Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Masih Hirup Udara Bebas, KPK Cegah Direktur Utama PJT II Djoko Saputro

Seusai diperiksa perdana sebagai tersangka pada Selasa (18/12/2018), Djoko masih menghirup udara bebas hingga kini.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Masih Hirup Udara Bebas, KPK Cegah Direktur Utama PJT II Djoko Saputro
Ilham Rian Pratama/Tribunnews.com
Djoko Saputro 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pelarangan ke luar negeri terhadap 2 orang dalam kasus korupsi pengadaan pekerjaan jasa konsultansi di Perum Jasa Tirta (PJT) II tahun anggaran 2017.

Mereka yang ditahan atas nama Direktur Utama Perum Jasa Tirta II Djoko Saputro dan seorang psikolog bernama Andririni Yaktiningsasi.

Surat pelarangan ke luar negeri tertanggal 1 Juli 2019 telah kami kirimkan ke Imigrasi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada pewarta, Selasa (2/7/2019).

Diketahui, KPK menetapkan Direktur Utama Perum Jasa Tirta II Djoko Saputro dan seorang swasta bernama Andririni Yaktiningsasi sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan pekerjaan jasa konsultasi di Perum Jasa Tirta II tahun 2017.

Seusai diperiksa perdana sebagai tersangka pada Selasa (18/12/2018), Djoko masih menghirup udara bebas hingga kini.

Baca: Antasari Usul Agar KPK Miliki Dewan Pengawas

Djoko sendiri pernah meraih penghargaan Revolusi Mental Award sebagai salah satu The Best Leader.

Pada 2016 atau setelah diangkat sebagai bos Waduk Jatiluhur, Djoko memerintahkan relokasi anggaran.

BERITA TERKAIT

Revisi anggaran dilakukan dengan mengalokasikan tambahan anggaran pada pekerjaan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Strategi Korporat yang pada awalnya senilai Rp2,8 miliar menjadi Rp9,55 miliar.

Anggaran tersebut terdiri dari perencanaan strategis korporat dan proses bisnis senilai Rp3.820.000.000.

Selain itu Djoko juga mengubah anggaran perencanaan komprehensif pengembangan SDM Perum Jasa Tirta II sebagai antisipasi pengembangan usaha perusahaan menjadi senilai Rp5.730.000.000.

Perubahan anggaran ini diduga dilakukan Djoko tanpa adanya usulan baik dari unit lain dan tidak sesuai aturan yang berlaku.

Setelah revisi anggaran, Djoko diduga memerintahkan pelaksanan kedua kegiatan tersebut dengan menunjuk Andririni sebagai pelaksana.

Dalam menggarap kedua kegiatan itu, Andririni menggunakan bendera perusahaan PT Bandung Management Economic Center (BMEC) dan PT Dua Ribu Satu Pangripta.

Realisasi penerimaan pembayaran untuk pelaksanaan proyek sampai dengan tanggal 31 Desember 2017 untuk kedua pekerjaan tersebut adalah Rp5.564.413.800.

Padahal, pelaksanaan lelang diduga dilakukan dengan rekayasa dan hanya formalitas.

Bahkan, nama-nama para ahli yang tercantum dalam kontrak hanya dipinjam dan dimasukan ke dalam dokumen penawaran PT BMEC dan PT Dua Ribu Satu Pangripta sebagai formalitas untuk memenuhi administrasi lelang.

Selain itu, penanggalan dokumen administrasi lelang secara backdated.

Akibat rekayasa yang dilakukan Djoko dan Andririni tersebut, keuangan negara diduga dirugikan hingga Rp3,6 miliar.

Kerugian negara ini diduga merupakan keuntungan yang diterima Andririni dari kedua pekerjaan tersebut atau setidaknya lebih dari 66 persen dari pembayaran yang telah diterima.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas