Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Rhenald Kasali: Kalau Garuda Tidak Mau, Jual Saja ke Gojek

Anak-anak muda pengelola SuperApps tahu bagaimana cara menciptakan value pada airlines gemuk plat merah milik BUMN itu

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Rhenald Kasali: Kalau Garuda Tidak Mau, Jual Saja ke Gojek
TRIBUNJATIM.COM/ JANUAR ADI SAGITA
Rhenald Kasali 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Heboh tentang Garuda yang sedang menghadapi gempuran opini agar kerjasamanya dengan start-up Mahata dibatalkan, ditanggapi guru besar ekonomi UI Rhenald Kasali.

"Kalau Garuda atau BPK tidak mau, jual saja ke Gojek pasti diambil, " ujarnya dalam keterangan pers tertulis kepada Tribunnews, Kamis (11/7/2019).

Dikatakan pakar marketing ini, Gojek dan hampir semua Super Apps lainnya termasuk Google, Grab, Traveloka, Tokopedia sedang cash rich.

Di sana berkumpul orang-orang progresif yang tahu bagaimana memanjakan penumpang dan tahu uangnya ada dimana.

"Mereka tidak se-rigid orang-orang lama yang sok tahu, ujarnya.

Dia mengingatkan Gojek membutuhkan 4 tahun untuk mendapatkan lebih dari 100 juta partisipan yang mengunduh appsnya dan menjadikan dirinya super apps.

Sedangkan gabungan Garuda-Citilink dan Sriwijaya mempunyai 65 juta penumpang aktif.

Baca: Riset Membuktikan, Gojek Paling Diminati Konsumen Milenial

Berita Rekomendasi

"Kalau digabung dengan Angkasa Pura 1 dan 2, tambah 100 juta lagi. Cari uangnya jangan konvensional dari tiket, tetapi eksplor saja dari data.

Berikut adalah catatannya yang beredar di berbagai WAG:

1. Paling sulit memang meyakinkan bisnis cara baru pada orang-orang tua yang pernah sukses dengan cara lama. Padahal cara lama sudah obsolete digerus teknologi dan data. Tetapi mereka selalu merasa paling benar.

2. Contohnya di Garuda Indonesia itu. Kalau diberitahu, mereka cepat sekali naik pitam dan ingin cepat-cepat bilang fraud lah, salah lah, tidak boleh, batalkan, tidak ada duit lah, modalnya terlalu kecil, dan seterusnya.

3. Menurut saya, kalau mereka tidak mau, jual saja ke SuperApps seperti Google, Gojek, atau Traveloka. Pasti dibayar secepat kilat. Daripada main batalkan dan merugikan keuangan negara. Anak-anak muda itulah yang tahu bagaimana cara menciptakan value pada airlines gemuk plat merah milik BUMN itu. Caranya riil, bukan digoreng-goreng sahamnya.

Baca: KPK Telusuri Puluhan Rekening Bank Luar Negeri Terkait Korupsi Pesawat di Garuda Indonesia

4. Ini era MO, pakai tagar menjadi #MO. Artinya orang pakai tagar dengan tujuan mobilisasi dan orkestrasi. Sebab di era baru, #MO membuat bisnis harus hidup dari cara mobilisasi dan orkestrasi ekosistem pakai data.

5. #MO itu peradaban entrepreneurship anak-anak muda yang berbasis teknologi. Untuk membuat dampak besar dan ekonomi heboh tak perlu modal besar karena peradaban ini didukung oleh 6 pilar: Artificial Intelligence, Big Data, Super Apps, Broadband Network, Internet of Things dan Cloud Computing.

6. Dapat duitnya dengan mengorkestrasi ekosistem, bukan menguasai aset yang besar seorang diri. Kata kuncinya kolaborasi. Maka asetnya light. Ini berbeda dengan bisnis kakek-kakek yang heavy asset dan tampak gede di neraca dan laporan pendapatannya disetel akunting konvensional.

7. Ini pula yang menjadi biang keributan akuntansi. Makanya di New York Stock Exchange, orang-orang lagi ramai membincangkan buku guru besar akuntansi senior dati Stern, Baruch Lev: The End of Accounting.

8. Masalahnya, standar akuntansi yang kita kenal belum mampu meng-capture “nilai” yang diciptakan oleh startup yang disebut sebagai “network effect value.” Ini persis sama dengan ramainya perdebatan tentang “intangible” yang didebatkan boleh atau tidak dihitung dalam perolehan aset 30 tahun lalu.

9. Jadi, perusahaan-perusahaan lama itu tak ada network effect value-nya karena produknya stand-alone. Ini persis kaya kita ngebandingin Nokia dengan Iphone atau Adidas dengan Nike, atau ITB dengan Harvard/Tedx

10. Yang satu cuma jual produk atau jasa tok. Nokia daoat duit dari gadget belaka. Dia standalone. Iphone dapat duit dari gadget plus dari App store yg ada jejaring dan data capture-nya. Begitulah cara kerja startup.

11. Adidas cuma jual sepatu. Nike jual sepatu plus fitness wearables yang memberikan data dan business opportunity baru dari data. Menjadikan sepatu bagian dari bisnis wellness dan sekaligus membongkar cara bisnis industri farmasi.

Baca: Perhatian, Dini Hari Ini Tiket Pesawat Citilink dan Lion Air Resmi Turun

12. ITB dan UI hanya kasih kuliah untuk mahasiswa yang terdaftar dan diterima. Harvard dan TED X kasih bahan-bahan gratis yang mendatangkan data dan bisnis-bisnis baru.

13. Masih banyak lagi, mulai dari NASA, GE, Kalbe, Halodoc,Prudential, sampai bisnis-bisnis anak muda seperti Wahyoo, Reblood, dan Cari Ustadz. Semua hidup dan menghidupkan ekosistem. Bedanya, mereka tidak cengeng atau saling menyalahkan.

14. Makanya di era #MO ini, kalau tidak mau pusing, jual sajalah ke superapps, Dijamin tiket pesawat jadi lebih terjangkau dan penumpang happy dapat layanan data di pesawat. Sudah dulu ya. Cheers,

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas