Siapa 3 Jenderal Aktif yang Diperiksa TGPF Terkait Kasus Novel Baswedan?
Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan yang dibentuk Kapolri, telah selesai melakukan tugasnya.
Editor: Hasanudin Aco
Melengkapi jam waktu itu, ada pula tulisan 'Sejak Novel Baswedan Diserang, Selama Itu Pula Polisi Gagal Ungkap Pelaku.'
Lantas, bagaimana respons Presiden Jokowi terhadap kasus Novel Baswedan yang cenderung jalan di tempat?
Menjawab itu, Jokowi menyerahkan sepenuhnya pada tim gabungan yang telah dibentuk.
"Itu kan sudah ada tim gabungan terdiri dari polisi, Ombudsman, dan KPK sendiri. Tanyakan kepada mereka, kejar mereka hasilnya seperti apa" papar Jokowi di kawasan Sentul, Jawa Barat, Jumat (12/4/2019).
"Jangan dikembalikan ke saya lagi. Apa gunanya sudah dibentuk tim gabungan seperti itu?" tambah Jokowi.
Kembali ditanya bagaimana jika memang belum ada hasil atau titik terang yang didapatkan oleh tim gabungan, Jokowi kembali meminta agar perkembangan kasus ditanyakan langsung ke tim gabungan.
"Ya tanyakan ke mereka (tim gabungan), belum ditanyakan ke sana kok," ucapnya.
Akibat teror yang diterima Novel Baswedan, mata kirinya mengalami kerusakan hingga 95 persen, begitu juga dengan mata kanan yang tidak dapat melihat sempurna.
Guna mengobati matanya, Novel Baswedan selama berbulan-bulan harus mendapatkan perawatan mata khusus di Singapura, serta beberapa kali menjalani operasi mata.
Sebelumnya, Novel Baswedan mengaku tidak takut menghadapi teror.
Pasca-penyiraman air keras yang dialami tepat dua tahun silam, ada saja teror yang dialamatkan kepadanya dan anggota KPK lainnya.
“Itu (teror) sedikit banyak ada. Intinya saya mau katakan mau teror seperti apa pun saya enggak akan takut,” kata Novel Baswedan di kediamannya, di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis (11/4/2019).
Menurut Novel Baswedan, teror yang dialamatkan kepada anggota KPK, harus menjadi perhatian tersendiri oleh pemerintah.
Jangan sampai dalam hal ini negara, katanya, hanya berpangku tangan menghadapi kondisi tersebut.
“Poin yang paling penting adalah teror-teror begini enggak boleh dibiarkan. Karena kalau dibiarkan, seolah-olah negara kalah, seolah-olah negara abai. Ini hal yang penting,” tegas Novel Baswedan.
Sebab, apabila terus menerus dibiarkan, maka secara tidak langsung negara akan kalah, dan upaya pemberantasan korupsi yang menjadi tugas utama dibentuknya KPK, bakal mengalami hambatan.
"Karena kalau dibiarkan negara seolah kalah, negara seolah-olah abai," ucap Novel Baswedan.
Novel Baswedan lantas mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), agar pelaku penyiraman air keras terhadap dirinya pada dua tahun lalu, bisa segera terungkap.
“Apakah kita terus kemudian akan membiarkan ini semua? Tentunya ketika saya dan teman-teman mendesak kepada Bapak Presiden untuk membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF),” tegas Novel Baswedan.
Novel Baswedan beralasan tim gabungan yang dibentuk Polri dan dikomandoi Kapolri Jenderal Tito Karnavian, dinilai tidak serius mengungkap pelaku penyiraman air keras terhadap dirinya, dan serangan lainnya yang ditujukan kepada anggota KPK.
“Karena memang realitanya penegak hukum atau saya katakan Pak Kapolri tidak dengan sungguh-sungguh untuk mengungkap."
"Bahkan, tidak ada satu pun yang terungkap dari sekian banyak serangan-serangan itu,” papar Novel Baswedan.
Novel Baswedan menganggap penanganan kasus yang dialaminya mengalami kebuntuan. Padahal, bukti-bukti yang dibutuhkan sebenarnya sudah ada.
Novel Baswedan pun meminta agar Jokowi bertindak mengungkap kebenaran.
“Tentunya sebagai pemimpin kita, Pak Jokowi, kita berharap beliau membukakan jalan bagi upaya menegakkan kebenaran dan keadilan yang menemui jalan buntu ini,” harap Novel Baswedan.
Polri pernah mengeluarkan surat tugas pada 8 Januari 2019 silam dan ditandatangani oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian, untuk membentuk tim khusus mengusut kasus penyerangan yang dialami Novel Baswedan.
Pembentukan tim khusus melalui surat tugas itu untuk menindaklanjuti rekomendasi tim Komnas HAM dalam penuntasan kasus Novel Baswedan.
Tim khusus itu terdiri dari 65 orang dari berbagai unsur, di antaranya pakar, internal KPK, dan kepolisian.
Novel Baswedan juga meminta kontestan Pilpres 2019 memiliki komitmen memberantas korupsi.
Novel Baswedan menganggap momen Pilpres 2019 adalah waktu yang tepat bagi masing-masing kontestan, untuk menunjukkan komitmen tersebut.
“Saya mengajak semua masyarakat elemen bangsa untuk mendesak Bapak Presiden, untuk mendesak kepada masing-masing calon presiden, untuk menyampaikan komitmen, menyampaikan janjinya terkait upaya pemberantasan korupsi ke depan mau seperti apa,” beber Novel Baswedan.
Novel Baswedan menambahkan, Presiden terpilih nantinya harus memprioritaskan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.
Sebab, agar menjadi negara maju, pemerintah harus memikirkan proses penegakan hukum dan pemberantasan korupsi berjalan baik.
“Tidak pernah ada negara mana pun yang penegakan hukumnya bermasalah dan negara itu maju. Yang ada, kalau penegakan hukum bermasalah, pemberantasan korupsinya mundur, pasti negara itu tidak maju,” ulasnya.
Novel Baswedan menambahkan, apabila hal itu bisa terwujud, maka tugas KPK memberantas korupsi akan berjalan maksimal, dan tidak ada lagi teror seperti yang dialami dirinya pada 2017 silam, berupa penyiraman air keras.
Pilpres 2019 diikuti dua pasang calon, yakni pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo dan Maruf Amin, serta pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.
Penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan Baswedan terjadi pada dua tahun silam, yakni pada 11 April 2017.
Novel Baswedan disiram air keras oleh orang tidak dikenal, seusai menunaikan salat subuh di Masjid Al Ihsan yang berada tidak jauh dari rumahnya. (*)
Penulis: Budi Sam Law Malau