Soal Pembangunan PLTSa, Luhut Minta PLN Jangan Macam-macam
Pembangunan PLTSa sudah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) dan listrik yang dihasilkan dari pembangkit tersebut akan dibeli oleh PLN
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan meminta PLN tidak menjadi penghambat pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
Luhut menjelaskan, pembangunan PLTSa sudah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) dan listrik yang dihasilkan dari pembangkit tersebut akan dibeli oleh PLN.
Baca: Lantik Perwira TNI-Polri, Jokowi: Prajurit Harus Ikuti Perkembangan Zaman
"Iya dijual ke PLN. PLN itu jangan macam-macam, gitu lho. Kalau sudah ada tadi Perpresnya, jadi jangan mencari masalah, tapi mencari solusinya," tutur Luhut di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (16/7/2019).
Luhut pun meminta PLN untuk mengacu kepada Perpres dalam hal pembelian listrik dari PLTSa dan tidak membuat aturan sendiri yang akhirnya tidak menyelesaikan masalah.
"Berbelit-belit itu (PLN), kan sudah ada Perpresnya mengenai ini, yasudah mengacu ke situ," ucap Luhut.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengungkapkan, harga beli PLN di beberapa tempat masih dilakukan pengkajian, padahal dalam Perpres dikatakan harga beli sebesar 13,3 sen dolar AS/kWh.
"Jadi presiden agak kurang berkenan, kan sudah ada Perpres, kalau sudah ada Perpres kenapa harus dikaji-dikaji lagi. Itu yang bikin akhirnya semua mesin proses ini masih banyak hambatan," tutur Ridwan di tempat yang sama.
"Tadi sudah dikasih arahan supaya jangan dikaji-kaji lagi, karena kajiannya sudah selesai ketika Perpres diterbitkan," sambungnya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Perpres Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.
Perpres tersebut terbit dengan pertimbangan untuk mengurangi volume sampah secara signifikan demi kebersihan dan keindahan kota, pemerintah memandang perlu mempercepat pembangunan instalasi pengolah sampah menjadi energi listrik berbasis teknologi ramah lingkungan pada daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota tertentu.
Setelah menugaskan atau menetapkan Pengelola Sampah dan Pengembang PLTSa, menurut Perpres ini, gubernur atau wali kota mengusulkan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral untuk memberikan penugasan pembelian tenaga listrik PLTSa oleh PT PLN (Persero).
Adapun harga pembelian tenaga listrik oleh PT PLN (Persero) dalam Perpres ini ditetapkan berdasarkan besaran kapasitas PLTSa yang dijual kepada PT PLN (Persero) dengan ketentuan:
a. untuk besaran kapasitas sampai dengan 20MW (megawatt) sebesar 13,35 sen dollar AS/kWh yang terinterkoneksi pada jaringan tegangan tinggi, jaringan tegangan menengah, dan jaringan tegangan rendah.
Atau b. untuk besaran kapasitas lebih dari 20MW yang terinterkoneksi pada jaringan tegangan tinggi atau jaringan tegangan menengah dengan perhitungan: Harga Pembelian (sen dollar AS/kWh) = 14,54 – (0,076 x besaran kapasitas PLTSa yang dijual ke PT PLN).
“Harga pembelian tenaga oleh PT PLN (Persero) sebagaimana dimaksud sudah termasuk seluruh biaya pengadaan jaringan dari PLTSa ke jaringan tenaga listrik PT PLN (Persero),” bunyi Pasal 11 ayat (2) Perpres ini.
Ketentuan harga sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, dikecualikan dalam hal pembangunan PLTSa dilakukan melalui penugasan kepada BUMN.
“Hasil penjualan listrik kepada PT PLN (Persero) merupakan hak dari pengembang PT PLTSa,” bunyi Pasal 12 Perpres ini.
Baca: INACA Laporkan Kemenhub ke Ombudsman, Apa Kata Luhut?
Mengenai pendanaan untuk percepatan pembangunan PLTSa, dalam Perpres ini disebutkan, bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan dapat didukung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan/atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pendanaan yang bersumber dari APBN, menurut Perpres ini, digunakan untuk Bantuan Biaya Layanan Pengolahan Sampah kepada Pemerintah Daerah, yang besarnya paling tinggi Rp 500.000 (lima ratus ribu rupiah) per ton sampah.