Surat Suara Tercoblos, 2 Mantan PPLN Kuala Lumpur Tak Bisa Jadi Penyelenggara Pemilu Selamanya
Mereka dijatuhi sanksi tidak lagi kompeten menjadi penyelenggara Pemilu di masa yang akan datang alias selamanya.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Choirul Arifin
Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi ke dua mantan anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur, Malaysia, Djadjuk Natsir dan Krishna K.U. Hannan.
Mereka dijatuhi sanksi tidak lagi kompeten menjadi penyelenggara Pemilu di masa yang akan datang alias selamanya.
Sanksi tersebut dijatuhkan dalam sidang putusan DKPP di Gedung Bawaslu RI, Jakarta Pusat pada Rabu (17/7) yang dipimpin Ketua Majelis Muhammad dan tiga anggotanya Teguh Prasetyo, Ida Budhiati, dan Alfitra Salamm.
"Para Teradu terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat dan seharusnya dijatuhi sanksi pemberhentian tetap. Para Teradu tidak lagi memenuhi syarat untuk diangkat menjadi penyelenggara pemilu di masa datang," kata Teguh membacakan putusan di dalam sidang, Rabu (17/7/2019).
Teradu I, Djajuk Natsir sebagai koordinator teknis penyelenggara Pemilu di Malaysia dianggap bertanggung jawab atas peristiwa tercoblosnya surat suara metode pos oleh pihak yang tak punya kewenangan menurut undang-undang.
Baca: Tunggu Tanda Tangan, Perpres Kendaraan Bermotor Listrik Sudah Ada di Meja Jokowi
Sedangkan Teradu II, Krishna K.U. Hannan, terlibat konflik kepentingan antara tugasnya sebagai anggota PPLN Kuala Lumpur dengan jabatannya di KBRI Kuala Lumpur.
DKPP dalam pertimbangannya berpendapat maksud dari pembagian tugas kolektif-kolegial pada sebuah institusi ditujukan agar memudahkan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, agar bisa berjalan efesien.
Baca: Jaksa Kasus Hoax Ratna Sarumpaet Juga Ajukan Banding
Untuk perkara surat suara tercoblos oleh bukan pemilih yang sah di Taman University SG Tangkas 43000 Kajang dan di Bandar Baru Bangi, Selangor, Malaysia, Teradu I beralasan dirinya tak punya pengalaman terkait kepemiluan.
Baca: Komisi I DPR: Aneh, Isu Komisioner KPI Terafiliasi HTI Muncul Setelah Fit Proper Test Selesai
Ia juga menyebut sedikitnya jajaran penyelenggara Pemilu di Malaysia jadi penyebab kekisruhan terjadi.
Dalam persidangan terungkap, Teradu I tidak bisa menyebut secara tepat berapa jumlah surat suara terkirim, dan surat suara yang dicoblos oleh pemilih sah.
Ketidakmampuan Teradu I ini dinilai DKPP menyulitkan untuk proses klarifikasi, verifikasi dan konfirmasi terhadap peristiwa tersebut.
"DKPP menilai Teradu I terbukti melakukan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu yakni ketentuan Pasal 15 huruf e dan huruf f dan Pasal 19 huruf d Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu," terang dia.
Sementara Teradu II, menurut DKPP dipengaruhi kondisi sosial-politik terkait penyelenggaraan pemilihan anggota DPR RI di Daerah Pemilihan DKI II.
Teradu II tidak mengambil langkah untuk menyelesiakan kisruh surat suara tercoblos di Malaysia. Ia merasa cukup dengan berkoordinasi ke pengawas Pemilu saja.
Padahal ia adalah penanggung jawab hubungan kelembagaan dan komunikasi
Teradu II terbukti melanggar ketentuan Pasal 14 huruf c Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.