Bamsoet sebut UU ITE Perlu Dievaluasi
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menilai Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) perlu dikaji dan dievalusi.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menilai Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) perlu dikaji dan dievalusi.
Hal itu menyusul tak sedikit orang yang menjadi korban atas perkara UU ITE, termasuk seorang guru honorer asal Mataram, Baiq Nuril.
"Ya ini harus dilihat kasus per kasus dan nanti kita minta kajian dari berbagai pihak apakah UU ITE ini yang sudah berlaku ini perlu dievaluasi lagi," kata Bamsoet, panggilan akrabnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (8/7/2019).
Lebih lanjut, Bamsoet mengatakan Komisi I DPR masih perpandangan UU ITE sangat penting untuk menjaga kehormatan warga negara.
Baca: BMKG: Peringatan Dini Sejumlah Wilayah Alami Cuaca Ekstrem Besok, 9 Juli 2019
Baca: Menhan Persilakan Anggota TNI Daftar Calon Pimpinan KPK
Baca: Dua Warga Tenggelam di Krueng Meurebo, Satu Meninggal, Korban Lainnya Masih Dicari
Melalui kepentingan-kepentingan yang tidak benar dan menyebarkannya secara tidak bertanggung jawab.
Namun, UU ITE ini bisa saja direvisi melihat dinamika yang berkembang di masyarakat.
Apalagi, kasus yang menjerat Baiq Nuril memberikan anggapan bahwa pasal yang dalam UU itu tersebut merupakan 'pasal karet'.
"Terkait Baiq Nuril tadi saya juga sudah mendengar suara dari Komisi III dan juga mendorong dan meminta Presiden untuk memeprtimbangkan memberikan amnesti," pungkasnya.
Sebelumnya, Majelis hakim Mahkamah Agung (MA) akhirnya menolak Peninjauan Kembali (PK) tenaga honorer SMAN 7 Mataram, Baiq Nuril dalam kasus penyebaran konten bermuatan asusila.
Dengan ditolaknya PK tersebut, Baiq Nurilpun tetap divonis 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsidier tiga bulan kurungan sesuai dengan vonis kasasi.
"Sudah putus. Mahkamah Agung menolak permohonan peninjauan kembali (PK) pemohon/terpidana Baiq Nuril yang mengajukan PK ke MA dengan nomor 83 PK/Pid.Sus/2019," ujar juru bicara MA, Hakim Agung Andi Samsan Nganro dalam keterangan tertulisnya, Jumat (5/7/2019).
Setelah upaya PK yang diajukannya ditolak, Baiq Nuril membuat surat kepada Presiden Jokowi. Dalam surat itu, dia menagih janji Jokowi untuk memberikan amnesti.
"Bapak Presiden, PK saya ditolak, saya memohon dan menagih janji bapak untuk memberikan amnesti karena hanya jalan ini satu-satunya harapan terakhir saya," kata Baiq Nuril, dikutip dari tulisan tangan dalam lembaran kertas, Sabtu (6/7).