Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil Kritisi RUU Pertanahan

Dalam pandangan koalisi, RUU Pertanahan yang ada saat ini belum lah layak untuk disahkan oleh DPR RI.

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil Kritisi RUU Pertanahan
ilustrasi tanah 

Sementara segelintir kelompok pengusaha sawit menguasai tanah melalui Hak Guna Usaha (HGU) dan Ijin lokasi seluas sekitar 14 juta hektar. Segelintir orang, badan usaha, para elit menguasai tanah dan asset tanah begitu besar;

-Penyelesaian konflik agraria (struktural). RUU Pertanahan tidak disusun untuk mengatasi dan menyelesaikan konflik agraria struktural di seluruh sektor pertanahan. Dalam 11 tahun terakhir saja (2007-2018) telah terjadi 2.836 kejadian konflik agraria di wilayah perkebunan, kehutanan, pertambangan, pesisir kelautan, pulau-pulau kecil dan akibat pembangunan infrastruktur. seluas 7.572.431 hektar (KPA, 2018). Ada puluhan ribu desa, kampung, pertanian dan kebun rakyat masih belum dikeluarkan dari konsesi-konsesi perusahaan. Tidak ada satu pasal pun dalam RUU ini kehendak untuk menyelesaikan konflik-konflik agraria tersebut. Pembentukan Pengadilan Pertanahan untuk sengketa pertanahan bukanlan jawabannya.

- Inkonsistensi dan kontradiksi. RUU Pertanahan juga mengandung banyak inkonsistensi dan kontradiksi antara konsideran dengan isi RUU, antara niatan menjalankan reforma agraria untuk menata ulang strukur agrarian menjadi berkeadilan dengan rumusan-rumusan baru terkait HGU, HGB, Hak Pengelolaan, dan Bank Tanah.

- Hak-hak atas tanah. Proses perumusan dan masalah-masalah mendasar terkait hak atas tanah. RUU Pertanahan perlu secara matang dan penuh kehati-hatian dalam merumuskan hak-hak atas tanah, baik itu hak milik, hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), hak pakai, termasuk hak pengelolaan. Mengingat hak-hak yang selama ini diterbitkan, terutama hak dan ijin bagi perusahaan besar telah banyak mengakibatkan pelanggaran hak-hak warga, melahirkan ketimpangan struktur agraria, konflik agraria, kemiskinan hingga rusaknya lingkungan.

- Pengakuan wilayah adat. RUU tidak memiliki sensitivitas terhadap penyelesaian masalah agraria pada wilayah adat. RUU Pertanahan mengatur bahwa pengukuhan keberadaan hak ulayat dimulai dari usulan Pemerintah Daerah dan ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalav negeri. Skema seperti ini sama sekali tidak menjawab persoalan yang ada selama ini, yaitu bahwa pengakuan hak ulayat sulit dilakukan karena sangat
politis melalui tindakan-tindakan penetapan pemerintah bukan berdasarkan usulan masyarakat adat sendiri.

-· Masalah sektoralisme pertanahan. RUU Pertanahan belum menjawab masalah ego-sektoral pertanahan di Indonesia (hutan dan non-hutan). RUU masih bias dan terbatas pada tanah dalam jurisdiksi Kementerian ATR/BPN RI, sementara masalah-masalah pertanahan bersifat lintas sektor; tanah di perkebunan, tanah di kehutanan, tanah di pertanian, di wilayah pesisir kelautan, pulau-pulau kecil, pedesaan dan perkotaan. Banyak tumpang tindih antar sektor.

-Bank Tanah. RUU mengatur kewenangan Bank Tanah secara berlebihan tanpa
mempertimbangkan dampak dan tumpang tindih kewenangan antara Bank Tanah dan kementerian/lembaga. Beresiko terjadinya komoditisasi tanah secara absolut melalui Bank Tanah, yang akan memperparah ketimpangan dan konflik. Sebaiknya rencana ini dicabut dari draft.

Berita Rekomendasi

- Sarat kepentingan investasi dan bisnis. RUU ini kuat mengakomodasi kepentingan bisnis dan investasi perkebunan skala besar. Monopoli swasta, perampasan tanah, penggusuran, termasuk impunitas bagi para pengusaha perkebunan skala besar banyak diatur dalam RUU Pertanahan. Ini tercermin kuat, melalui Hak Pengelolaan instansi pemerintah dan rencana Bank Tanah.

Dengan demikian, RUU Pertanahan tidak akan menjawab masalah ketimpangan, konflik agraria, perampasan tanah, laju cepat konversi tanah pertanian, kerusakan ekologis akibat desakan investasi.

RUU juga berpotensi menambah daftar panjang regulasi pertanahan dan UU sektoral lainnya yang saling tumpang tindih dan kontradiktif.

Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil*

*Organisasi rakyat dan NGOs yang tergabung dalam koalisi ini ada di bawah.
Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil:
1. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
2. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)
3. Aliansi Petani Indonesia (API)
4. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
5. Solidaritas Perempuan (SP)
6. Rimbawan Muda Indonesia (RMI)
7. Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMA)
8. Yayasan PUSAKA
9. Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP)
10. Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA)
11. Sajogyo Institute (Sains)
12. Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS)
13. Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)
14. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
15. Bina Desa
16. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM)
17. Indonesian Center for Environmental Law (ICEL)
18. Serikat Petani Pasundan (SPP)
19. Serikat Nelayan Indonesia (SNI)
20. Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI)
21. Serikat Tani Indramayu (STI)
22. Serikat Tani Bengkulu (STaB)
23. Serikat Tani Tebo (STT-Jambi)
24. Serikat Petani Sriwijaya (SPS-Sumatera Selatan)
25. Forum Perjuangan Petani Batang (FPPB)
26. Serikat Petani Siantar Simalungun (SPSS)
27. Serikat Petani Majalengka (SPM)
28. Serikat Tani Independen (SEKTI-Jember)
29. Paguyuban Petani Aryo Blitar (PPAB)
30. Serikat Tani Konawe Selatan (STKS-Sulawesi Tenggara)
31. Serikat Petani Minahasa (SPM)
32. Serikat Tani Mandiri (SETAM) Cilacap
33. Himpunan Tani Masyarakat Banjarnegara (HITAMBARA)
34. Organisasi Petani Jawa Tengah (ORTAJA)
35. Serikat Petani Batanghari (SPB)
36. Pergerakan Petani Banten (P2B)
37. Rukun Tani Indonesia (RTI-Yogyakarta)
38. Serikat Petani Lumajang (SPL)
39. Serikat Tani Kerakyatan Sumedang (STKS)
40. Forum Peduli Kebenaran dan Keadilan Sambirejo (FPKKS) Sragen
41. Serikat Tani Amanat Penderitaan Rakyat (STAN AMPERA)
42. Forum Persaudaraan Petani Kendal (FPPK)
43. Serikat Tani Sumberklampok (STS - Bali).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas