Elite Politik Harus Terapkan Nilai Pancasila
menteri kabinet kerja, pimpinan lembaga negara, pemuka agama hingga putra-putri perumus Pancasila.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) berharap agar di momen peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni ini, bangsa Indonesia bisa semakin mengenal jati dirinya sebagai bangsa yang majemuk. Indonesia bukanlah tanah tandus yang tidak bisa ditumbuhi berbagai keberagaman suku, agama, ras maupun golongan.
Selama 73 tahun sejak merdeka, ungkapnya di tanah Indonesia ini berbagai perbedaan bisa tumbuh dengan harmonis. Sayangnya, jelang HUT Kemerdekaan ke-74, bangsa dihadapi tantangan intoleransi dan radikalisme yang semakin menguat.
Baca: Jokowi : Pancasila Rumah Bersama bagi Seluruh Komponen Bangsa
"Penting bagi semua sejenak merenung mengingat jati diri bangsa Indonesia sesungguhnya. Kita bisa kembali kepada Pancasila dan UUD 1945 sebagai pegangan hidup dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara," ujar Bamsoet usai membaca naskah Pembukaan UUD 1945 di upacara peringatan Hari Lahir Pancasila, di Gedung Pancasila, Jakarta, Sabtu (1/6/2019).
Dalam upacara ini Presiden Joko Widodo bertindak sebagai Inspektur Upacara. Sementara Ketua DPR Bambang Soesatyo membacakan naskah Pembukaan UUD 1945, Ketua MPR Zulkifli Hasan membaca teks Pancasila dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin membacakan doa.
Hadir pula Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, Wapres ke-6 RI Try Sutrisno, Wapres ke-11 Boediono, menteri kabinet kerja, pimpinan lembaga negara, pemuka agama hingga putra-putri perumus Pancasila.
Bamsoet kemudian menyoroti laporan Setara Institute yang menemukan di sepanjang tahun 2018 lalu ada 160 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan (KBB) dengan 202 bentuk tindakan yang tersebar di 25 provinsi. Intoleransi di berbagai bidang juga cenderung menguat, termasuk dalam bidang politik dan pemerintahan.
Baca: Walikota Tangerang: Kita Bangga Punya Pancasila
"Ironis, survei IDN Research Institute dan Alvara Research Center 2019 mencatat 19,5 persen generasi milenial menyatakan Indonesia lebih ideal jadi negara khilafah. Benih-benih intoleransi maupun keinginan merubah dasar negara seperti ini harus disikapi secara serius. Tak bisa disepelekan maupun dianggap angin lalu," tutur Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini memandang agar penguatan toleransi, pemajuan kesetaraan hak, dan jaminan kebebasan beragama/berkeyakinan, serta penguatan rasa kebangsaan harus dimulai dari para elite politik.
Jika elite politik abai terhadap hal ini, dan lebih mementingkan egoisme kekuasaan dengan memanfaatkan rakyat dalam kubangan perpecahan, jangan harap Indonesia akan tetap berdiri tegak.
Baca: Bertepatan Nuansa Idul Fitri, Hari Lahir Pancasila Diharapkan Dapat Persatukan Bangsa
"Elite politik harus menyadari bahwa Indonesia adalah rumah kita bersama yang perlu dijaga, bukan justru dibakar oleh egoisme kekuasaan. Kita punya Pancasila dan UUD 1945 sebagai pegangan. Jika nilai-nilai yang terkandung didalamnya bisa dihayati dan dijalankan, maka masa depan Indonesia tetap akan cerah," pungkas Bamsoet.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.