Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Gagal Ajukan Permohonan Perbaikan ke MK, Kuasa Hukum Caleg Partai Demokrat Ungkap Soal Hantu

Dalam agenda pembacaan permohonan Pemohon hari ini, Majelis Hakim Konstitusi sempat menegur kuasa hukum Partai Demokrat saat membacakan perkara 115.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Gagal Ajukan Permohonan Perbaikan ke MK, Kuasa Hukum Caleg Partai Demokrat Ungkap Soal Hantu
Tribunnews/JEPRIMA
Ilustrasi; Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman saat memimpin sidang sengketa pilpres 2019 di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (27/6/2019). Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menolak semua gugatan dari pemohon. Tribunnews/Jeprima 

Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang sengketa hasil pemilihan legislatif 2019 kembali digelar, Rabu (10/7/2019).

Dalam agenda pembacaan permohonan Pemohon hari ini, Majelis Hakim Konstitusi sempat menegur kuasa hukum Partai Demokrat saat membacakan perkara 115, nomor 55.

Awalnya Kuasa hukum dari caleg Partai Demokrat Indrawati Sukadis Dapil 6 Jawa Tengah nomor urut 1, atas nama Dormauli Silalahi membacakan permohonan tanggal 1 Juni 2019.

Padahal Majelis Hakim sebelumnya sudah mengingatkan bahwa permohonan yang dibacakan dalam sidang hari ini mengacu pada perbaikan permohonan paling lama tertanggal 31 Mei 2019.

Baca: Hakim Konstitusi Tegur Kuasa Hukum Keponakan Prabowo karena Terlambat Ajukan Gugatan

Baca: Tanggapi Posisi Persis Solo di Klasemen Liga 2, Kaesang Pangarep: Mungkin Butuh Logo Sang Pisang

Baca: Kisah Asmara Wanita Asal Jeneponto Rela Kawin Lari Hingga Berakhir Minum Racun Akibat Uang Panaik

Baca: Konflik Antar-Suku Terjadi di Papua Nugini, 24 Orang Tewas Termasuk Dua Wanita Hamil

"Kami kan sudah ingatkan yang dibawa ke persidangan ini kan yang perbaikanya disampaikan sampai tanggal 31 Mei. Jangan masukan yang lain," kata Majelis Hakim MK, Saldi Isra di dalam sidang, Rabu (10/7/2019).

"Ibu harus patuh pada hukum acara ya. Hukum acara itu mengatakan yang dipertimbangkan itu permohonan sampai 31 Mei. Yang lainya tidak akan dipertimbangkan. Jadi jangan merusak hukum acara," tegas Saldi.

Berita Rekomendasi

Kemudian, kuasa hukum Partai demokrat lainnya Mehbob mengungkap alasan mengapa mereka terlambat menyampaikan perubahan permohonan hingga lewat dari tenggat waktu yang ditetapkan MK.

Sepenuturan Mehbob, sebenarnya tim hukum Partai demokrat sudah persiapkan perubahan permohonan untuk disampaikan tanggal 31 Mei 2019.

Bahkan berkas perubahan itu diserahkan bersamaan dengan permohonan lainnya dari Partai Demokrat.

Tapi entah mengapa, Mehbob mengira langkah mereka seakan dihambat oleh kehadiran sosok hantu yang bergentayangan di Gedung MK.

Sosok hantu itu, kata Mehbob menghilangkan dokumen permohonan perbaikan kliennya dsri tumpukan yang telah mereka susun.

"Sebenarnya kami sudah memeprsiapkan perubahan itu tanggal 31, bahkan perubahan itu kita antarkan bersama permohonan yang lain. Tapi entah apa ada hantu dalam ruang persiapan, dalam perjalanan, ataupun di sini (Gedung MK)," ungkap Mehbon dalam persidangan.

Mendengar tudingan ruangan sidang maupun Gedung MK berhantu, Hakim MK Aswanto langsung memotong pernyataan Mehbob.

"Sebentar pak. Jangan menuduh MK ada hantu kalau nggak ada bukti," kata Hakim MK Aswanto.

"Ya mungkin di ruang persiapan kami," ucap Mehbon menimpali.

Hakim MK Aswanto kemudian meminta kuasa hukum Partai Demokrat jangan berdebat kusir dalam ruang persidangan.

