KPU: Sampai Saat Ini Pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 Disepakati 23 September 2020
Pelaksanaan pemungutan suara Pilkada serentak 2020 disepakati berlangsung Rabu, 23 September 2020.
Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Arief Budiman mengatakan hingga saat ini pelaksanaan pemungutan suara Pilkada serentak 2020 disepakati berlangsung Rabu, 23 September 2020.
Hal itu disampaikannya usai mengikuti rapat dengar pendapat bersama Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (8/7/2019).
Dalam rapat tersebut Komisi II DPR RI menyetujui rancangan PKPU (Peraturan KPU) mengenai tahapan, program, dan jadwal pelaksanaan Pilkada serentak 2020 termasuk tanggal pemungutan suara pada 23 September 2020.
Baca: Kronologi Anak Penggal Leher Ayahnya yang Lumpuh Pakai Kampak, Kepala Bapak Terpisah - Ibu Histeris
Baca: Wajib Tahu! Ini Kalender Festival Wisata Bulan Juli 2019 di Berbagai Daerah
Baca: 11 Hal Penting yang Harus Diperhatikan Ketika Pertama Kali Naik Pesawat
“Sampai hari ini iya, kalau misal nanti ada yang perlu disesuaikan akan kami sesuaikan, tapi sampai sekarang masih 23 September 2020,” ungkap Arief usai rapat.
Dalam rapat dengar pendapat tersebut sejumlah anggota Komisi II DPR RI tampak mengajukan usulan kepada KPU RI agar masa kampanye diperpendek dari 81 hari menjadi 60 hari saja.
Pertimbangannya untuk menghemat biaya penyelenggara dan peserta Pemilu hingga menghemat anggaran negara.
Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PAN, Yandri Susanto juga mengusulkan agar jika masa kampanye disetujui untuk diperpendek maka konsekuensinya adalah pelaksanaan pemungutan suara juga akan dimajukan.
“Itu termasuk yang disesuaikan tadi, kalau mau dipercepat ya masa kampanye bisa diperpendek atau pendaftarannya dimajukan,” tegas Arief.
Dalam rapat dengar pendapat itu Arief juga sempat menjawab usulan dari para anggota Komisi II DPR RI tersebut.
Ia pun mengatakan bila masa kampanye dikurangi maka berkurang pula waktu bagi KPU RI untuk melaksanakan tahapan sosialisasi.
“Termasuk waktu untuk lelang, produksi, dan distribusi logistik seperti surat suara akan berkurang. Tapi ini akan kami dalami dan bila disepakati untuk berkurang maka kami bisa lakukan hal-hal tersebut dalam tahapan lain,” katanya.
Usulan anggota DPR
Komisi II DPR RI menggelar rapat dengar pendapat bersama KPU, Bawaslu, dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (8/7/2019).
Rapat dilakukan guna membahas rancangan PKPU (Peraturan KPU) tentang tahapan, program, dan jadwal Pilkada serentak 2020.
Dalam rapat sejumlah anggota Komisi II DPR RI mengusulkan masa kampanye diperpendek menjadi 60 hari dengan berbagai pertimbangan.
KPU RI sendiri dalam rancangan PKPU-nya tersebut mencanangkan masa kampanye Pilkada serentak 2020 selama 81 hari.
Baca: LPSK Dorong Presiden Jokowi Beri Amnesti untuk Baiq Nuril
Baca: Disebut Sengaja Permalukan Mantan Istri, Galih Ginanjar Serahkan ke Pengacara untuk Berkomentar
Baca: Politikus PDIP Ungkap Peluang Paket Calon Pimpinan MPR Berasal dari Lintas Koalisi
“Masa kampanye 81 hari terlalu lama, menurut saya 60 hari saja sudah cukup untuk menghindari pemborosan biaya baik dari partai politik, peserta Pilkada, dan anggaran negara. Serta mencegah ketegangan sosial yang kita rasakan pada Pemilu 2019 kemarin,” ungkap Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PAN Yandri Susanto.
Karena itu Yandri meminta pelaksanaan pemungutan suara Pilkada serentak 2020 juga dipercepat karena masa kampanye juga diperpendek.
Pada rancangan PKPU tersebut KPU RI menetapkan tanggal 23 September 2020 sebagai tanggal pemungutan suara Pilkada serentak 2020.
“Sehingga kita juga bisa secara cepat mendapatkan hasil dari kontestasi itu,” imbuhnya.
Baca: Terawang Nasib Pernikahan Galih Ginanjar & Barbie Kumalasari, Wirang Birawa: Hidup Hukum Tabur Tuai
Menanggapi hal tersebut Ketua KPU RI Arief Budiman mengatakan ada dua pertimbangan.
Pertama tanggal 23 September 2020 bertepatan dengan Hari Rabu yang diyakininya meningkatkan angka partisipasi pemilih.
“KPU RI memiliki tradisi melaksanakan pemungutan suara pada Hari Rabu yang kami yakini meningkatkan partisipasi pemilih. Mengenai tanggal, KPU RI juga tak pernah memilih tanggal dengan digit satu angka dengan alasan bisa berkaitan dengan nomor urut salah satu pasangan calon nantinya,” ungkap Arif.
Ia pun mengatakan bila masa kampanye dikurangi maka berkurang pula waktu bagi KPU RI untuk melaksanakan tahapan sosialisasi.
“Termasuk waktu untuk lelang, produksi, dan distribusi logistik seperti surat suara akan berkurang. Tapi ini akan kami dalami dan bila disepakati untuk berkurang maka kami bisa lakukan hal-hal tersebut dalam tahapan lain,” katanya.
78 persen
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Akmal Malik menyebut 78 persen kepala daerah memiliki potensi untuk maju kembali mencalonkan diri dalam Pilkada serentak 2020.
Seperti diketahui 270 daerah akan menggelar Pilkada serentak pada 2020 mendatang.
Angka tersebuut terdiri dari 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
“Tujuh gubernur, tujuh wakil gubernur, 181 bupati, dan 29 wakil walikota berpotensi maju kembali di Pilkada serentak 2020, kalau dipersentasekan semuanya itu 78 persen dari total jumlah Pilkada. Sementara 221 wakil bupati dan 29 walikota juga berpotensi maju lagi atau persentasenya mencapai 90 persen,” ungkap Akmal Malik usai mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (8/7/2019).
Baca: Dunia Seni Jawa Timur Berduka, Seniman Rahmat Giryadi Meninggal Dunia di Sidoarjo
Baca: Ikut Tanggapi Polemik Video Ikan Asin, Elly Sugigi: Rey Utami Kayak Cuci Tangan
Baca: Lihat Reino Barack Dipukul Lawan, Aksi Syahrini di Pinggir Ring Tinju Ini Jadi Perhatian
Akmal mengatakan data potensi itu akan digunakan Kemendagri untuk mengevaluasi hal-hal terkait pelaksanaan Pilkada serentak 2020, terutama masalah netralitas ASN (aparatur sipil negara).
Menurutnya semakin besar calon petahana maju di kontestasi Pilkada maka semakin besar potensi untuk menyalahgunakan wewenangnya melakukan mutasi jabatan.
“Seperti yang Pak Abhan (Ketua Bawaslu) bilang ada perbedaan pemahaman terhadap mutasi apakah pengisian kekosongan jabatan atau bisa melakukan mutasi,” terangnya.
“Yang dikhawatirkan adalah seorang kepala daerah melakukan mutasi atas dasar dukung atau tidak mendukung, melakukan balas dendam karena tidak terpilih atau memberi promosi jabatan karena sudah mendukung. Tiga hal itu yang akan kita coba perbaiki regulasinya,” imbuh Akmal Malik.
Akmal menegaskan bahwa Kemendagri sendiri sudah pernah menerbitkan surat edaran bahwa kepala daerah yang maju kontestasi Pilkada hanya bisa melakukan pengisian kekosongan jabatan dan tidak bisa melakukan mutasi jabatan.
Baca: Cerita SMP Swasta di Surabaya Hanya Dapat 2 Murid Baru, Penambahan Pagu Akibat Demo Ortu Disoroti
Hal tersebut tertuang dalam Pasal 71 dan Pasal 162 UU No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang menyebut mutasi jabatan tak bisa dilakukan calon petahana selama enam bulan sebelum dan enam bulan setelah pencoblosan.
“Surat edaran itu dikeluarkan Kemendagri untuk pengisian kekosongan jabatan saja, untuk pergeseran jabatan tidak kami izinkan. Dengan aturan itu kan kita ingin menjaga netralitas ASN agar tidak dimanfaatkan, dan juga agar tidak menyalahgunakan fasilitas negara,” katanya.