Komnas HAM Beri Peringatan Kepada Pemerintah dan DPR RI Maraknya Aduan Terkait Sengketa Lahan
Sekurangnya ada 43 organisasi masyarakat sipil yang meminta pengesahan RUU tersebut ditunda.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Subkomisi Penengakan HAM Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Amiruddin menanggapi terkait RUU Pertanahan yang rencananya akan disahkan pada September 2019 mendatang sementara RUU tersebut dinilai belum layak untuk segera disahkan.
Sekurangnya ada 43 organisasi masyarakat sipil yang meminta pengesahan RUU tersebut ditunda.
Amiruddin mengatakan, catatan Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM terkait kasus sengketa lahan pada pada catur wulan pertama 2019 bisa dijadikan peringatan bagi para pembahas Undang-Undang khususnya Pemerintah dan DPR RI.
"Saya belum lihat detilnya, tapi kita bisa duga. Makanya apa yang saya sampaikan bisa jadi warning terhadap para pembahas Undang-Undang itu," kata Amiruddin di kantor Komnas HAM RI Menteng Jakarta Pusat pada Selasa (16/7/2019).
Menurutnya, dari data yang dihimpun Komnas HAM dari beberapa tahun sebelumnya, pihaknya menghadapi banyak persoalan mengenai sengketa lahan. Untuk itu ia berpesan agar para pembuat Undang-Undang harus mengkaji lebih rinci mengenai hak-hak masyarakat di dalamnya.
"Tentu pembuat Undang-Undang harus mengkaji itu lebih detil. Maunya seperti apa. Karena problemnya, kalau di lahan itu ada komunitas, anda mau apakan komunitasnya. Ini kan persis seperti di Riau atau Jambi masyarakat Talang Mamak atau Suku Anak Dalam. Itu mau seperti apa. Karena banyak sekarang lahan luas itu didiami oleh komunitas-komunitas pemilik hak ulayat (hak adat) itu tantangannya di Indonesia. Jadi tanah itu tidak kosong," kata Amiruddin.
Tidak hanya itu, ia juga menyoroti terkait pelepasan tanah untuk fasilitas umum.
"Kedua soal pelepasan tanah untuk fasilitas umum. Itu prosesnya akan seperti apa. Selama ini ada tim appraisal dari daerah. Tapi ada satu soal. Kalau masyarakat masih menchalange pelepasan hak tanahnya ini kan mesti dilayani secara baik. Tidak semerta-merta karena untuk fasilitas umum, dititipkan saja di pengadilan ganti ruginya. Sekarang paling banyak kita menghadapi yang seperti itu," kata Amiruddin.
Baca: Bareskrim Ungkap Sindikat Perdagangan Orang Ke Timur Tengah dan Singapura
Untuk itu ia menilai, wajar jika banyak pihak yang meminta agar pengesahan RUU Pertanahan tersebut ditunda.
"Ini terus menjadi soal di wilayah-wilayah. Jadi kalau ada banyak pihak yang merasa butuh itu dibahas lebih jauh saya pikir itu hal yang wajar," kata Amiruddin.
Ia menjelaskan, ada beberapa isu/tipologi kasus yang menonjol dan mendapatkan perhatian Subkomisi Penegakan HAM.
"Pertama, Pelaksanaan Tupoksi Kepolisian, Terkait proses hukum yang tidak prosedural, diantaranya dugaan penggunaan tindak kekerasan, dan lambatnya penanganan Laporan Polisi. Hal tersebut disebabkan antara lain karena kurangnya pemahaman tentang prinsip-prinsip HAM oleh aparat kepolisian, khususnya di tingkat Polsek & Polres dan pengawasan dan penindakan internal yang tidak tegas," kata Amiruddin.
Kedua, adalah korporasi khususnya terkait dengan kegiatan operasional perusahaan dan kepatuhan perusahaan atas regulasi, khususnya, penghormatan terhadap nilai-nilai HAM.
"Isu yang mengemuka adalah Dugaan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup," kata Amiruddin.