Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ini Isi Surat Baiq Nuril ke Presiden Jokowi

Terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Baiq Nuril menemui Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Ini Isi Surat Baiq Nuril ke Presiden Jokowi
KOMPAS.COM
Baiq Nuril 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Baiq Nuril menemui Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.

Baiq Nuril terlihat didampingi beberapa tim kuasa hukum dan anggota DPR Rieke Diah Pitaloka saat berkunjung ke Kantor Staf Kepresidenan, Jakarta, Senin (15/7/2019).

Mereka melakukan pertemuan dengan Moeldoko sekitar 20 menit.

Setelah itu, Baiq Nuril memberikan surat permohonan pemberian amnesti kepada Moeldoko untuk diteruskan ke Presiden Joko Widodo.

Baca: Temui Moeldoko, Baiq Nuril Serahkan Surat Permohonan Amnesti ke Jokowi

Berikut isi surat Baiq Nuril ke Presiden Jokowi :

Yth. Presiden Republik Indonesia
Bapak Ir. H. Joko Widodo
Di
Istana Kepresidenan
Jalan Veteran No. 16-18
Jakarta

Assalamu’alaikum, Wr, Wb.

Berita Rekomendasi

Bapak Presiden, ijinkan saya pertama-tama memperkenalkan diri. Nama saya Baiq Nuril Maknun.

Saya rakyat Indonesia, hanya lulusan SMA. Sebelum di PHK karena kasus yang saya hadapi, saya bekerja sebagai honorer di satu Sekolah Menengah Atas di Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Saya juga ibu dari tiga orang anak.

Suami saya awalnya bekerja di Gili Trawangan, yang berjarak 50 kilo meter dari tempat kami tinggal.

Saat saya menjalani proses persidangan dan harus ditahan selama dua bulan tiga hari, suami saya harus merawat anak-anak kami, dan akhirnya mengalami nasib yang sama, kehilangan pekerjaan.

Yang mulia Bapak Presiden, kasus yang menimpa saya terjadi mulai dari tahun 2013. “Teror” yang dilakukan oleh atasan saya terjadi berulang kali, bukan hanya melalui pembicaraan telpon, tapi juga saat perjumpaan langsung. Saya dipanggil ke ruang kerjanya.

Tentunya saya tidak perlu menceritakan secara detil kepada Bapak, apa yang atasan saya katakan atau perlihatkan kepada saya. Sampai pada suatu hari saya sudah tidak tahan, saya merekam apa yang atasan saya katakan melalui telpon. Saya tidak ada niat sama sekali untuk menyebarkannya.

Saya hanya rakyat kecil, yang hanya berupaya mempertahankan pekerjaan saya, agar saya dapat membantu suami menghidupi anak-anak kami. Dalam pikiran saya saat merekam, jika kemudian atasan saya benar-benar “memaksa” saya untuk melakukan hasrat bejatnya, dengan terpaksa, akan saya katakan padanya saya merekam apa yang dia katakan.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas