Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

ICW: Isu Radikalisme Ditengah Proses Pemilihan Capim KPK Tak Relevan

Kurnia menyarankan, agar pansel lebih berfokus mencari sosok ideal untuk memimpin komisi antirasuah itu, yakni pilihan pada figur

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in ICW: Isu Radikalisme Ditengah Proses Pemilihan Capim KPK Tak Relevan
Tribunnews.com/Hendra Gunawan
Gedung KPK 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Isu radikalisme dalam proses seleksi pimpinan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sebagai sesuatu yang tidak relevan dengan fokus utama panitia seleksi (pansel) calon pimpinan (capim) lembaga antikorupsi tersebut.

Kurnia Ramadhana dari Indonesian Corruption Watch (ICW) menganggap, dilibatkannya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam proses tersebut oleh pansel KPK juga merupakan hal yang tidak ada hubungannya dengan visi dan misi utama dari lembaga musuh para koruptor tersebut.

Kurnia menyarankan, agar pansel lebih berfokus mencari sosok ideal untuk memimpin komisi antirasuah itu, yakni dengan menitikberatkan pilihan pada figur yang memiliki catatan baik dalam penanganan perkara korupsi, daripada ikut menaikan isu radikalisme yang tidak ada hubungannya dengan usaha pemberantasan korupsi.

Baca: 13 Tahun Nikahi Nana Mirdad, Andrew White Bongkar Hal yang Tak Disukai dari Ibu Mertuanya

Baca: Jokowi Minta Anak Muda Bisa Bekerja Cepat dan Berinovasi

Baca: Istri Ajun Perwira Jalani Program Bayi Tabung di Usia 48 Tahun

"Kita ketahui, dalam undang-undang KPK disebutkan, tugas pansel itu mencari pimpinan KPK, Komisi Pemberantasan Korupsi, Bukan Komisi Pemberantasan Terorisme," ujar Kurnia kepada wartawan, Minggu (23/6/2019).

Bukan isu radikalisme sebenarnya yang jadi soal. Menurut Kurnia, harusnya yang jadi pegangan bagi pansel KPK adalah bagaimana mencari figur-figur yang berintegritas, mempunyai pemahaman soal penanganan perkara korupsi, memiliki pengetahuan soal manajemen internal. Hal itu yang seharusnya difokuskan oleh pansel.

"Bukan justru menaikkan isu radikalisme yang sampai hari ini kita juga enggak paham," katanya.

Berita Rekomendasi

ICW berharap, jabatan pimpinan KPK bisa diisi oleh orang-orang yag memiliki rekam jejak baik, sekaligus memiliki pengetahuan yang baik perihal penanganan dan pemberantasan korupsi.

Termasuk menyita dan mengurusi aset dari para pelaku tindak pidana korupsi.

Kurnia menginginkan agar pansel KPK melakukan tugasnya dengan lebih jeli, terutama dalam hal pengetahuan para calon pimpinan yang mendaftar, perihal isu-isu terkini dalam tubuh KPK itu sendiri.

Baca: Warga Kedungkumpul Lamongan Gelar Sedekah Bumi dan Rebutan Uang

Baca: Polda Sumatera Utara Berhasil Identifikasi 7 Korban Tewas Terbakar di Pabrik Mancis, Ini Daftarnya

Baca: Festival Damai Digelar, Ribuan Orang Sepakat Jaga Persatuan dalam Keberagaman

"Pansel (harus) bisa memastikan rekam jejak orang yang mendaftar ini baik, tidak pernah melanggar hukum, tidak pernah melanggar etik, tahu soal seluk beluk pemberantasan korupsi.

Termasuk persoalan aset recovery yang harusnya jadi fokus para pimpinan KPK ke depan," tandasnya.

"Juga bagaimana figur-figur pendaftar ini melihat soal isu-isu terkini semisal revisi Undang-Undang KPK, soal rancangan KUHP, bagaimana perspektif mereka melihat persoalan ini, itu yang saya rasa harus menjadi fokus," sambungnya.

Diketahui sebelumnya, isu radikalisme tengah berkembang di tubuh KPK sempat menjadi topik bahasan liar di media sosial.

Menanggapi hal itu, mantan Penasihat KPK Abdullah Hehamahua geram dengan opini negatif tersebut.

"Tuduhan KPK telah terpapar radikalisme dan terorisme merupakan sebuah upaya pembusukan kinerja penyidik dan pegawai selama ini.

Saya delapan tahun di KPK. Tidak pernah ada saya temukan radikalisme di sana," ucap Abdullah kepada di kawasan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (18/6/2019).

"Apakah karena ada Novel Baswedan dan penyidik-penyidik lain yang sangat taat dalam menjalankan agamanya, dan mencoba untuk membongkar mega korupsi, dikalangan pejabat tinggi sehingga mereka dianggap sebagai radikalisme?" tanya Abdullah.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas