Kelar Diperiksa Sebagai Tersangka Makar, Kivlan Zen Langsung Diperiksa Soal Senjata Api Ilegal
Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen langsung menjalani pemeriksaan sebagai saksi kasus senja api ilegal di Polda Metro Jaya, Rabu (29/5/2019).
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen langsung menjalani pemeriksaan sebagai saksi kasus senja api ilegal di Polda Metro Jaya, Rabu (29/5/2019).
Kivlan Zen sebelum menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri sebagai tersangka kasus dugaan makar.
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo menjelaskan ada dua laporan polisi dengan terlapor Kivlan Zen (KZ).
"Untuk Pak KZ, ada dua LP. LP pertama yang ditangani Bareskrim terkait tindak pidana makar. Kemudian ada satu LP lagi yang saat ini sedang ditangani Polda Metro Jaya terkait kepemilikan senjata api ilegal," ujar Dedi Prasetyo dI Rupatama Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (29/5/2019).
Baca: Brimob Korban Kerusuhan 22 Mei : Massa Teriak Polisi Thogut Hingga Hendak Rampas Senjata
"Pemeriksaannya di Polda. Selesai di Bareskrim, dilanjutkan di Polda. Tentunya dengan melihat kondisi kesehatan yang bersangkutan," imbuhnya.
Mantan Wakapolda Kalimantan Tengah itu memaparkan penyidik Polda Metro Jaya dapat menyangkakan Kivlan dengan Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 2 Darurat Tahun 1951.
Selain itu, Dedi tidak berkomentar jauh soal kemungkinan ditahannya mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) itu.
Baca: Geledah Kantor Imigrasi Kelas I Mataram, KPK Sita Dokumen Perkara Suap Izin Tinggal WNA
Alasannya, lanjut dia, penahanan Kivlan akan sepenuhnya menjadi kewenangan penyidik.
"Selesai masalah makar, tidak menutup kemungkinan beliau nanti akan dimintai keterangan kembali oleh penyidik PMJ terkait dengan UU Darurat Pasal 1 ayat 1 UU No 2 Darurat Tahun 1951," tukasnya.
Sebelumnya diberitakan, Mayjend TNI (Purn) Kivlan Zen memenuhi panggilan kedua pemeriksaan dari penyidik Bareskrim Polri, Rabu (29/5/2019).
Kivlan Zen tiba sekira pukul 10.30 WIB, mengenakan kemeja putih lengan panjang dan celana kain hitam.
Ia terlihat berjalan dengan tegap dengan tempo agak cepat menyusuri jalanan di kawasan Mabes Polri.
Baca: Pembuktian Ilmiah Makhluk Astral seperti Jin Aladdin Berwarna Biru
Tiba di Gedung Awaloedin Djamin, Kivlan langsung memberikan pernyataan kepada awak media.
Kivlan menegaskan kali ini adalah panggilan keduanya sebagai tersangka terkait kasus dugaan makar.
Panggilan pemeriksaan pertama telah diagendakan pada tanggal 21 Mei lalu, namun dirinya berhalangan hadir.
"Kali ini pemeriksaan saya kedua sebagai tersangka. Kasusnya kasus yang di Tebet waktu saya menyatakan merdeka dan lawan. Apa nanti (yang terjadi) di dalam bagaimana, kita lihat aja di dalam," ujar Kivlan, di Bareskrim Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (29/5/2019).
Mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) itu dengan percaya diri menjawab pertanyaan awak media apabila dirinya ditahan.
Baca: Ozy Sahputra Hadiri Pembukaan Klinik Kecantikan Beautystudione
Ia mengaku hal tersebut adalah hak penyidik, sehingga dirinya tak mempermasalahkannya.
"Itu kan haknya penyidik, haknya penyidik, jadi kita nggak ada masalah. Kita serahkan sama penyidik, umpamanya dilanjutkan dengan cara pemeriksaan saya di luar atau saya di dalam saya terima, nggak ada masalah," kata dia.
Sekedar informasi, Kivlan dilaporkan oleh seorang wiraswasta bernama Jalaludin dengan dugaan penyebaran berita bohong dan makar.
Laporan tersebut telah diterima dengan nomor LP/B/0442/V/2019/ BARESKRIM tertanggal 7 Mei 2019.
Pasal yang disangkakan adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 14 an/atau Pasal 15, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 107 jo Pasal 110 jo Pasal 87 dan/atau Pasal 163 jo Pasal 107.
Penjelasan kuasa hukum
Kuasa hukum Kivlan Zen, Djudju Purwantoro, mendampingi kliennya saat menjalani pemanggilan pemeriksaan kedua sebagai tersangka di kasus dugaan makar di Bareskrim Polri, Rabu (29/5/2019).
Kepada awak media Djudju Purwantoro menyatakan, kliennya tidak memenuhi unsur pidana seperti yang disangkakan dalam kasus dugaan makar tersebut.
"Kepada Bapak Kivlan ini adalah perbuatan makar sesuai yang diatur di pasal 107 atau 110 di KUHP, itu kan kami melihat itu terlalu tendensius penyidik itu, terlalu mengada-ada, karena unsur-unsur dinamakan atau definisi makar itu sangat tidak relevan dan sangat tidak terpenuhi unsur-unsur itu," ujar Djudju, di Gedung Awaloedin Djamin, Bareskrim Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (29/5/2019).
Ia menegaskan Kivlan tidak memiliki niat dan permulaan perbuatan permulaan untuk menggulingkan pemerintahan yang berkuasa. Sehingga dirinya menilai sangkaan pada kliennya sungguh mengada-ada dan sangat tendensius.
Baca: Heboh Tiket Penerbangan CGK ke Pekanbaru Tembus Rp 6,6 Juta, Begini Tanggapan Manajemen Lion Air
Saat disinggung tentang kata-kata 'diskualifikasi', Djudju membantahnya. Menurutnya, ada peraturan yang memang menjabarkan ketentuan mendiskualifikasi calon presiden.
"Mendiskualifikasi sebagai calon presiden memang diatur dalam UU kita nomor 17, memang ada untuk itu. Jadi dalam hal ini Bawaslu sebagai pengawas pelaksanaan Pemilu 2019 sesuai dengan peraturan KPU," kata dia.
Baca: Fadli Zon Pertanyakan Tersebarnya Manifes Penerbangan Prabowo Subianto Ke Dubai
"Apabila prosedur tidak sesuai atau ilegal dan ditemukan hal-hal yang sifatnya melanggar hukum, maka dalam hal ini calon terpilih bisa saja didiskualifikasi dengan syarat-syarat ketentuan yang ada dan itu legal," pungkas Djudju.
Sebelumnya diberitakan, Kivlan dilaporkan oleh seorang wiraswasta bernama Jalaludin dengan dugaan penyebaran berita bohong dan makar.
Laporan tersebut telah diterima dengan nomor LP/B/0442/V/2019/ BARESKRIM tertanggal 7 Mei 2019.
Pasal yang disangkakan adalah Pasal 14 an/atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, Pasal 107 jo Pasal 119 jo Pasal 87 dan/atau Pasal 163 jo Pasal 107 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.