Ia meminta pihak Pemohon kembali membacakan permohonan mengacu pada tanggal 31 Mei 2019.

"Saya kira kita nggak perlu berdebat soal itu. Kita lanjut saja. Anda bacakan permohonan yang 31 Mei. Kalau bapak bacakan yang 1 Juni tak akan kita pertimbangkan," jelas Aswanto.

Hadapi 260 perkara

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI akan bertarung mempertahankan hasil rekapitulasi Pileg 2019 yang disengketakan ke Mahkamah Konstitusi.

Sebanyak 260 perkara sudah menanti KPU.

Komisioner KPU RI Hasyim Asy'ari menjelaskan dari 260 perkara sengketa, mayoritas berkaitan dengan perselisihan suara di tingkat DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, serta DPD RI.

"Hampir semuanya berkaitan dengan perselisihan suara," kata Hasyim di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (9/7/2019).

Banyak dari peserta Pemilu yang mengajukan sengketa, meminta suaranya dikembalikan.

Tuntutan cara mengembalikan suaranya pun bermacam-macam.

Baca: Hadapi 260 Perkara Sengketa Pileg, KPU Akan Dengarkan Permohonan Pemohon 4 Hari Berturut-turut

Namun salah satu yang paling sering dicantumkan ialah meminta Pemilu ulang.

"Minta dikembalikan suaranya. Istilahnya minta Pemilu ulang," ujar Hasyim.

Tuntutan Pemilu ulang dari Pemohon, kata Hasyim bergantung pada tingkat mana mereka menemukan persoalan terkait perselisihan suara tersebut.

Jika Pemohon mempersoalkan perselisihan suara pada tingkat TPS, maka permohonan yang diajukan ialah pemungutan suara ulang atau penghitungan suara ulang.

Namun bila levelnya ada di Kecamatan, Kabupaten/Kota hingga Provinsi, maka permintaannya adalah rekapitulasi suara ulang.

"Kalau mereka ada di Level TPS ya permohonannya bisa suara ulang, bisa penghitungan suara ulang. Tapi kalau di tingkat Kecamatan, Kabupaten dan seterusnya, bisa saja mintanya rekapitulasi suara," ungkap Hasyim.

Sebagaimana diketahui, persidangan sengketa hasil Pileg 2019 mulai digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK), pada Selasa (9/7).

MK telah meregistrasi permohonan perkara perselisihan hasil pemilu (PHPU) anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Registrasi dilakukan dengan cara mencatat permohonan ke dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK) dan penyampaian Akta Registrasi Perkara Konstitusi (ARPK) kepada para Pemohon.

Total, ada 260 perkara terverifikasi. Jika dirinci, dari 260 perkara, sebanyak 248 diajukan parpol, 1 perkara diajukan oleh Pemohon Partai Berkarya berkaitan dengan parliamentary threshold, dan 1 perkara diajukan oleh kelompok masyakarat adat di Papua.

Sementara, 10 perkara lainnya diajukan calon anggota DPD dari 6 provinsi, yaitu Sumatera Utara (2), Nusa Tenggara Barat (1), Sulawesi Tenggara (1), Maluku Utara (2), Papua (3), dan Papua Barat (1).

Pemeriksaan perkara akan dilakukan oleh 3 Panel Majelis Hakim yang terdiri atas 3 orang Hakim Konstitusi. Panel I terdiri atas Y.M. Anwar Usman (Ketua), Y.M. Enny Nurbaningsih dan Y.M. Arief Hidayat (Anggota), Panel II terdiri atas Y.M. Aswanto (Ketua), Y.M. Saldi Isra dan Y.M. Manahan M.P. Sitompul (Anggota), dan Panel III terdiri atas Y.M. I Dewa Gede Palguna, Y.M. Suhartoyo, dan Y.M. Wahiduddin Adams (Anggota).

Agenda Sidang Pemeriksaan Pendahuluan akan terselenggara mulai Selasa hingga Jumat, (9-12/7) mendatang.

Batasan waktu bagi MK menuntaskan perkara PHPU Pileg ialah selama 30 hari kerja, sejak perkara dicatat dalam BRPK.

Sesuai dengan PMK Nomor 2 Tahun 2019, MK memiliki waktu untuk memutus perkara dimaksud paling lama pada 9 Agustus 2019. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas