Pernyataan Terbaru Parpol Eks Pendukung Prabowo-Sandi Pasca-Dibubarkan, Demokrat hingga PAN
Pasca-dibubarkannya Koalisi Adil Makmur, parpol yang semula mendukung Prabowo-Sandiaga belum menentukan sikap apakah bakal menjadi oposisi atau tidak
Penulis: Daryono
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Pasca-dibubarkannya, Koalisi Adil Makmur, parpol-parpol yang semula mendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno belum menentukan sikap apakah bakal menjadi oposisi atau merapat ke pemerintah.
Meski belum menyatakan sikap secara terbuka, sejumlah parpol sudah memberi sinyal terkait posisi partainya.
Berikut rangkuman berita terbaru sikap parpol pendukung Prabowo-Sandi setelah dibubarkan, sebagaimana dirangkum dari Kompas.com, Senin (1/7/2019):
1. Demokrat Tentukan Sikap Usai 40 Hari Meninggalnya Ani Yudhoyono
Internal Partai Demokrat belum satu suara dalam menentukan sikap politik pascapenetapan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode 2019-2024.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Pandjaitan mengatakan, sikap kader masih terbelah.
Baca: Bagaimana Jika Gerindra Gabung Koalisi Pemerintah? Ini Dampaknya bagi Demokrasi Tanpa Oposisi
Ada yang menyatakan ingin bergabung ke dalam koalisi pendukung pemerintah.
Ada pula yang tetap bersikukuh berada di oposisi.
"Per hari ini ada yang mau minta di oposisi saja, atau di luar seperti sekarang. Ada juga yang berpendapat bagus bersama-sama (koalisi pendukung pemerintah)," kata Hinca di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (1/7/2019).
Penentuan keputusan semakin kompleks melihat peta dukungan di akar rumput.
Di 80 daerah pemilihan Partai Demokrat yang unggul, ada daerah yang Pilpres-nya dimenangkan Jokowi-Ma'ruf.
Namun tidak sedikit juga yang dimenangkan oleh Prabowo-Sandiaga.
Baca: Wacana Eks Koalisi Prabowo-Sandi Gabung Jokowi-Ma’ruf
Oleh sebab itu, lanjut Hinca, arah politik Partai Demokrat nantinya akan ditentukan di forum Majelis Tinggi Partai Demokrat.
Ia memperkirakan, Majelis Tinggi Partai Demokrat sudah memiliki keputusan pada tanggal 10 Juli 2019.
Momen itu merupakan hari ke-40 wafatnya Kristiani Herawati atau Ani Yudhoyono, istri Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono.
2. PKS Sebut Pengukung Inginkan PKS Jadi Oposisi
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera ( PKS) Mardani Ali Sera menuturkan, hingga saat ini partainya belum menentukan arah dan sikap pasca-Pilpres 2019.
Artinya PKS belum menentukan apakah akan tetap menjadi oposisi atau bergabung dalam koalisi pendukung Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Namun, Mardani mengatakan, para pendukung Prabowo Subianto ingin seluruh partai yang mendukung pasangan capres-cawapres nomor urut 02 bertransformasi menjadi oposisi.
"Saya pribadi mendapat banyak masukan dari pendukung PKS dan pendukung Pak Prabowo, hendaklah seluruh koalisi 02 bertransformasi menjadi kekuatan oposisi yang kritis dan konstruktif," ujar Mardani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/7/2019).
Secara pribadi Mardani setuju jika PKS, Gerindra, PAN dan Demokrat memutuskan menjadu opsisi.
Dengan demikian, terdapat lima partai pendukung pemerintah dan empat partai oposisi di parlemen.
3. Gerindra: Mayoritas Kader Ini Gerindra Jadi Oposisi
Anggota Dewan Penasihat DPP Partai Gerindra Raden Muhammad Syafi'i menjawab prediksi pengamat terkait kemungkinan bergabung dengan koalisi pendukung Jokowi-Maruf Amin.
Syafi'i mengakui perdebatan soal posisi partai pascaputusan Mahkamah Konstitusi terkait sengketa hasil Pilpres 2019 sempat mengemuka di tengah kader.
Namun, Syafi'i menegaskan bahwa mayoritas para kader ingin Partai Gerindra tetap menjadi oposisi.
"Ketika kita memilih oposisi kecenderungan kader arahnya sama, memilih menjadi oposisi," ujar Syafi'i saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/7/2019).
Baca: Sandi Pastikan Tidak Berkoalisi Dengan Pemerintah, Yang Tak terpilih Jadi Penyeimbang
Menurut Syafi'i, Partai Gerindra sudah terbiasa menjadi oposisi.
Sehingga perdebatan mengenai arah dan sikap partai sudah semakin berkurang.
Pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono Boediono periode 2009-2014, Partai Gerindra menempatkan posisinya sebagai oposisi pemerintah.
Kemudian, pada periode 2014-2019 di bawah Pemerintahan Joko Widodo Jusuf Kalla, partai yang diketuai oleh Prabowo Subianto itu kembali memilih menjadi oposisi.
Saat itu, Partai Gerindra yang mengusung Prabowo dengan Ketua Umum PAN Hatta Rajasa memang kalah dalam Pemilu 2014 yang dimenangkan Jokowi-Jusuf Kalla.
"Mungkin karena sudah terbiasa jadi oposisi maka perbedaan pendapat apakah menjadi partai pendukung atau menjadi oposisi itu perdebatannya semakin berkurang," kata Syafi'i.
4. PAN Putuskan Lewat Rakernas
Sekjen Partai Amanat Nasional ( PAN) Eddy Soeparno mengatakan, partainya belum menentukan sikap politik pasca-pembubaran koalisi parpol pendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pada Pilpres 2019.
Menurut Eddy, arah dan sikap politik PAN akan ditentukan melalui Rapat Kerja Nasional (Rakernas) sekaligus evaluasi terhadap hasil Pemilu Legislatif 2019.
"Pasti ada evaluasi terhadap hasil pileg dan menyikapi agenda politik ke depan, salah satu yang penting pilkada serentak, lalu legislatif, dan arah politik PAN ke depan. Rakernas akhir Juli atau awal Agustus," ujar Eddy saat ditemui di media center pasangan Prabowo-Sandiaga, Jalan Sriwijaya I, Jakarta Selatan, Jumat (28/6/2019).
Eddy mengakui adanya berbagai opsi dan masukan terkait arah dan sikap politik PAN.
Baca: Resmi Bubar, Koalisi BPN Wacanakan Forum Komunikasi
Ada sejumlah kader yang mengusulkan PAN tetap menjadi oposisi dan menyarankan agar bergabung ke koalisi pendukung pemerintah.
Ada pula yang mengusulkan agar PAN tetap menjadi partai penyeimbang.
"Intinya saya minta agar semua pendapat itu dihargai meski tidak sepakat antara para kader," kata Eddy.
(Tribunnews.com/Daryono) (Kompas.com/Kristian Erdianto/Ardito Ramadhan)