Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Politikus PKB Nilai Tidak Ada Beda Partai Pemerintah Dengan Oposisi

Abdul Kadir Karding menyebut belum ada aturan jelas dalam konstitusi soal posisi partai pemerintah dan partai oposisi.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Politikus PKB Nilai Tidak Ada Beda Partai Pemerintah Dengan Oposisi
tribunnews.com/ Chaerul Umam
Diskusi Empat Pilar MPR RI bertajuk Peran MPR dalam Memperkuat Sistem Presidensial, di Media Center Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (5/7/2019). 

Menurut wakil ketua Komisi II DPR RI ini, Gerindra, PAN dan Partai Demokrat juga sejauh ini masih belum menegaskan sikapnya apakah akan bergabung dengan pemerintah atau seperti PKS mengambil posisi menjadi oposisi.

"Semua masih melakukan proses internal," jelas Mardani Ali Sera.

Sejalan dengan proses internal yang masih berlangsung tersebut, PKS terus membuka komunikasi untuk menjelaskan urgensi oposisi di periode pemerintahan 2019-2024.

Baca: Sambangi BNPT, Wadah Pegawai KPK Terus Kawal Seleksi Pimpinan KPK

"Komunikasinya masih berjalan. Kami coba jelaskan urgensi oposisi. Kami mengajak semua koalisi Adil Makmur dan Rakyat Indonesia menjadi Oposisi Konstruktif bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo–KH Maruf Amin."

"Saatnya kita merapikan barisan untuk menjadi oposisi yang kritis dan konstruktif sebagai kekuatan penyeimbang pemerintah. Selama kita istiqomah membela rakyat sama saja kebaikan yang di dapat, baik di dalam ataupun di luar pemerintahan," paparnya.

Semangat demokrasi

Direktur Eksekutif Indikator Burhanuddin Muhtadi mengatakan, ajakan Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) merangkul partai oposisi dalam kabinetnya perlu diwaspadai.

Berita Rekomendasi

Menurut Burhanuddin, saat ini ada indikasi partai oposisi seperti Partai Gerindra, Demokrat, PAN, dan PKS mulai cair menerima ajakan Jokowi.

Direktur Eksekutif Indikator Burhanuddin Muhtadi saat ditemui di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (1/7/2019).
Direktur Eksekutif Indikator Burhanuddin Muhtadi saat ditemui di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (1/7/2019). (Tribunnews.com/ Fransiskus Adhiyuda)

"Upaya dari Pak Jokowi untuk merangkul partai-partai oposisi tapi disaat yang sama banyak partai oposisi yang tergiur untuk masuk kedalam kabinet pemerintahan."

"Kalau ini terjadi ini akan mematikan semangat demokratik dan check and balances. Ini yang harus kita waspadai," kata Burhanuddin Muhtadi saat ditemui di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (1/7/2019).

Baca: Tetap Ditolak Wanita Pujaan Hati Meski Sudah Kurus, Ahmad Zikri Akui Tak Menyesal Jalani Diet Ketat

Baca: Pengalaman Berbelanja Menggunakan Virtual Reality untuk Konsumen Energizer

Baca: Usia Baru 7 Tahun, Bocah di Karawang Ini Bobotnya 97 Kg, Sehari Makan 7 Kali, Belum Termasuk Baso

Burhanuddin pun mengatakan, demokrasi yang sebenarnya yakni koalisi pemerintah yang stabil, pemerintah yang efisien dan efektif tapi disaat bersama partai oposisi yang digdaya dan bertenaga itu dua hal yang tidak bisa dipisahkan.

Lebih lanjut, ia menyebut, jika semua partai termasuk yang kalah dalam Pilpres kemudian beramai-ramai masuk ke dalam pemerintahan, dikhawatirkan satu pilar demokrasi yakni oposisi akan tumbang.

"Saya minta kepada presiden maupun parpol pendukung Prabowo untuk tidak ramai-ramai masuk ke dalam pemerintahan karena dalam demokrasi narasi di pemilu itu harus ditranslasikan pasca pemilu," ungkapnya.

"Artinya setelah pemilu selesai lalu narasinya berhenti. Ini yang terjadi kan tidak yang terjadi seolah-olah narasi kampanye di waktu pemilu terputus dengan apa yang dilakukan partai pasca Pemilu," ujarnya.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas