Para Pencari Suaka di Kebon Sirih Manfaatkan Masjid Sebagai Tempat Mandi
"Kami bisa mandi di masjid. Kalau mau charge baterai HP, kami juga bisa lakukan di masjid," kata Massoome
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para pencari suaka dari tiga negara, Sudan, Somalia dan Afganistan masih bertahan di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (9/7/2019) petang.
Mereka terpaksa bertahan di sana karena menunggu kejelasan nasib, bergantung pada kebijakan pemerintah ataupun dari United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) alias Komisioner Tinggi PBB Untuk Pengungsi.
Baca: Massoome si Pencari Suaka di Kebon Sirih : Tetap Bertahan, Entah Sampai Kapan
Selama beberapa hari menggelandang, salah satu dari pengungsi mengaku bersyukur masih bisa membersihkan diri.
Massoome (27), mengatakan sekitar sepekan ke belakang ia memanfaatkan masjid yang ada di Kementerian BUMN untuk sekedar bersih-bersih diri hingga memandikan anaknya, Zahra yang berusia 10 bulan.
Di sana pula mereka memanfaatkannya untuk mengisi ulang daya baterai telepon genggamnya.
"Kami bisa mandi di masjid. Kalau mau charge baterai HP, kami juga bisa lakukan di masjid," kata Massoome di lokasi, Selasa (9/7/2019).
Katanya, mereka sangat terbantu dengan kehadiran masjid di sana.
"Biasanya kami duduk berjejer sambil charge HP, ngobrol bareng sama yang lain. Kami sangat dibantu dengan masjid yang ada di sini," imbuhnya.
Baca: Penelitian di Jepang Ungkap Perangkat WiFi Berisiko Turunkan Kesuburan Pria
Massoome bersyukur meski menggelandang, ia dan keluarga aman di Indonesia.
Sebab, di negara asalnya, Afganistan, masih dilingkupi suasana peperangan yang tak kunjung usai.
Bertahan, entah sampai kapan
Sejak sepekan lalu, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat nampak berbeda. Banyak tenda dan terpal menghiasi tepat di depan Kementerian BUMN, pun diseberangnya, Menara Ravindo.
Menara Ravindo sendiri ternyata merupakan kantor United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) alias Komisioner Tinggi PBB Untuk Pengungsi.
Baca: Sudah Selesaikan Investigasi Kasus Penyiraman Novel Baswedan, TPF Berikan Laporan ke Kapolri
Tenda dan terpal itu adalah milik para pengungsi yang bertahan mencari suaka.
Mereka berasal dari Sudan, Somalia, dan Afganistan.
Tiga negara tersebut saat ini tengah dirundung konflik.
Baca: PERAMPOK BERTOPENG Masuk Kamar Ibu Muda Saat Terlelap Tidur, Mertua Terbangun Saat Dengar Rintihan
Beberapa rumah mereka hancur lebur karena bom.
Singkat cerita, banyak penduduk tiga negara itu pergi keluar negaranya demi terhindar dari konflik yang menderu.
Seorang imigran asal Afganistan bernama Massoome (27) mengungkap ceritanya hingga tiba di Indonesia tiga bulan lalu.
Massoome mengaku pergi bersama suami dan seorang anaknya menggunakan pesawat.
Tapi, setibanya di Indonesia mereka malah ditipu oleh seseorang yang mengiming-imingi bisa memberi bantuan.
Oknum itu mensyaratkan kepada mereka untuk menyerahkan identitas yang dimiliki, termasuk paspor.
Bukan bantuan yang didapat, sang oknum malah membawa kabur paspor beserta identitas keluarga Massoome.
"Paspor kami hilang diambil seseorang. Dia mengaku mau bantu kami, dan pergi membawa identitas kami. Saya kebingungan, dan saya menunggu kabar dari UNHCR," kata Massoome di lokasi, Selasa (9/7/2019).
Ketika Tribunnews.com tengah mewawancarai Massoome, Zahra, anaknya yang baru berusia 10 bulan nampak aktif bercengkrama dengan orang-orang disekitarnya.
Di umurnya yang belum sampai satu tahun, Zahra harus bermain menghabiskan hari-harinya di pinggir jalan, di bawah teduhnya atap Halte Kebon Sirih, depan Kementerian BUMN.
Zahra mondar-mandir mencari sesuatu yang "mungkin" bisa ia jadikan sebagai mainannya.
Ia terpaksa bermain di pinggir jalan dengan resiko tertabrak kendaraan yang melintas kencang.
Beberapa kali Massoome harus menarik Zahra bila ia bermain terlalu ke bibir trotoar.
Tak hanya Zahra, anak-anak para pengungsi lainnya juga cuma bisa tidur-tiduran di bawah sinar senja matahari sore itu.
Baca: Wajahnya Terlihat Letih, Gunawan Dwi Cahyo Ungkap Rasa Lelahnya Setelah Diperiksa Polisi
Mereka seakan tidak menghiraukan orang-orang ataupun kendaraan bermotor yang lalu lalang di hadapannya.
Para pengungsi ini terpaksa bertahan, karena tak ada lagi tempat yang bisa mereka jadikan sebagai lokasi berteduh.
Massoome Masih Bisa Tersenyum
Kendati demikian, Massoome masih bisa tersenyum. Ia yang kurang begitu lancar berbahasa Indonesia kembali menceritakan pengalamannya selama menggelandang di sana.
Sambil duduk di atas tikar tipis warna biru, ia mengaku mendapat perlakuan ramah dari penduduk Indonesia yang melintas.
Baca: Ditegur Jokowi, Menteri LHK: Saat Ini Perizinan Lebih Cepat
Katanya, tak jarang mereka mendapat sumbangan berupa uang atau bahkan makanan untuk dikonsumsi. Semisal roti dan air mineral botol.
"Orang-orang Indonesia baik. Mereka sering memberi kita makan dan uang," katanya melanjutkan cerita.
Massoome paham dirinya bersama pengungsi yang lain tak bisa bertahan terus menerus di sana. Suatu saat ia harus pergi dari negeri ini.
Baca: Okie Agustina dan Suaminya Diperiksa Polisi Lebih dari 7 Jam
Untuk itu ia berharap bisa mendapat tempat tinggal baru di negara tujuannya. Salah satunya lewat bantuan biaya dari UNHCR ataupun pemerintah Indonesia.
"Kami tidak bisa pilih mau ke negara mana. Kami hanya bisa menunggu kabar dari UNHCR. Saya akan tunggu terus di sini sampai saya mendapat kabar," ungkap Massoome.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.