Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Bambang Widjojanto Akui Pihaknya Tak Mungkin Bisa Buktikan Kecurangan, Ini Kata Pengamat

Bambang Widjojanto, mengakui pihaknya sebagai pemohon sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi tidak mungkin membuktikan kecurangan

Editor: Sugiyarto
zoom-in Bambang Widjojanto Akui Pihaknya Tak Mungkin Bisa Buktikan Kecurangan, Ini Kata Pengamat
Tribunnews.com/Rizal Bomantama
Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandiaga dalam sengketa hasil Pilpres 2019, Bambang Widjojanto 

Juru Bicara MK, Fajar Laksono, mengonfirmasi waktu pembacaan putusan tersebut.

"Itu bukan dimajuin memang paling lambat tanggal 28 karena majelis hakim merasa sudah siap dengan putusan dan bersidang tanggal 27 ya diputuskan , sidang putusan besok," kata Fajar, saat dikonfirmasi, Senin (24/6/2019).

Keputusan jadwal pembacaan putusan akan dibacakan pada Kamis 27 Juni 2019 itu diputuskan di rapat permusyawaratan hakim (rph). Sembilan hakim konstitusi mengikuti rph tersebut.

Menurut Fajar, majelis hakim konstitusi menyatakan telah siap membacakan putusan pada Kamis 27 Juni.

"Pertimbangannya ya karena majelis hakim merasa sudah siap untuk dibacakan putusan tanggal 27," katanya.

Setelah memutuskan waktu pembacaan putusan, pihaknya akan mengirimkan surat pemberitahuan kepada pihak pemohon, yaitu tim kuasa hukum Prabowo-Sandiaga, pihak termohon, yaitu tim kuasa hukum KPU RI, dan pihak terkait, yaitu tim kuasa hukum Jokowi-Maruf Amin.

Tim Hukum Prabowo-Sandiaga Yakin Menang

Berita Rekomendasi

Bagaimana keyakinan BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno akan putusan hakim MK akan memenangkan gugatan mereka?

Wakil BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno Mardani Ali Sera menegaskan keyakinannya bahwa dalil mengenai kecurangan pemilu presiden yang mereka ajukan akan diterima MK.

"Kami yakin, kenegarawanan para hakim MK," ujar ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini kepada Tribunnews.com, Senin (24/6/2019).

Baca: BREAKING NEWS Wanita Tewas Mengenaskan Setelah Terjun dari Lantai 7 Hotel GTM Balikpapan

Apalagi kata wakil ketua Komisi II DPR RI ini, semua pihak sudah diberi kesempatan seimbang oleh MK untuk memaparkan kesaksian dan keteranganya. Termasuk pemohon, kubu 02 sudah menghadirkan 14 saksi dan 2 ahli.

"Sebagai pihak Pemohon kami yakin dan berdoa mendapatkan apa yang dimohonkan," ucapnya.

Mardani Ali Sera usai menggunakan hak suara di TPS 43 Pondok Gede Kota Bekasi
Mardani Ali Sera usai menggunakan hak suara di TPS 43 Pondok Gede Kota Bekasi (TribunJakarta.com/Yusuf Bachtiar)

BPN Prabowo-Sandi pun memastikan pihaknya akan menghormati apapun putusan yang akan diambil MK dalam  kasus Perselisihan Hasil Pemilu Pilpres 2019. 

Baca: Megawati Bangga Atas Kerja Keras Kader PDIP Bengkulu di Pemilu 2019

"Keputusan MK bersifat final dan mengikat. Pemohon, Termohon dan Pihak Terkait mesti dimaati dan menghormati keputusan MK," tegasnya.

Ditambahkan Ketua Tim Hukum BPN (Badan Pemenangan Nasional) Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto (BW), bahwa  Pemilu 2019 adalah Pemilu terburuk yang pernah digelar di Indonesia sejak era reformasi.

Ia berpatokan pada jumlah KPPS (kelompok panitia pemungutan suara), Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu), dan aparat keamanan yang meninggal dunia dan sakit usai menyelenggarakan Pemilu 2019.

Bahkan BW menantang publik untuk menunjukkan Pemilu di negara mana yang lebih buruk dari Indonesia jika berdasarkan data tersebut.

“Ini adalah Pemilu terburuk sejak era reformasi, jangan dibandingkan dengan orde baru karena sekarang bukan orde baru. Tidak ada Pemilu di dunia ini yang menimbulkan korban lebih dari 700 orang, tunjukkan kepada saya ada tidak Pemilu di dunia yang korbannya lebih dari 700, dan itu ada di Pemilu Indonesia 2019,” ungkap BW ditemui di posko BPN, Kebayoran Baru, Jaksel, Senin (24/6/2019).

Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandiaga dalam sengketa hasil Pilpres 2019, Bambang Widjojanto
Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandiaga dalam sengketa hasil Pilpres 2019, Bambang Widjojanto (Tribunnews.com/Rizal Bomantama)

Indikator kedua yang menurut membuat Pemilu Indonesia 2019 sebagai Pemilu terburuk sejak era reformasi menurut BW adalah adanya 22 juta potensi pelangggaran seputar Pemilu.

Ia pun menyinggung penemuan 400 ribu amplop yang disiapkan untuk serangan fajar dalam kasus Bowo Sidik.

“Kejahatan di Pemilu seperti fenomena gunung es, yang ketahuan hanya akan sekitar 0,5 sampai 1 persen, sementara kami menemukan ada potensi 22 juta pelanggaran di seputar Pemilu, kalau tidak dilaporkan ke Bawaslu bukan berarti tidak ada kejahatan,” imbuhnya.

Indikator ketiga menurut BW adalah adanya indikasi mobilisasi sumber daya negara untuk memenangkan salah satu paslon.

Sementara ia juga menilai adanya problem struktural dalam pelaksanaan hukum di tingkat bawah.

“Misal di Papua dan Kota Surabaya, Bawaslu mengatakan dilakukan pemungutan suara ulang (PSU) tapi hingga kini tak dilaksanakan, berarti ada problem struktural dalam pelaksanaan ‘low-enforcement’ di sini,” tegasnya.

Dan faktor yang kelima adalah terus menerusnya permasalahan yang ada pada DPT (Daftar Pemilih Tetap).

Ia menyebut bahwa DPT yang bermasalah merupakan sumber penggelembungan suara.

“Kita terus menerus melakukan kebodohan dengan adanya masalah pada DPT, dan kami menemukan adanya NIK (nomor induk kependudukan) rekayasa, kecamatan siluman, pemilih ganda, dan pemilih di bawah umur. Dan DPT yang bermasalah itu berdasarkan data kependudukan yang disusun pemerintah,” jelas BW.

Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Anwar Usman memimpin jalannya sidang lanjutan uji UU BUMN di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (18/4/2018). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan pendapat ahli dari pihak pemohon yaitu Prof DR. Koerniatmanto SH, MH dan Ir. Bernaulus Saragih, MSc., Ph.D. TRIBUNNEWS/HO
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Anwar Usman memimpin jalannya sidang lanjutan uji UU BUMN di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (18/4/2018). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan pendapat ahli dari pihak pemohon yaitu Prof DR. Koerniatmanto SH, MH dan Ir. Bernaulus Saragih, MSc., Ph.D. TRIBUNNEWS/HO (TRIBUN/HO)

 Putusan sidang sengketa Pilpres 2019 oleh Mahkamah Konstitusi (MK), dijadwalkan akan disampaikan pada Jumat (28/6/2019) mendatang.

Ketua MK, Anwar Usman memastikan putusan sidang sengketa Pilpres 2019 akan dikeluarkan sesuai jadwal.

"Iya sesuai jadwal (putusannya), paling lambat itu 28 Juni," ujar Anwar saat ditemui  Tribunnews.com di TPU Karet Bivak, Jakarta, Sabtu siang (22/6/2019).

Kedua Tim Kuasa Hukum, baik dari paslon nomor urut 01, Joko Widodo-Maruf Amin dan paslon nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga  Uno, menyatakan menerima apapun hasil sidang ini.

Ketua Tim Kuasa Hukum paslon nomor urut 01, Yusril Ihza Mahendra merasa bersyukur mendapatkan kesempatan mengemukakan berbagai bukti, sanggahan, maupun argumen di dalam persidangan.

"Apa pun putusan Mahkamah Konstitusi akan kita hormati dan kita terima dengan baik," ujar Yusril.

Yusril mengungkapkan, masyarakat sudah menyaksikan secara langsung semua alat bukti dan argumen yang disampaikan timnya di persidangan.

Sementara Ketua Tim Kuasa Hukum paslon nomor urut 02, Bambang Widjojanto mengatakan, pihaknya siap menerima apa pun putusan MK.

"Emang muka gue tidak menunjukkan siap menerima keputusan? Siaplah. Masa sih enggak siap," kata Bambang usai sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (21/6/2019) malam.

TKN Yakin Tim Hukum Prabowo-Sandiaga Kalah

Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo (Jokowi)-Maruf Amin sangat yakin Mahkamah Konstitusi (MK) akan menolak gugatan kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, pada putusannya, Jumat (28/6/2019) mendatang.

Menurut Juru Bicara Tim Kampanye Nasional Jokowi-Maruf, Irma Suryani Chaniago, fakta persidangan menunjukkan hal itu.

"Kami yakin gugatan BPN tidak diterima dan ditolak! Karena bukti dan saksi sangat lemah," tegas Ketua DPP NasDem ini kepada Tribunnews.com, Senin (24/6/2019).

Keterangan para saksi dari kubu 02 pun tidak mampu menyampaikan fakta dan data yang menguatkan dalil kecurangan pemilu presiden yang digugat ke MK.

"Bila mencermati fakta persidangan dimana saksi 02 tidak mampu menyampaikan fakta dan data bahwa yang bersangkutan merasakan, melihat langsung dan memiliki dokumen pendukung sebagaimana yang dipersyaratkan," jelas anggota DPR RI ini.

Keyakinan itu juga disampaikan Juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf, Ace Hasan Syadzily.

Baca: Setelah Faldo Maldini, Giliran Mardani Ali Sera yang Prediksi Hasil Putusan MK 28 Juni Nanti

Terlebih setelah pihak TKN Jokowi-Maruf mendengarkan keterangan yang diberikan saksi dan ahli dalam persidangan di MK.

Ketua DPP NasDem Irma Suryani Chaniago
Ketua DPP NasDem Irma Suryani Chaniago (Fransiskus Adhiyuda)

Ketua DPP Golkar ini menilai, fakta yang disampaikan saksi yang dihadirkan pihaknya menunjukan menunjukan bila saksi TKN dilatih dalam TOT untuk melawan dan mengantisipasi kecurangan yang kerap terjadi di TPS maupun selama proses kampanye hingga pasca-pemilihan.

"Saksi kami meyakinkan Majelis Hakim MK bahwa justru kami lah yang ingin mewujudkan Pemilu Jurdil dengan cara melawan kecurangan itu yang bisa saja untuk mengalahkan kami," kata juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf, Ace Hasam Syadzily kepada Tribunnews.com, Minggu (23/6/2019).

TKN Jokowi-Maruf Amin sangat tahu bahwa Tim Hukum 02 ingin membangun konstruksi hukum bahwa tuduhan kecurangan itu dimulai dari DPT invalid, cara kerja Tim yang diarahkan curang sehingga hasilnya juga dinilai bermasalah.

Dengan begitu dalil-dalil yang kubu 02 sampaikan dijustifikasi melalui saksi-saksi mereka hadirkan sehingga seolah-olah terjadi kecurangan yang Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM).

Namun, konstruksi hukum yang dibuat Kubu 02 ternyata secara prosedur penyelesaian sengketa pemilu dan hasil pemilu dipatahkan saksi Ahli yang dihadirkan pihak Jokowi-Maruf Amin.

"Tim Hukum 02 yang mencampuradukan antara proses pemilu dan hasil pemilu, dibantah secara argumentatif dengan pendekatakan yang lebih akademik oleh kedua Saksi Ahli tersebut," kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI.

Menurut dia, seharusnya dari sejak awal Kubu 02 konsisten dengan penyelesaian persengkataan pemilu sesuai dengan UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu.

Kalau mereka konsisten dengan apa yang telah diatur mekanismenya sesuai dengan UU itu, maka kata dia, tidak semestinya menyatukan proses kewenangan yang dimiliki Bawaslu, Gakumdu, DKPP dan pidana pemilu itu, diselesaikan penyelesaiannya kepada Mahkamah Konstitusi.

"Sekali lagi, kami yakin MK akan memenangkan kami dan menolak tuntutan diskualifikasi itu. Tanpa mendahului keputusan MK, kami optimis kami akan memenangkan persidangan di MK ini," ujarnya.

(Kompas.com/tribunnews.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas