Menteri Kominfo, semua itu perlu dilakukan agar sebaran konten hoaks, fitnah maupun provokasi dapat diminimalkan.

Baca: Penjual Senpi ke Eksekutor Rencana Pembunuhan Tokoh Nasional Istri Purnawirawan TNI

Berita Rekomendasi

Bahkan, Menteri Kominfo mengajak semua kalangan untuk memulai dari diri sendiri agar tidak menyebarkan konten yang melanggar aturan atau hukum.

"Jangan lelah untuk mengimbau agar masyarakat dan teman-teman di sekitar kita berhenti menyebarkan konten yang mengandung hoaks, fitnah, maupun provokasi untuk melanggar aturan atau hukum. Tentu saja harus kita mulai dari diri sendiri," ucap Rudiantara.

Tiga Langkah Pemerintah Agar Dunia Maya Indonesia Tetap Damai

Lebih jauh dijelaskan, pemerintah berupaya mengurangi dampak hoaks dan ujaran kebencian yang disebarluaskan melalui platform media sosial dan percakapan instan.

Upaya itu ditujukan untuk meminimalisasi dan menghindarkan konflik sebagai akibat tindakan kekerasan yang dipicu oleh informasi hoaks.


Untuk itu Kementerian Kominfo mengambil tiga langkah untuk menjaga media sosial dan dunia maya Indonesia agar tetap damai.

Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, hoaks yang tidak dikendalikan akan berpotensi memicu aksi massa dan kekerasan yang berdampak pada jatuhnya korban.

"Satu hoaks saja sudah cukup untuk memicu aksi massa yang berujung penghilangan nyawa, seperti salah satunya yang menimpa Mohammad Azam di India pada tahun 2018. Padahal, ada banyak hoaks sejenis itu lalu-lalang di Indonesia setiap hari, apalagi sekitar 22 Mei lalu," ujar Menteri Rudiantara.

Menteri Kominfo Rudiantara menyebut ada tiga langkah yang diambil pemerintah berdasarkan tingkat kegentingan peredaran konten hoaks. Langkah itu lazim dan kerap diambil oleh Pemerintah di negara lain untuk mencegah meluasnya kerusuhan.

Penyebar berita bohong perihal adanya personel Brimob dari China berinisial SDA saat dihadirkan di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (24/5/2019).
Penyebar berita bohong perihal adanya personel Brimob dari China berinisial SDA saat dihadirkan di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (24/5/2019). (KOMPAS.com/Devina Halim)

Langkah pertama adalah menutup akses tautan konten atau akun yang terindikasi menyebarkan hoaks.

Kedua, bekerja sama dengan penyedia platform digital untuk menutup akun.

Dan ketiga, pembatasan akses terhadap sebagian fitur platform digital atau berbagi file.

"Pembatasan akses merupakan salah satu dari alternatif-alternatif terakhir yang ditempuh seiring dengan tingkat kegentingan. Pemerintah negara-negara lain di dunia telah membuktikan efektivitasnya untuk mencegah meluasnya kerusuhan," jelas Rudiantara.

Menteri Kominfo menjelaskan bagaimana Srilanka menutup akses ke Facebook dan WhatsApp untuk meredam dampak serangan bom gereja dan serangan anti-muslim yang mengikutinya.

Sementara, Iran pernah menutup akses Facebook pada tahun 2009 setelah pengumuman kemenangan Presiden Ahmadinejad.

"Banyak negara lain melakukan pembatasan dan penutupan dengan berbagai pertimbangan," jelas Rudiantara.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas