Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KPU Siap Hadapi Gugatan Pemilu di Mahkamah Konstitusi

Komisi Pemilihan Umum (KPU) siap menghadapi gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in KPU Siap Hadapi Gugatan Pemilu di Mahkamah Konstitusi
Kompas.com/PRIYOMBODO
Ilustrasi 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) siap menghadapi gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Ditemui di komplek Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (29/5/2019), Ketua KPU Arief Budiman mengatakan persiapan tersebut diantaranya menyusun jawaban, alat bukti, hingga para saksi.

"Kami sudah siapkan semuanya, mulai dari jawabannya, alat buktinya, termasuk saksi-saksi yang kemungkinan akan dihadirkan," tutur Arief.

Arief melanjutkan seluruh persiapan itu dilakukan bersama dengan lima tim hukum yang telah ditunjuk menghadapi sengketa Pemilu 2019 di MK.

Baca: Jokowi Kaji Pembentukan Lembaga Baru

Baca: Teddy Minahasa Terima Kenaikan Pangkat Menjadi Inspektur Jenderal Polisi

Baca: PPATK Tunggu Permintaan Polri Soal Aliran Dana Kerusuhan 22 Mei

"Kami sudah membahas permohonan pemohon. Jadi pengajuan sengketa itu sudah kami bahas bersama para lawyer," imbuhnya.

Arief menambahkan pihaknya sudah memerintahkan KPU kabupaten/kota dan provinsi menyiapkan dokumen dan alat bukti guna menjawab permohonan para pemohon.

Berita Rekomendasi

Pada Jumat (31/5/2019), kata Arief pihaknya akan mempertemukan jajaran KPU daerah yang hasilnya digugat ke MK.

Diketahui MK mengaku menerima 334 gugatan PHPU 2019, hingga Senin (27/5/2019) siang terdiri dari gugatan yang diajukan partai politik atau calon legislatif, calon DPD, dan satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Refly Harun

Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun memberikan pendapatnya terkait peluang calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 0, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memenangi gugatan sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK). 

Argumentasi Refly disampaikan saat menjadi narasumber di program Catatan Demokrasi Kita di TV One, Selasa (28/5/2019) malam. 

Menurut Refly, terdapat dua hal yang bakal menjadi penentu peluang kemenangan Prabowo-Sandi di MK. 

Baca: Gugatan Sengketa Pilpres 2019: 5 Dugaan Kecurangan yang Dianggap BPN Terstruktur, Sistematis, Masif

Dua hal itu yakni kemampuan kuasa hukum Badan Pemenangan Pemilu (BPN) Prabowo-Sandi membuktikan dugaan kecurangan di persidangan MK dan paradigma hakim-hakim MK. 

Ketua Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 02 Hashim Djojohadikusumo bersama Ketua Tim Kuasa Hukum BPN Bambang Widjajanto dan Kuasa Hukum BPN Denny Indrayana saat menyerahkan berkas gugatan sengketa Pemilu 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Jumat (24/5/2019). Gugatan dilakukan oleh Tim BPN Prabowo Sandi ke MK karena pihaknya mengikuti koridor hukum.  Tribunnews/Jeprima
Ketua Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 02 Hashim Djojohadikusumo bersama Ketua Tim Kuasa Hukum BPN Bambang Widjajanto dan Kuasa Hukum BPN Denny Indrayana saat menyerahkan berkas gugatan sengketa Pemilu 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Jumat (24/5/2019). Gugatan dilakukan oleh Tim BPN Prabowo Sandi ke MK karena pihaknya mengikuti koridor hukum. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

Pada poin pertama, Refly menjelaskan kemampuan kuasa hukum BPN untuk mampu membuktikan terjadinya dugaan kecurangan Pilpres yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM) akan sangat menentukan. 

Hal ini karena dalam materi permohonan gugatan yang diajukan ke MK, kuasa hukum BPN dianggap lebih mengedepankan pendekatan kualitatif yang alat ukurnya TSM. 

"Saya lihat permohonan gugatan BPN, ada dua aspek yang mau didorong yaitu kualitatif dan kuantitatif. Aspek kualitatif ini lebih didahulukan, terbukti argumentasinya itu didahulukan. Saya catat ada lima, pertama penggunaan dana APBN atau program pemerintah untuk memenangkan calon 01, kedua soal netralitas aparat dalam hal ini kepolisian dan intelijen, penyalahgunaan birokrasi dan BUMN, restriksi media (pembatasan media), kelima dikriminasi penegakan hukum. Ini yang mereka (BPN,-Red) masalahkan dan dianggap berpengaruh terhadap hasil pemilu," ujar Refly. 

Lantaran hal itu, lanjut Refly, penting bagi BPN untuk bisa membuktikan pelanggaran yang terkategori TSM itu. 

Tak hanya itu, jika BPN mampu membuktikan terjadinya pelanggaran Pemilu terkategori TMS, derajat terbuktinya pun harus kuat. 

"Ada dua hal yang harus dilakukan kubu 02 , pertama membuktikan bahwa lima hal itu terjadi. Dan saya kira (bukti berupa) link berita tidak bisa berdiri sendiri, harus ada bukti-bukti lain yang mendukung. Kalau ini terbukti, lalu derajat terbuktinya itu. Kalau derajat terbuktinya itu mampu menggedor doktrin TSM ya maka peluang (memenangi gugatan) ada. Kalau tidak ada peluang menggedor kesana, peluang kecil sekali," ungkap Refly. 

Baca: PDIP, Nasdem, dan Hanura Tangerang Ajukan Gugatan Hasil Pileg ke Mahkamah Konstitusi

Selanjutnya, menurut Refly, poin kedua yang bakal menentukan adalah paradigma hakim-hakim MK. 

Saat ini, kata Refly, terdapat tiga paradigma yang ada. 

Paradigma pertama, paradigmanya sederhana sekali yakni hanya menyangkut soal hitung-hitungan saja.

"Kalau terbukti dikabulkan, tidak terbukti ya ditolak. Jadi tidak ada pemungutan suara ulang, penghitungan suara ulang," katanya. 

Gedung Mahkamah Konstitusi, KOMPAS.COM/Sandro Gatra
Gedung Mahkamah Konstitusi, KOMPAS.COM/Sandro Gatra (KOMPAS.COM/Sandro Gatra)

Lalu, paradigma kedua adalah paradigma hakim MK yang mulai muncul di tahun 2008 saat MK dipimpin Mahfud MD. 

Saat itu, MK tak lagi bicara sekedar hitung-hitungan karena MK di bawah kepemimpinan Mahfud memerintahkan pemungutan suara ulang dan penghitungan suara ulang yang sebenarnya tidak diatur dalam hukum acara. 

Sedangkan paradigma ketiga yang diusulkan Refly Harus adalah seharusnya MK tidak lagi bicara soal TSM, hitung-hitungan suara yang memang menjadi hukum formil, tetapi bicara fungsi MK sebaga penjaga konstitusi.

"Menjaga marwah Pemilu jujur dan adil. Intinya harusnya pemilu jurdil itu, MK tidak membiarkan siapapun yang melakukan pelanggaran Pemilu atau kejahatan Pemilu untuk menikmati keuntungan atau memetik hasil," terang Refly. 

Baca: Pernyataan Bambang Widjojanto saat Daftarkan Gugatan Pilpres ke MK, Reaksi Jokowi hingga Langkah KPU

Refly menyatakan selain kemampuan membuktikan dugaan kecurangan secara TSM, paradigma yang dipakai hakim-hakim MK akan sangat menentukan peluang Prabowo-Sandi memenangi gugatan. 

"Ada dua (penentu). Seberapa kuat data itu yang dipresentasikan di persidangan untuk membuktikan lima dalil itu, Kalau kuantitatif saya nggak terlalu yakin, buktinya mereka memprirotaskan yang kedua 17,5 juta suara DPT yang dianggap tidak wajar. Kedua, bagaimana paradigma hakim MK menyambut itu. Kalau paradigmanya paradigma lama , saya kira tidak akan ada perubahan yang berarti," ujar Refly. 

(Tribunnews.com/Daryono)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas