Jokowi Disarankan Pilih Jaksa Agung dari Kalangan Internal
Hal lainnya yang menjadi sorotan Chairul adalah posisi jaksa agung selama ini yang masuk anggota kabinet.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Joko Widodo ditetapkan oleh KPU RI sebagai presiden terpilih periode 2019-2024.
Oktober 2019 mendatang Jokowi akan dilantik untuk kedua kalinya sebagai Presiden RI.
Kini publik menunggu siapa calon menteri yang akan diangkat Jokowi.
Terutama sosok jaksa agung RI yang merupakan posisi sangat strategis di dalam pemerintahan.
Terkait hal itu, Mantan Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Chairul Imam menjelaskan kriteria calon jaksa agung yang tepat.
"Setiap kali presiden memilih jaksa agung seperti memilih menteri. Padahal itu tidak tepat sebab beda kejaksaan agung sebagai institusi dengan kementerian," ujar Chairul di Jakarta, Senin (1/7/2019).
Menurut dia, menteri yang memimpin kementerian keputusan yang dihasilkan bersifat politis.
Berbeda dengan jaksa agung yang merupakan decision maker mengambil keputusan bukan atas pertimbangan politis.
"Artinya seorang jaksa agung harus tahu seperti apa dunia kejaksaan. Kalau seorang menteri tidak perlu terlalu detail mengetahui soal kementerian karena ada dirjen-nya," kata dia.
"Jadi kenapa seorang jaksa agung harus tahu detail masalah di lingkungan kejaksaan agung karena dia decision maker sehingga jaksa agung seharusnya dijabat orang dalam," Chairul menambahkan.
Selain itu, yang tak kalah penting seorang jaksa agung harus benar-benar yang memiliki track record bersih dan berpengalaman menangani persoalan penting di kejaksaan agung sehingga kinerjanya teruji.
"Dia punya pengalaman operasional manajemen, intelijen dan lain-lain. Itu perlu menjadi perhatian presiden," katanya.
Hal lainnya yang menjadi sorotan Chairul adalah posisi jaksa agung selama ini yang masuk anggota kabinet.
Menurut Chairul presiden Jokowi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan harus dipisahkan statusnya dalam memilih jabatan setingkat menteri.
"Jaksa agung hendaknya di bawah presiden tapi sebagai kepala negara bukan kepala pemerintahan sehingga kejaksaan agung tidak bisa diobok-obok politik praktis. Jabatan gubernur BI misalnya itu di bawah kepala negara," kata Chairul.
Baca: Mahfud MD: Mungkin Akan Ada Proses Politik Pembentukan Kabinet, Silakan Saja Dibicarakan Baik-baik
Dia mencontohkan kalau jabatan jaksa agung ada di bawah kabinet maka putusannya bisa mendadak batal jika ada menteri lainnya yang keberatan.
"Sistem pengangkatan jaksa agung oleh presiden sebagai kepala negara. Kalau jabatannya di bawah kepala pemerintahan maka jika presiden diganti otomatis penegakan hukum bisa stagnan. Sebab jabatannya tergantung kemauan presiden," ujar Chairul.
"Jaman Presiden Gus Dur jaksa agung dilantik sendiri tidak bersama menteri yang lain,' ujar Chairul.