Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Oposisi Bergabung? PKS Menolak Hingga Saran Gerindra Tetap Di Luar Pemerintah

Ajakan Pak Jokowi harus dipahami dalam konteks ini. Artinya, Pak Jokowi berharap semua pihak tidak lagi “berkelahi” untuk hal-hal yang tidak elementer

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Oposisi Bergabung? PKS Menolak Hingga Saran Gerindra Tetap Di Luar Pemerintah
capture video
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengajak calon presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto untuk datang di acara Reuni Akbar 212 yang rencananya digelar akhir pekan ini, Minggu (2/12/2018). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Banyak pihak mengapresiasi sikap Presiden Joko Widodo membuka pintu selebar-lebarnya bagi partai politik oposisi untuk bergabung bersama partai politik pendukung pemerintah periode 2019-2024.

Terutama bagi Partai Gerindra yang dipimpin rival Jokowi dalam Pilpres 2019, Prabowo Subianto.

Sebagaimana dikutip dari wawancara khusus dengan Jakarta Post, Rabu (11/6/2019) kemarin, Jokowi mengaku, membuka diri bagi siapa saja yang ingin bekerja sama membangun negara.

Pengamat politik Leo Agustino berpendapat tawaran Jokowi itu disampaikan dalam rangka menurunkan tensi politik yang tengah tinggi setelah pilpres 2019 berlalu.

"Ajakan Pak Jokowi harus dipahami dalam konteks ini. Artinya, Pak Jokowi berharap semua pihak tidak lagi “berkelahi” untuk hal-hal yang tidak elementer," ujar Leo Agustino kepada Tribunnews.com, Kamis (13/6/2019).

Baca: Nama SBY Disebut Dalam Sidang Sengketa Pilpres 2019 di MK

Selain itu mengikut logika Jokowi, membangun negara secara bersama-sama di balik tawaran bergabungnya partai politik oposisi ke koalisi pemerintahan Jokowi-KH Ma'ruf Amin.

Prabowo dan Jokowi
Prabowo dan Jokowi (Kolase TribunWow.com)

"Walau sebenarnya kita tetap membutuhkan penyeimbang bagi kerja-kerja pemerintah. Tapi benar bahwa membangun negara akan jauh lebih efektif apabila elemen-elemen politiknya tidak berpecah, tapi bersatu," tegasnya.

BERITA TERKAIT

Apakah mungkin Gerindra bergabung?

Menurut dia, Prabowo tidak akan mengambil tawaran Jokowi tersebut.

Artinya Gerindra akan tetap berada di luar pemerintah atau mengambil posisi sebagai oposisi.

"Kelihatannya Prabowo agak berkeras untuk tidak bergabung ke dalam koalisi 01. Meski pernyataannya jauh lebih teduh pasca kepulangannya dari luar negeri kemarin," jelas Leo Agustino.

Begitu juga dengan PKS masih berkukuh untuk menjadi oposisi bagi pemerintah.

"Saya kira ini keputusan yang ideal bagi sistem demokrasi Indonesia," ucapnya.

Senada, Pengamat politik Ray Rangkuti juga mengapresiasi niat Jokowi tersebut.

Namun dia berpendapat, sudah cukup jumlah partai politik yang bergabung di koalisi pemerintahan Jokowi-KH Ma'ruf Amin.

Menurut dia, perlu juga partai-partai politik di Senayan yang menjadi penyeimbang dan mengoreksi atau mengkritisi pemerintahan kedepannya. Sehingga pemerintahan menjadi tetap terawasi.

"Komposisinya juga sudah relatif seimbang. Dan karena itu pula, tidak perlu terlalu memaksakan agar lebih banyak partai masuk ke dalam koalisi Jokowi," maka pilihannya adalah mencukupkan partai pendukung," ujar Ray Rangkuti kepada Tribunnews.com, Kamis (13/6/2019).

