Pasca Kerusuhan 22 Mei, Makin Banyak Masyarakat Takut Bicara Politik
Sirojuddin Abbas, menyebut ada tren peningkatan rasa takut pada masyarakat untuk bicara politik pasca kerusuhan pada 21-22 Mei 2019.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Riset Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Sirojuddin Abbas, menyebut ada tren peningkatan rasa takut pada masyarakat untuk bicara politik pasca kerusuhan pada 21-22 Mei 2019.
Hal itu disampaikan saat memaparkan hasil survei mengenai Kondisi Demokrasi dan Ekonomi Politik Nasional Pasca Peristiwa 21-22 Mei 2019". Survei itu dilakukan lembaga SMRC.
"Saat ini ada peningkatan. Itu menyebabkan publik takut untuk berbicara politik," kata Sirojuddin Abbas, saat menyampaikan hasil paparan di kantor SMRC, Minggu (16/6/2019).
Berdasarkan data yang disampaikan Sirojuddin, terjadi peningkatan masyarakat berbicara politik selama kurun waktu 2009 sampai 2019.
Pada 2009, di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sebanyak 16 persen masyarakat takut berbicara politik.
Baca: Menhan Ryamizard Ryacudu: Lambat atau Cepat, Polisi Nanti akan di Bawah Kementerian
Angka ini mengalami peningkatan satu persen pada tahun 2014 atau pada saat era Presiden Joko Widodo.
Jumlah ini mengalami peningkatan hingga menunjukkan angka 43 persen, berdasarkan survei SMRC.
Namun, jumlah 43 persen itu masih kalah dibandingkan orang yang masih membicarakan politik.
Sebagian besar masyarakat jarang atau tidak pernah merasa takut berbicara politik sebesar 51 persen. Sedangkan, tujuh persen responden tidak menjawab saat ditanyakan.
"Ini perlu kami catat bahwa saat ini ada tren kenaikan perasaan takut di masyarakat untuk berbicara politik," ungkap Sirojuddin.
Lembaga Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menyampaikan hasil survei mengenai "Kondisi Demokrasi dan Ekonomi Politik Nasional Pasca Peristiwa 21-22 Mei 2019".
Direktur Riset SMRC, Sirojuddin Abbas mempresentasikan hasil survei. Setelah itu ditanggapi oleh, Direktur Perludem, Titi Anggraeni, dan sosiolog dari Universitas Indonesia, Thamrin Amal Tamagola.
Survei ini dilakukan pada 20 Mei-1 Juni 2019. Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia (WNI) yang mempunyai hak pilih dalam pemilihan umum.
Dari populasi itu dipilih secara random 1220 responden. Adapun, responden yang dapat diwawancarai secara valid sebesar 88 persen. Sebanyak 1078 responden ini yang dianalisis.
Margin of error rata-rata dari survei dengan ukuran sampel tersebut sebesar kurang lebih 3,05 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen dengan asumsi simple random sampling.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.