Garuda Indonesia Akan Tentukan Nasib Kerja Sama dengan Mahata dalam 14 Hari ke Depan
Perusahaan Maskapai PT Garuda Indonesia akan menentukan nasib kerjasama dengan PT Mahata Aero Teknologi.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews ,Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perusahaan Maskapai PT Garuda Indonesia akan menentukan nasib kerjasama dengan PT Mahata Aero Teknologi.
Evaluasi kerjasama tersebut terkait dengan kisruh laporan keuangan PT Garuda Indonesia.
"Soal Mahata, kita akan ikuti, setelah komunikasi, apa yang akan jadi arahan dari regulator sehingga nanti kita tetapkan. Dalam 14 hari ke depan, kita akan tentukan posisi dari kontrak Mahata," kata Direktur Utama Garuda Indonesia Ari Askhara di Kantor Garuda Indonesia, Jalan Kebon Sirih, Jakarta, Minggu, (30/6/2019).
Ari mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti hasil laporan OJK mengenai laporan keuangan Garuda.
Garuda Indonesia akan berkomunikasi dengan berbagai pihak menyikapai putusan OJK tersebut.
"Terima kasih kepada OJK apa yang harus kita lakukan dan kita sesuai dengan jadwal waktu yang sudah ditetapkan, yaitu 14 hari dari pengumuman kemarin. Kita akan disiplin. Dan kita lakukan komunikasi sehngga nantinya tidak terjadi lagi apa yang kita persepsikan," katanya.
Baca: Usai Penetapan Presiden Terpilih, PPP: Sudah Saatnya Energi Digunakan Untuk Memajukan Bangsa
Baca: Sederet Artis Ini Melayat di Rumah Duka Jeon Mi Sun, Ada yang Masih Tak Percaya Ditinggal Selamanya
Baca: Mengorek Informasi di Lingkungan Tempat Tinggal Terduga Teroris yang Sudah Buron 16 Tahun
Mahata merupakan perusahaan yang bekerjasama dengan Garuda Indonesia dalam penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan.
Dari perjanjian kerjasama Mahata dengan Citilink itu, Garuda mendapatkan keuntungan atau pendapatan sebesar 239,94 juta dolar AS.
Berdasarkan kerjasama tersebut Laporan Keuangan Garuda Indonesia pada 2018 tercatat untung.
Namun dua komisaris Garuda menolak menandatangani laporan keuangan tersebut.
Menurut meraka ada yang salah dengan laporan keuangan itu.
Seharusnya kerjasama dengan PT Mahata tidak dimasukan ke dalam pendapatan, karena belum dibayar dan durasi kerjasamanya sangat panjang yakni 15 tahun.
Kisruh laporan keuangan itu, membuat OJK turun tangan.
OJK mengumumkam hasil penyelidikan kasus Laporan Keuangan Tahunan (LKT) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) per 31 Desember 2018 di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (28/6/2019).
OJK bersama Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) Kemenkeu, Bursa Efek Indonesia, dan pihak terkait lainnya memeriksa lapkeu perusahaan berpelat merah itu terutama terkait pengakuan pendapatan atas perjanjian kerja sama dengan PT Mahata Aero Teknologi.
Baca: Jokowi: Saya Akan Sangat Bahagia Jika Prabowo dan Sandiaga Uno Hadir Saat Pelantikan Presiden
Hasilnya, OJK memberikan Perintah Tertulis kepada Garuda Indonesia untuk memperbaiki dan menyajikan kembali (restatement) LKT Garuda Indonesia per 31 Desember 2018 serta melakukan paparan publik (public expose) atas perbaikan dan penyajian kembali LKT tersebut.
Keputusan kedua, mengenakan Sanksi Administratif Berupa Denda sebesar Rp 100 juta kepada Garuda atas pelanggaran Peraturan OJK Nomor 29/POJK.04/2016 tentang Laporan TahunanEmiten atau Perusahaan Publik.
Ketiga, mengenakan Sanksi Administratif Berupa Denda masing-masing sebesar Rp 100 juta kepada seluruh anggota Direksi Garuda Indonesia atas pelanggaran Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.11 tentang Tanggung Jawab Direksi atas Laporan Keuangan.
Keempat, mengenakan Sanksi Administratif Berupa Denda sebesar Rp 100 juta secara tanggung renteng kepada seluruh anggota Direksi dan Dewan Komisaris Garuda Indonesia yang menandatangani Laporan Tahunan Garuda periode tahun 2018 atas pelanggaran Peraturan OJK Nomor 29/POJK.04/2016 tentang Laporan TahunanEmiten atau Perusahaan Publik.
Kelima, mengenakan Sanksi Administratif Berupa Pembekuan Surat Tanda Terdaftar (STTD) selama satu tahun kepada Kasner Sirumapea (Rekan pada KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan (Member of BDO International Limited)), dengan STTD Nomor: 335/PM/STTD-AP/2003 tanggal 27 Juni 2003.