KPK Berpotensi Kembangkan Keterlibatan Pihak Lain dalam Kasus Korupsi Proyek Meikarta
KPK akan mempelajari lebih lanjut apakah akan dilakukan upaya banding atau terima atas vonis terhadap Neneng tersebut.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghormati putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung yang telah menjatuhkan vonis 6 tahun penjara terhadap Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin.
"Terkait dengan proses persidangan tadi sudah dibacakan putusan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung untuk terdakwa Bupati Bekasi ya, kami hargai dan kami hormati putusan pengadilan tersebut," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (29/5/2019).
Baca: Purn TNI Dituding Dibalik Rusuh 22 Mei
Selanjutnya, kata Febri, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK akan mempelajari lebih lanjut apakah akan dilakukan upaya banding atau terima atas vonis terhadap Neneng tersebut.
"Nanti, Jaksa Penuntut Umum akan mempelajari lebih lanjut khusus untuk terdakwa apakah akan dilakukan upaya hukum banding atau diterima, itu nanti akan dipelajari oleh Jaksa Penuntut Umum," katanya.
Selain itu, Febri menegaskan, KPK juga terus mengembangkan peran-peran dari pihak lain dalam kasus suap terkait proses perizinan proyek Meikarta di Kabupaten Bekasi itu.
Baca: Vania Korban Curanmor di Bekasi : Baru Ditinggal Sebentar, Sepeda Motor Udah Enggak Ada
"Yang juga sangat penting dalam kasus terkait suap proses perizinan Meikarta ini, kami juga sedang terus mengembangkan peran-peran pihak lain selain orang-orang yang sudah diproses itu," tegasnya.
Febri mengatakan nantinya JPU KPK akan menganalisa dan merekomendasikan kepada pimpinan KPK soal proses pengembangan perkara tersebut.
"Nanti Jaksa Penuntut Umum yang akan mengajukan analisisnya dan rekomendasinya pada pimpinan untuk proses pengembangan perkara. Jadi, sepanjang ada bukti yang kami temukan maka KPK pasti akan menelusuri peran pihak-pihak lain dalam kasus ini," kata Febri.
Baca: Hindari Bentrok Antarkelompok, Warga Ingin Takbir Keliling Diimbau Laporkan ke Pihak Kepolisian
Sebelumnya, Neneng divonis enam tahun penjara oleh hakim yang menyatakan Neneng terbukti bersalah karena menerima suap untuk memuluskan proyek Meikarta.
"Mengadili terdakwa Neneng Hasanah Yasin hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 250 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti kurungan 4 bulan penjara," kata ketua majelis hakim, Tardi saat membacakan amar putusannya dalam sidang di Pengadilan Negeri Tipikor Bandung, Jalan L.L.R.E Martadinata, Kota Bandung, Rabu (29/5/2019).
Selain itu, hakim juga turut mencabut hak politik Neneng selama lima tahun setelah keluar dari jeruji besi. Selama kurun waktu tersebut Neneng tidak bisa mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau calon legislatif.
Baca: Pemasok Revolver untuk Aksi 22 Mei Suka Candai Anak, Bahas Prabowo dan Jokowi di Meja Makan
Neneng, kata Hakim, terbukti bersalah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi. Neneng terbukti melanggar Pasal 12 huruf b Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan fakta selama persidangan, Neneng telah menerima suap sebesar Rp 10,630 miliar dan SGD 90 ribu terkait proyek perizinan Meikarta.
Dengan keputusan hakim tersebut, hukuman yang dijatuhkan kepada Neneng lebih rendah ketimbang tuntutan jaksa KPK selama 7 tahun 6 bulan dan denda Rp 250 juta subsider 4 bulan kurungan. Sementara itu, empat pejabat Pemkab Bekasi lainnya divonis 4,5 tahun penjara.
Keempatnya ialah Jamaludin merupakan Kepala Dinas PUPR Pemkab Bekasi, Dewi Tisnawati sebagai Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu/PMPTSP Pemkab Bekasi, Sahat Maju Banjarnahor adalah Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi, dan Neneng Rahmi Nurlaili menjabat Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Pemkab Bekasi.
Uang suap yang diterima Neneng dan 4 anak buahnya itu, kata hakim, diyakini berasal dari Billy Sindoro, Henry Jasmen P Sihotang, Fitradjaja Purnama, dan Taryudi yang telah divonis dan saat ini sedang menjalani masa hukumannya.