Disebut-sebut Presiden, Siapa Saja Aktivis 98 yang Layak Masuk ke Kabinet Jokowi?
Aktivis 98 banyak yang sudah menjabat di pemerintahan, DPR, DPRD, dan beberapa komisaris di BUMN, namun posisi
Penulis: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Dalam sambutannya kala menghadiri Halal Bil Halal Aktifis 98 di Hotel Sahid minggu lalu, presiden Jokowi mengatakan bahwa aktifis 98 belum ada yang jadi Menteri dan tentu sesuai kapasitas dan kualitasnya maka sudah saatnya duduk dalam jajaran kabinetnya.
Menurut Jokowi, aktivis 98 banyak yang sudah menjabat di pemerintahan, DPR, DPRD, dan beberapa komisaris di BUMN, namun posisi di kabinet alias menteri belum.
Dikatakan Jokowi, aktivis 98 dinilai sudah mampu dan bisa menjadi bagian dari kabinetnya.
Apalagi dalam acara yang di hadiri ribuan aktivis 98 tersebut di bacakan pula piagam 98 yang isinya menyatakan kesiapan aktivis 98 untuk berkiprah membangun bangsa.
Sebagai wacana siapa saja aktivis 98 yang mungkin layak mengisi posisi menteri di kabinet kerja jilid II pemerintahan Jokowi?
Adian Napitupulu
Mantan korlap dari kesatuan Forum Kota (Forkot) ini dinilai layak masuk jajaran kabinet. Pengalamannya sebagai anggota DPR RI dari Partai Demokrasi Indonesia ini tidak perlu diragukan lagi.
Dan selama Pilpres selalu menjadi garda depan berhadapan dg kubu lawan.
Pria yang pada pemilu 2019 ini terpilih kembali sebagai wakil rakyat dari dapil Jabar V hanya tinggal menunggu restu Megawati sebagai Ketua Umum PDIP.
Wahab Talaohu
Aktivis asal Maluku ini juga tak perlu diragukan lagi komitmennya untuk turut membangun bangsa dalam jajaran menteri Jokowi.
Pengalamannya di gerakan mahasiswa yang pernah menjadi Jenderal Lapangan Semanggi 1998 dan juga aktifis Fampred dan PMII bisa menjadi modal besar untuk memimpin jabatan Menteri apalagi beliau pernah menjadi salah satu komisaris BUMN.
Bicara kedaerahan pun belum ada Menteri dari Maluku dan Wahab bisa didaulat sebagai menteri wakil dari Indonesia bagian timur.
“Wahab bisa mewakili Indonesia timur. Dalam jajaran kabinet Jokowi, belum ada menteri dari Indonesia timur," kata Fernando Sitorus pengamat politik yang juga alumnus pasca sarjana Universitas Indonesia