Banyak Napi di Lapas dan Rutan Jadi Homoseksual dan Lesbian, Kakanwil Jabar Ungkap Penyebabnya
Informasi mengejutkan diungkapkan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat, Liberti Sitinjak.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Informasi mengejutkan diungkapkan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat, Liberti Sitinjak.
Ia mengatakan, sejumlah tahanan dan narapidana di Jabar menjadi homoseksual dan lesbian saat menjalani hukuman.
Kondisi penjara yang diisi jauh melebihi daya tampungnya, ujar Sitinjak, menjadi penyebab.
Ia mengatakan, total kapasitas ideal lapas dan rutan di Jabar adalah untuk 15.658 warga binaan.
Namun, catatan terakhir Kemenkum HAM, jumlah penghuninya 23,681 warga binaan.
"Ini sudah over crowded. Ibarat kata, di kamar narapidana, kaki ketemu kaki, kepala ketemu kepala, badan ketemu badan. Dampaknya munculnya homoseksualitas dan lesbian," ujar Liberti dalam acara yang dihadiri 2.000-an petugas lapas dan imigrasi, di SOR Arcamanik, Kota Bandung, Senin (8/7/2019).
Baca: BREAKING NEWS: Habib Bahar Bin Smith Divonis 3 Tahun Penjara
Ia mengatakan, kondisi ini harus segera diatasi karena homoseksual ini menular.
"Ini kerja besar kami. Over capacity ini berdampak tidak hanya pada napi, tapi juga pada kesehatan petugas. Kondisi ini juga membuat pembinaan tidak efektif," ujarnya.
Fenomena homoseks di kalangan narapidana, kata Sitinjak, menjadi keniscayaan manakala narapidana itu sudah berkeluarga.
"Gejala itu dari dulu sebenarnya sudah ada. Seseorang yang sudah berkeluarga lalu masuk ke lapas, otomatis kebutuhan biologisnya tidak tersalurkan," ujarnya.
Namun, Sitinjak menolak menyebutkan barapa banyak narapidana dan tahanan yang orientasi seksualnya berubah setelah mendekam di penjara.
"Gejala (homoseksualitas) itu ada. Hanya tidak etis saya buka. Bagaimanapun, pengelolaan lapas itu dapur saya," ujarnya.
Fenomena homoseksual di kalangan tahanan dan narapidana juga diungkapkan sejumlah petugas lapas se-Jabar yang hadir pada acara di SOR Arcamanik, kemarin.
"Saya pernah melihat perilaku homoseksual seperti itu. Saya kebetulan lihat laki-laki sama laki-laki," ujar seorang petugas lapas yang bertugas di Kota Bandung.
Namanya tertera di seragam yang ia kenakan. Namun ia tidak berkenan Tribun memublikasikannya.
Perilaku menyimpang itu, ujarnya, ia pergoki terjadi di kamar tahanan pada siang hari.
"Saat saya kontrol, saya lihat dua napi berduaan di kamar, di pojokan dekat toilet. Perbuatannya, intinya tidak normal. Saya enggak sengaja melihat dan saya langsung tegur karena saya harus menjalankan fungsi pembinaan. Salah jika saya biarkan," ujarnya.
Di tempatnya bertugas, kata petugas itu, satu kamar tahanan disertai WC dengan penyekat tembok setinggi leher sehingga ia masih bisa melihat perbuatan tidak normal dua laki-laki di toilet kamar itu.
"Kalau siang, kan, napinya keluar kamar, beraktivitas di luar kamar. Nah, ini ada dua laki-laki di kamar saat siang," ujarnya.
Tidak hanya napi laki-laki, perilaku seks menyimpang juga terjadi pada napi perempuan.
Ini diungkapkan seorang petugas lapas lainnya.
"Kejadiannya kurang lebih sama, tepergok saat siang hari di kamar, perempuan dan perempuan dalam posisi tidur, tapi tidak normal," ujar petugas lapas wanita yang bertugas di luar Kota Bandung itu.
Ia juga mengatakan, saat itu langsung menegur kedua napi tersebut.
"Saat itu keduanya bilang enggak ngapa-ngapain. Tapi, kan, posisi mereka dalam kondisi tidak normal. Setelah saya cek ke rekan-rekannya, memang begitu," ujar dia.
Y (40), mantan narapidana yang sempat dipenjara selama 1 tahun karena kepemilikan ganja, mengatakan, orientasi seks menyimpang di kalangan narapidana sudah menjadi rahasia umum.
"Kalau ada narapidana baru masuk, berparas menarik, kulit putih, awal-awal masuk pasti dikerjain dulu macam-macam sama narapidana senior. Kalau si penghuni barunya tidak melawan, ya habis dikerjain macam-macam, termasuk soal urusan seks. Kalau saya, alhamdulillah, tidak pernah. Saya bersyukur bisa melewati pidana tanpa ada hal-hal buruk menimpa saya," ujarnya.
Ia juga mengaku pernah memiliki teman sesama narapidana laki-laki yang punya sifat keperempuanan. "Pengalaman saya dulu, kami tahu kalau dia bisa 'dipakai'," ujarnya.
Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkum HAM Jabar, Abdul Aris, mengatakan, belum pernah melakukan pendataan berapa jumlah napi dan tahanan yang orientasi seksualnya berubah saat menjalani hukuman.
Namun, ia mengakui, perubahan orientasi seksual di kalangan sejumlah napi dan tahanan itu benar terjadi.
"Saya apresiasi pada petugas-petugas kami yang menghentikan perbuatan-perbuatan seperti itu, itu sangat bagus," ujar Aris. Meski belum melakukan pendataan, ia memastikan, fenomena homoseksual itu tak terjadi di 32 lapas dan rutan di Jabar.
"Enggak di setiap lapas. Tapi ada. Kemarin di Kabupaten Karawang tiga orang ada narapidana, waria. Kalau waria di dalam lapas kami pisahkan, kayak perempuan, nanti digimanain sama orang," ujar Aris.
Untuk mengetahui pasti berapa banyak napi dan tahanan di Jabar yang berubah orientasi seksnya, menurut Aris, perlu penelitian lebih lanjut.
"Saya belum berani katakan (jumlahnya) tanpa didukung data. Tapi yang pasti itu dampak dari membeludaknya penghuni lapas," katanya.
Kepala Lapas Banceuy, Kusnali, mengatakan, mereka yang jelas-jelas terindikasi memiliki orientasi seksual tak lazim sebenarnya bisa dikenali dari perilakunya.
Namun, pengamatan saja tak cukup sehingga kemungkinan perilaku itu terjadi tetap saja ada sekalipun langkah antisipasi seperti memisahkan napi yang keperempuan-perempuanan sudah dilakukan.
"Di kami ada tiga orang kalau tidak salah. Narapidana yang perilakunya agak keperempuanan, itu diantisipasi. Kemarin kami baru bahas rencana pemilahan penempatan narapidana, saya belum mendapat laporan dari staf saya soal kelanjutan rencana itu," ujar Kusnali. (Tribunjabar.id/Mega Nugraha)