Sebab, banyak partai politik dalam deretan pendukung Jokowi juga dapat berakibat tidak baik bagi demokrasi. Keseimbangan kekuasaan tidak berjalan dengan semestinya.

"Dengan 4 partai yang ada saja, komposisinya sudah hampir 60 persen kursi legislatif dikuasai oleh petahana," jelas Ray Rangkuti.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti berikan keterangan mengenai sikap intoleran dan tindakan itoleran di sebuah kantor, Jalan H.O.S. Cokroaminoto, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (25/2/2019). TRIBUNNEWS.COM/LENDY RAMADHAN
Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti berikan keterangan mengenai sikap intoleran dan tindakan itoleran di sebuah kantor, Jalan H.O.S. Cokroaminoto, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (25/2/2019). TRIBUNNEWS.COM/LENDY RAMADHAN (Tribunnews.com/ Lendy Ramadhan)

Kalau pun akan ada penambahan partai politik ke dalam koalisi pemerintah, maka dia menilai, cukup Partai Demokrat.

Sedangkan yang lain tetap berada di barisan oposisi di Parlemen.

"Adapun PAN, apalagi PKS dan Gerindra sebaiknya dibiarkan di barisan luar atau oposisi," jelas Ray Rangkuti.

Tentu saja kata dia, oposisi yang dimaksud adalah oposisi konstruktif dan menumbuhkan peradaban.

"Bukan oposisi asal beda, apalagi oposisi tukang nyinyir," ucapnya.

Bagaimanapun, dia menilai, negara demokrasi yang kuat harus diimbangi oleh kekuatan oposisi yang elegan.

Selain kualitas oposisinya harus dikembangkan, besaran pendukungnya juga harus berimbang.
Karena oposisi yang elegan ditambah dukungan publik yang kuat akan dapat menjadi mitra kritis pemerintah. Dan itu akan membuat negara kita kuat dan bergerak dinamis.

"Hanya presiden yang kurang percaya diri yang menginginkan serta banyak dukungan kepadanya. Tapi presiden yang juga memperhatikan betapa demokrasi harus dikelola, ia juga akan mendorong lahir dan kuatnya gerakan oposisi," tegasnya.

Saran Agar Gerindra Dan Oposisi Tetap Di Luar Pemerintah

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Indria Samego menyarankan agar Gerindra tetap berada di luar pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-KH Ma'ruf Amin untuk periode 2019-2024.

Karena suara pemilih Gerindra, dia menyakini, berkeinginan agar partai yang dipimpin Prabowo Subianto itu menjadi oposisi untuk mengkritisi dan mengawasi kerja-kerja pemerintah.

"Kalau Gerindra ingat pada suara rakyat, tetap saja konsisten dengan pilihannya," ujar Indria Samego yang juga anggota dewan pakar The Habibie Center ini kepada Tribunnews.com, Kamis (13/6/2019).

Anggota Dewan Pakar The Habibie Center Indria Samego saat ditemui di The Habibie Center, Jalan Kemang Selatan, Jakarta Selatan, Kamis (12/1/2017).
Anggota Dewan Pakar The Habibie Center Indria Samego saat ditemui di The Habibie Center, Jalan Kemang Selatan, Jakarta Selatan, Kamis (12/1/2017). (Tribunnews.com/Fitri Wulandari)

Hal itu disampaikan untuk menanggapi Jokowi membuka pintu selebar-lebarnya bagi partai politik oposisi untuk bergabung bersama partai politik pendukung pemerintah periode 2019-2024.

Terutama bagi Partai Gerindra yang dipimpin rival Jokowi dalam Pilpres 2019, Prabowo Subianto.

Meskipun memang, kata dia, sistem pemerintahan di Indonesia tidak mengenal oposisi.

Menurut dia, negeri ini tetap memerlukan keseimbangan antara pemerintah dan di luar pemerintah untuk memastikan berjalannya program dan pembangunan.

Dia berharap para elite politik tidak mengorbankan kepentingan rakyat demi kebahagian elit saja, ketika memutuskan semua partai politik berada dalam satu perahu pendukung pemerintah.

"Jangan ada membuka diri tanpa memperhitungkan kepentingan rakyat. Terlalu mahal bila rakyat terus dikorbankan demi kebahagiaan elit," tegasnya.

Pengamat politik Hendri Satrio mengapresiasi sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka pintu selebar-lebarnya bagi partai politik oposisi untuk bergabung bersama partai politik pendukung pemerintah periode 2019-2024.

Terutama bagi Partai Gerindra yang dipimpin rival Jokowi dalam Pilpres 2019, Prabowo Subianto.

Apalagi tujuannya untuk rekonsiliasi pasca-pemilu 2019 lalu.

"Tawaran Jokowi sangat baik. Patut dihargai dan harus diapresiasi," ujar pendiri lembaga survei KedaiKOPI ini kepada Tribunnews.com, Rabu (12/6/2019).

Hanya saja, dia berpendapat, jangan sampai semua partai politik ada dalam satu kubu pemerintah. Tanpa ada partai politik di posisi oposisi dari pemerintah.

Pengamat Politik, Hendri Satrio
Pengamat Politik, Hendri Satrio (YouTube/Metro TV)

"Bila semuanya ada di kubu pemerintah, tanpa ada oposisi, tanpa ada yang mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah, tak ubahnya ini akan menjadi orde baru jilid II. Pada saat semua pejabat negara ketika menyanyikan lagu setuju," tegas Hendri Satrio.

Bila akhirnya keputusannya Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memutuskan bergabung ke koalisi pemerintah, maka dia berpesan, agar tetap kritis di parlemen.

Sehingga masih ada checks and balances system (sistem pengawasan dan keseimbangan) terjadi di negeri ini oleh wakil rakyat.

PKS Tolak Tawaran Jokowi Untuk Bergabung

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengapresiasi ajakan baik Presiden Joko Widodo bagi partai politik oposisi untuk bergabung bersama partai politik pendukung pemerintah periode 2019-2024.

Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera menegaskan partai yang dipimpin Sohibul Iman itu akan tetap berada di luar pemeritahan Jokowi-KH Ma'ruf Amin.

"Terlepas dari ajakan baik Pak Jokowi, keberadaan koalisi penyeimbang malah sehat bagi demokrasi. PKS insya Allah akan istiqomah bersama Koalisi Adil Makmur," ujar Wakil Ketua BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno ini kepada Tribunnews.com, Kamis (13/6/2019).

Menurut Mardani Ali Sera, negeri ini butuh peran oposisi yang lebih optimal untuk memberikan kritis konstruktif kepada pemerintahan.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera. (DPR RI)

"Apa yang benar dan bermanfaat dari Pemerintah harus didukung. Tapi apa yang tidak benar dan membawa mudharat bagi publik harus dicegah," jelas Wakil Ketua Komisi II DPR RI ini.

Tanggapan Parpol Koalisi

Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Kadir Karding menilai Jokowi menunjukkan sikap negarawan ketika membuka pintu selebar-lebarnya bagi partai politik oposisi untuk bergabung bersama partai politik pendukung pemerintah periode 2019-2024.

Terutama bagi Partai Gerindra yang dipimpin rival Jokowi dalam Pilpres 2019, Prabowo Subianto.

"Jokowi menunjukkan sikap negarawan bahwa bangsa ini adalah bangsa besar, maka beliau tidak ingin hanya dikelola oleh beberapa pihak saja. Tetapi juga oleh semua pihak, walaupun dalam kompetisi pilpres lalu, berbeda. Tentu kita harus apresiasi ini," ujar Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma'ruf Amin kepada Tribunnews.com, Kamis (13/6/2019).

Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Abdul Kadir Karding
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Abdul Kadir Karding (TRIBUNNEWS/FRANSISKUS ADHIYUDA)

Merajut kebersamaan membangun bangsa ini, menurut Wakil Ketua TKN Jokowi-KH Ma'ruf Amin ini adalah spirit bersama yang hendak dibangun melalui tawaran mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Kini tawaran Jokowi, imbuh dia, diserahkan kepada masing-masing partai politik yang ada di kubu 02 saat di Pilpres 2019 lalu.

Adalah Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional (PAN) yang menjadi pendukung Prabowo-Sandiaga Uno di Pilpres 2019.

Apakah tawaran Jokowi untuk bergabung ke koalisi pendukung pemertintah diterima atau tidak, kata dia, itu ada di tangan parpol oposisi.

"Apakah Gerindra, atau Demokrat, atau PAN dan PKS itu akan bergabung, itu tergantung mereka masing-masing untuk menilai bagaimana bentuk kerjasamanya," papar anggota DPR RI ini.

Meskipun akhirnya semua keputusan tetap berada di tangan Jokowi untuk menilai dan menerima bergabungnya partai oposisi ke koalisi pemerintah.

Karena pasti, imbuh dia, bergabung dan kerjasama dalam koalisi pemerintah akan diikat oleh perjanjian bersama partai-partai di dalamnya.

Jokowi Buka Pintu Jika Parpol Oposisi Ingin Gabung

Presiden Joko Widodo membuka pintu selebar-lebarnya bagi partai politik oposisi untuk bergabung bersama partai politik pendukung pemerintah periode 2019-2024.

Terutama bagi Partai Gerindra yang dipimpin rival Jokowi dalam Pilpres 2019, Prabowo Subianto.

Sebagaimana dikutip dari wawancara khusus dengan Jakarta Post, Rabu (11/6/2019) kemarin, Jokowi mengaku, membuka diri bagi siapa saja yang ingin bekerja sama membangun negara.

Capres petahana Joko Widodo dan cawapres Ma'ruf Amin menyapa warga usai menyampaikan pidato kemenangannya sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2019-2024 di Kampung Deret, Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat, Selasa (21/5/2019). Pidato tersebut menanggapi keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menetapkan pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin sebagai pemenang Pilpres 2019. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Capres petahana Joko Widodo dan cawapres Ma'ruf Amin menyapa warga usai menyampaikan pidato kemenangannya sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2019-2024 di Kampung Deret, Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat, Selasa (21/5/2019). Pidato tersebut menanggapi keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menetapkan pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin sebagai pemenang Pilpres 2019. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

“Saya terbuka kepada siapa saja yang ingin bekerja sama untuk mengembangkan dan membangun negara bersama,” ujar Jokowi saat ditanya spesifik mengenai kemungkinan masuknya Gerindra ke koalisi pendukung pemerintah.

“Sangat tidak mungkin bagi kami untuk membangun negara sebesar Indonesia sendirian. Kami membutuhkan kerja bersama,” lanjut dia.

Posisi Gerindra di DPR periode 2019-2024 relatif kuat. Pada Pileg 2019, Gerindra menempati urutan ketiga parpol yang memperoleh suara terbanyak dengan 17.594.839 suara atau 12,57 persen.

Meski demikian, Jokowi menegaskan, prinsip yang akan dikedepankan adalah musyawarah untuk mufakat sekaligus kontrol yang baik dalam menjalankan pemerintahan.

“Semangat kita tetap musyawarah untuk mufakat. Bagaimanapun, sebuah negara demokrasi besar tetap membutuhkan kontrol, baik dari internal maupun dari eksternal,” ujar Presiden.

Lebih akrab dengan Gerindra Masih dikutip dari Jakarta Post, elite tiga parpol pendukung pemerintah, yakni PDI-P, PKB dan PPP juga telah berbincang mengenai kemungkinan mengundang Gerindra bergabung ke koalisi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas