Pansel KPK Cari Calon Pimpinan KPK Yang Tak Terpapar Paham Radikalisme
"Kita memang mencari calon yang tidak terpapar radikalisme," ujar akademisi Fakultas Hukum Universitas Trisakti ini kepada Tribunnews.com
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
"Pansel itu harus mencari calon-calon pimpinan yang berani keluar dari cara-cara KPK selama ini," tegas politikus PDI Perjuangan ini.
Ia mengatakan bahwa KPK sejak dibentuk 17 tahun lalu hingga kini tidak ada perubahan berarti dalam melakukan pemberantasan korupsi.
Pola yang digunakan pun itu-itu saja karena hanya mengedepankakn penindakan.
Penindakan kasus yang dilakukan KPK, kata dia, hanya menangani perkara ringan. Yang seharusnya, kata dia, pihak KPK bisa menangani kasus korupsi di atas Rp1 miliar.
"KPK itu sejak dibentuk sampai sekarang, sudah 17 tahun, semakin kemari itu kan kerja KPK dalam pemberantasan korupsi kan enggak ada yang berubah," katanya.
"Itu-itu terus polanya, menindak, menindak dan itu bahkan secara jumlah kasus korupsi yang ditangani, perkaranya yang seharusnya di atas Rp1 miliar, malah jauh di bawah Rp1 miliar," imbuhnya.
Apalagi, menurutnya, penindakan tersebut merupakan hal yang juga dilakukan kepolisian, kejaksaan.
Mestinya, kata dia, KPK harus lebih dari sekadar menindak pelaku korupsi karena dia punya kewenangan melakukan pencegahan.
"Lembaga lain kan tidak memiliki kewenangan seperti yang dimiliki KPK. Cuma itu tidak dimaksimalkan KPK, dia cuma menindak jadinya, kerja KPK jadi kebablasan, menindak, sampai menindak perkara recehan, sampai ada istilah OTT recehan," lanjut Masinton.
Untuk itu, Masinton menegaskan orang-orang yang dibutuhkan KPK saat ini adalah yang berani keluar dari cara kerja seperti itu.
Selain itu, pimpinan yang punya keberanian melakukan penataan internal, serta merevitalisasi kerja pemberantasan korupsi yang tidak sesuai dengan UU KPK.
Pimpinan yang memiliki keberanian melakukan penataan internal kata dia, diperlukan.
Karena mereka akan mendapat hambatan dari internal KPK sendiri, yakni dari wadah pegawai yang disebut Masinton sudah menjadi rezim alias KPK dalam KPK.
"Wadah pegawai KPK ini, dia bukan sekadar silaturahmi memperkuat hubungan kerja antarpegawai, tapi sudah jadi institusi politik sendiri untuk menekan di dalam maupun ke luar. Berani menggugat pimpinannya. Pimpinan KPK yang baru ke depan harus bisa melakukan penataan internal," jelasnya.