Tak Bangga Jika Gabung Koalisi Pemerintah, PKS : Kalau Semua Seragam Jadilah Neo Orba
Menurut Mardani Ali Sera, partainya tak merasa bangga jika bergabung dengan mereka pascapilpres 2019
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Mekanisme ini dibutuhkan untuk mewujudkan tata kelola dan penyelenggaraan pemerintahan yang terkontrol sehingga pemerintahan yang sedang berkuasa tidak keluar "jalur" dan bertindak sewenang-wenang.
Baca: Kata Anies soal Penerbitan IMB di Pulau Reklamasi Tak Perlu Konslutasi DPRD DKI
Oleh karena itu, kelompok oposisi juga harus diperkuat untuk memaksimalkan perannya sebagai penyeimbang kekuasaan.
"Mekanisme “checks and balances” harus dipandang sebagai satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan dari sistem demokrasi itu sendiri," kata Pangi dalam keterangannya, Senin (1/7/2019).
Berkuasa atau berada dalam barisan oposisi menurut Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting ini adalah satu paket.
Tujuannya, tetap sama yakni memastikan negara berjalan sesuai konstitusi dan meminimalisir terjadinya penyimpangan dan penyelewengan kekuasaan.
Menurut Pangi, pandangan sinis terhadap oposisi sebagai kelompok "penggangu" harus diluruskan, karena pemahaman yang sangat keliru dan fatal dalam berfikir.
![Calon Presiden Nomor Urut 1, Joko Widodo dan no urut 2, Prabowo Subianto bersalaman usai Debat Kedua Calon Presiden, Pemilihan Umum 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2/2019).](http://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/joko-widodo-prabowo-subianto-2962019.jpg)
"Memandang sinis terhadap oposisi dan upaya mengkebiri kelompok ini sebagai "penggangu" stabilitas negara akan mendorong negara kejurang tirani mayoritas dan otoritarianisme," kata Pangi.
Oleh karena itu, lanjut Pangi, adanya upaya ‘rekomposisi’ koalisi pasca pilpres adalah bentuk ketidak-percayaan diri koalisi pemenang pilpres terhadap kekuatan politiknya sendiri.
Di sisi lain juga sebagai upaya membungkam kelompok oposi untuk melumpuhkan daya kritisnya terhadap kekuasaan sebagaimana yang telah dilakukan pada periode sebelumnya.
"Apakah belum cukup dukungan partai di parlemen sekarang terhadap pemerintahan Jokowi? Kalau kita perhatikan kekuatan politik dan dukungan partai di parlemen terhadap pemerintahan Jokowi, sudah lebih dari cukup yakni 60 persen," katanya.
Intrik politik semacam ini, tutur Pangi, semestinya bisa dihindari dengan upaya membentuk koalisi permanen yang tidak mudah goyah hanya karena godaan pembagian “kue kekuasaan” semata, meski terkadang kue yang dibagi-bagi itu sisa kekuasaan yang sudah basi.
Koalisi permanen akan mendorong kelompok oposisi punya proposal tandingan sebagai “second opinion” sehingga nantinya kebijakan pemerintah bukan hanya dikritik tanpa dasar, namun juga punya alternatif berfikir konstruktif dengan harapan bisa menjadi jalan pikiran yang lebih baik untuk perbaikan bangsa ke depannya.
"Soal tawaran agar Gerindra masuk ke koalisi pemerintah Jokowi bagaimana? Menurut pendapat saya, sebaiknya jangan, sebab kenapa? Pertama, tentu saja tidak sehat bagi sistem politik Indonesia ke depannya, kedua bisa menurunkan kualitas demokrasi kita," katanya.
"Salah satu kelemahan sistem presidential setengah hati adalah karena dipadukan dengan multipartai, ini yang sering kita sebut cacat bawaan sistem presidential multi-partai, tidak berlebihan saya sebut sistem presidential banci," tutur Pangi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.