Budiman Sudjatmiko Bahas Pilpres 2019 di University of Cambridge
Inovator 4.0 untuk jaringan Eropa mengadakan Big Question Forum di University of Cambridge, UK, pada Selasa (15/7/2019) waktu setempat.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Sugiyarto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA--Inovator 4.0 untuk jaringan Eropa mengadakan Big Question Forum di University of Cambridge, UK, pada Selasa (15/7/2019) waktu setempat.
Acara ini mengambil tema mengenai pembangunan sumber daya manusia yang dibagi dalam dua sesi.
Sesi pertama adalah mengenai Pembangunan SDM pasca Firehose of Falsehood (FoF) yang diisi oleh ketua umum Inovator 4.0 Indonesia, Budiman Sudjatmiko.
Sesi ini membahas langkah-langkah apa saja yang perlu dilakukan untuk rekonstruksi pasca Firehose of Falsehood.
Anggota DPR RI ini membahas mengenai apa yang terjadi pada masa pilpres kemarin. Seperti yang sudah sering dibahas, Teknik Firehose of Falsehood patut diduga digunakan di Pilpres 2019 lalu.
Setelah menjabarkan mengenai faksi-faksi masyarakat seperti apa saja yang kemarin bertarung dalam Pilpres kemarin, ditinjau dari ideology dissemination matrix (incentive models dan new values).
Budiman membagi kelompok masyarakat tersebut dalam empat quadrant, Transformed Society, Subordinated Society, Pragmatism Driven Society dan Stagnated Society.
Teknik FoF kemarin membuat masyarakat menjadi masyarakat yang tersegregasi (segregated society). Teknik FoF ini tersebut membuat kebencian menadikan masyarakat tersekat-sekat.
“Dampak FoF ini akan menjadi permanent ketika isu-isu keadilan dan kesejahteraan tidak berhasil di perbaiki” tegas Budiman dalam paparannya, seperti dikutip Tribunnews.com dari keterangan tertulisnya, Rabu (17/7/2019).
Budiman juga memaparkan kalau masyarakat Desa bisa dijadikan frontier dalam melakukan rekonstruksi karena dalam konteks masyarakat desa less corrupted dari pada masyarakat perkotaan.
Budiman Sudjatmiko menjelaskan mengenai faksi social dalam masyarakat
Sesi berikutnya adalah mengenai peningkatan layanan kesehatan di Indonesia. Sesi ini diisi oleh Muhammad Hanifi, kandidat Doktor untuk bidang rekayasa genetic di University of Oxford dan Vincentius Aji, kandidat Doktor untuk bidang Structural Biology di University of Cambridge.
Keduanya membahas mengenai potensi penggunaan informasi Genomic dalam layanan kesehatan di Indonesia.
Hanifi memaparkan mengenai informasi Genomic seperti BRCA1 dan BRCA2 yang diidentifikasi berkaitan erat dengan kanker payudara.
Hanifi memaparkan ketika sesorang diidentifikasi memiliki BRCA1 dan BRCA2 biasanya dokter akan merekomendasikan untuk melakukan pemeriksaan secara berkala meskipun ia dalam keadaan sehat pada saat tersebut.
Hanifi juga menjabarkan paad saat ini pemerintah UK sedang memnginisiasi whole genome sequencing untuk mendapatkan data-data genomic dari masyarakat UK.
Hanafi menambahkan tindakan ini dapat menekan biaya universal health care yang harus ditanggung oleh pemerintah dari NHS. Hanafi mengusulkan untuk pemerintah Indonesia melakukan langkah yang sama.
Mengingat tanggungan BPJS untuk kanker adalah kedua tertinggi setelah Kanker. Sementara Aji menyampaikan pemaparan mengenai kompleksnya informasi genomic ini. Sehingga ada baiknya pemerintah berhati-hati sebelum mengambil langkah ini.(*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.