Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Keahlian Rizal Ramli Dinilai Masih Dibutuhkan KPK

Adhie Massardi-pun menegaskan, pemanggilan Rizal Ramli oleh KPK jangan ditafsirkan ekonom senior itu terlibat dalam kasus dugaan korupsi SKL BLBI.

Editor: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Keahlian Rizal Ramli Dinilai Masih Dibutuhkan KPK
TRIBUN/DANY PERMANA
Ekonom Rizal Ramli berbincang dengan awak Tribunnews.com terkait perkembangan ekonomi Indonesia terbaru di Kantor Redaksi Tribun Network, di Palmerah, Jakarta, Rabu (6/2/2019). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memanggil mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri Rizal Ramli pada Jumat (19/7/2019).

Rizal Ramli dipanggil sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Pemanggilan tersebut, ditafsirkan Koordinator Gerakan Indonesia Bersih, Adhie Massardi karena perlunya Rizal Ramli menjelaskan lebih dalam modus operandi korupsi di balik pemberian Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau SKL BLBI saat pemerintahan Megawati Soekarnoputri kepada beberapa obligor yang dianggap bermasalah.

"Pemanggilan Rizal Ramli oleh KPK pada Jumat (19/7/2019) adalah dalam kapasitasnya sebagai saksi, mengingat Rizal Ramli memiliki pengalaman sebagai Menko Ekuin di Gus Dur, sehingga tahu betul alur proses pembuatan kebijakan," ujar Adhie Massardi, Kamis (18/7/2019).

Adhie Massardi-pun menegaskan, pemanggilan Rizal Ramli oleh KPK jangan ditafsirkan ekonom senior itu terlibat dalam kasus dugaan korupsi SKL BLBI.

"Banyak publik yang beranggapan bahwa orang yang dipanggil KPK itu pasti terkait korupsi. Nah, hal ini yang harus diluruskan. Kalau pemanggilan orang seperti Rizal Ramli itu adalah KPK membutuhkan keahliannya dalam menjelaskan modus operandi kasus korupsi SKL BLBI itu bisa terjadi," kata Adhie Massardi.

Sebelumnya, medio 2 Mei 2017, Rizal Ramli pernah mengungkapkan kasus dugaan korupsi BLBI terjadi karena beberapa faktor.

Berita Rekomendasi

Satu di antaranya adalah kesalahan pemerintah dalam mengambil kebijakan.

Kebijakan pemberian BLBI saat krisis pada 2002 dikeluarkan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri melalui Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 tentang Pemberian Jaminan Jaminan Kepastian Hukum Kepada Debitur yang Telah Menyelesaikan Kewajibannya atau Tindakan Hukum Kepada Debitur yang Tidak Menyelesaikan Kewajibannya Berdasarkan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham.

Melalui Inpres tersebut, Bank Indonesia lalu menggelontorkan bantuan kepada 48 bank yang nyaris kolaps dengan jumlah mencapai Rp 147,7 triliun.

Belakangan, KPK menangkap satu obligor yang diduga belum melunasi utang tapi telah mendapatkan surat keterangan lunas (SKL).

Dalam kasus dugaan korupsi BLBI, KPK sempat menetapkan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional 2002 Syafruddin Tumenggung sebagai tersangka. Ia diduga menerbitkan SKL ke Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Namun, Mahkamah Agung (MA) justru membebaskan Syafruddin Arsyad Tumenggung dalam kasus tersebut.

Meski demikian KPK tak patah arang.

Lembaga antirasuah itu kembali mengusut kasus dugaan korupsi penerbitan surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim.

Pada Rabu 10 Juli 2019, tim penyidik KPK telah memeriksa empat orang saksi yakni mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi, Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Glenn Muhammad Surya Yusuf, mantan Deputi Kepala BPPN Farid Harianto dan Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Kementerian BUMN Edwin Hidayat Abdullah.

Hari berikutnya, Kamis (10/7/2019), tim penyidik KPK juga telah memeriksa Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan dan Industri (Ekuin) periode 1999-2000 sekaligus Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Kwik Kian Gie.

Sementara, Menko Ekuin sekaligus Ketua KKSK periode 2000-2001, Rizal Ramli berhalangan hadir dan telah memberikan konfirmasi pada KPK.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas