Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Viral Kabar Potensi Gempa 8,8 SR dan Tsunami di Selatan Jawa, Kata BMKG hingga Mitos Nyi Roro Kidul

Viral kabar potensi gempa 8,8 SR dan tsunami dahsyat di Pantai Selatan Jawa, kata BMKG hingga mitos Nyi Roro Kidul.

Penulis: Daryono
Editor: Pravitri Retno W
zoom-in Viral Kabar Potensi Gempa 8,8 SR dan Tsunami di Selatan Jawa, Kata BMKG hingga Mitos Nyi Roro Kidul
ibtimes.co.uk
Ilustrasi tsunami - Viral kabar potensi gempa 8,8 SR dan tsunami dahsyat di Pantai Selatan Jawa, kata BMKG hingga mitos Nyi Roro Kidul. 

TRIBUNNEWS.COM - Beberapa hari ini viral informasi tentang potensi gempa 8,8 skala richter (SR) dan tsunami dahsyat setinggi 20 meter di pantai selatan Jawa.

Informasi itu awalnya diungkap oleh Pakar Tsunami dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Widjo Kongko.

Terkait informasi itu, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah memberikan penjelasan.

Di sisi lain, mitos kisah penguasa Pantai selatan Jawa, Nyi Roro Kidul juga memberi petunjuk gempa dan tsunami dahsyat di selatan Jawa pernah terjadi ratusan tahun silam. 

Berikut rangkuman tentang viralnya potensi gempa 8,8 SR di Pantai selatan Jawa dihimpun Tribunnews.com, Minggu (21/7/2019):

1. BMKG Akui Adanya Potensi Gempa Besar

Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono akhirnya buka suara soal potensi gempa besar di Pantai Selatan Jawa.

BERITA REKOMENDASI

Penjelasan itu disampaikan lewat akun Instagram-nya, @daryonobmkg, Sabtu (20/7/2019).

Baca: Peringatan Dini BMKG: Waspadai Gelombang Tinggi Capai 6 Meter, Berlaku 20-23 Juli

Menurut Daryono, masyarakat harus menerima kenyataan, Indonesia rawan gempa dan tsunami.

"Khususnya wilayah selatan Jawa, keberadaan zona subduksi Lempeng Indo-Australia yang menunjam ke bawah Lempeng Eurasia merupakan generator gempa kuat," tulis Daryono.

Sehingga, kata Daryono wajar jika wilayah selatan Jawa merupakan kawasan rawan gempa dan tsunami.

2. Sejarah Gempa Besar di selatan Jawa


Daryono lantas membeberkan sejumlah gempa besar, lebih dari magnitudo 7,0 yang pernah mengguncang wilayah Samudera Hindia selatan Jawa.

Sebut saja pada 1863, 1867, 1871, 1896, 1903, 1923, 1937, 1945, 1958, 1962, 1967, 1979, 1980, 1981, 1994, dan 2006.

Selain itu, tsunami juga pernah di selatan Jawa pada 1840, 1859, 1921, 1994, dan 2006.

"Ini bukti, informasi potensi bahaya gempa yang disampaikan para ahli adalah benar, bukan berita bohong," kata Daryono.

Terkait besaran kekuatan/magnitudo gempa yang disampaikan para pakar, lanjut Daryono, itu adalah potensi, bukan prediksi.

Sehingga tidak ada satu pun orang yang tahu kapan terjadinya gempa besar tersebut.

Baca: BMKG: Peringatan Dini Besok Minggu 21 Juli 2019: Waspadai Cuaca Buruk dan Gelombang Tinggi

Karena tidak pasti kapan terjadi, masyarakat harus melakukan upaya mitigasi struktural dan non struktural yang nyata.

Di antara caranya adalah membangun bangunan aman gempa dan melakukan penataan tata ruang pantai yang aman dari tsunami.

"Selain itu, membangun kapasitas masyarakat terkait cara selamat saat terjadi gempa dan tsunami," kata dia.

Daryono menyebut hal ini sebagai risiko tinggal dan menumpang hidup di pertemuan batas lempeng.

"Mau tidak mau, suka tidak suka inilah risiko yang harus kita hadapi," ujarnya.

3. Masyarakat Diminta Tak Cemas

Daryono pun meminta awam tak perlu cemas dan takut setelah mengetahui wilayah Indonesia dekat dengan zona megathrust.

Menurutnya, semua informasi potensi gempa dan tsunami harus direspons dengan langkah nyata, yaitu memperkuat mitigasi.

"Dengan mewujudkan semua langkah mitigasi maka kita dapat meminimalkan dampak, sehingga kita tetap dapat hidup dengan selamat, aman, dan nyaman di daerah rawan gempa," tutur Daryono.

Peristiwa gempa bumi dan tsunami, lanjut Daryono, merupakan sebuah keniscayaan di wilayah Indonesia.

"Yang penting dan harus dibangun adalah mitigasinya, kesiapsiagaannya, kapasitas stakeholder dan masyarakatnya," kata dia mengakhiri tulisannya.

4. Imbauan BNPB

Menanggapi kabar ini, Pelaksana Harian (Plh) Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB) Agus Wibowo mengimbau masyarakat untuk tetap siaga dalam menghadapi potensi bencana tersebut.

Agus mengungkapkan bahwa ada beberapa sikap yang bisa dilakukan untuk kesiapsiagaan bencana.

Pertama, mengenali potensi ancaman di lokasi tempat gempa berlangsung atau bisa menggunakan aplikasi InaRISK melalui laman https://inarisk. bnpb.go.id.

Baca: Beredar Kabar Potensi Gempa 8,8 SR dan Tsunami Setinggi 20 Meter, BMKG: Gempa Belum Dapat Diprediksi

Kemudian, cara lain bisa dengan membangun bangunan yang tahan gempa.

"Jadi kalau di orang sipil itu bilangnya proses perkuatan dengan retrofikasi, misalnya ada dinding bangunan yang tidak bagus diberi perkuatan dengan ditambah tulangan yang lebih baru atau kolong yang lebih berat lagi," ujar Agus seperti dikutip Tribunnews.com dari Kompas.com pada Sabtu (20/7/2019).

Warga Kabupaten Seluma, Bengkulu bersama petugas terkait menggelar simulasi penanganan bencana banjir bandang dan gempa berpotensi tsunami, Kamis (18/7/2019). Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) melalui Dirjen Pengembangan Daerah Tertentu bekerjasama dengan Pemkab Seluma melaksanakan bimbingan teknis dan kegiatan simulasi penanganan bencana alam di daerah tertinggal yang berada dalam zona rawan bencana. TRIBUNNEWS/HO
Warga Kabupaten Seluma, Bengkulu bersama petugas terkait menggelar simulasi penanganan bencana banjir bandang dan gempa berpotensi tsunami, Kamis (18/7/2019). Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) melalui Dirjen Pengembangan Daerah Tertentu bekerjasama dengan Pemkab Seluma melaksanakan bimbingan teknis dan kegiatan simulasi penanganan bencana alam di daerah tertinggal yang berada dalam zona rawan bencana. TRIBUNNEWS/HO (TRIBUN/HO)

Selain dengan tulangan, perkuatan bangunan bisa dengan metode-metode lain, lebih bagus lagi menggunakan kayu.

Kemudian, Agus pun mengimbau agar masyarakat mampu menerapkan prinsip 20-20-20, terutama warga yang tinggal di pinggir pantai.

"Kalau warga merasakan gempa selama 20 detik, setelah selesai (guncangan) warga harus segera evakuasi, karena di pantai akan datang tsunami dalam 20 menit, lari ke bangunan yang ketinggiannya minimal 20 meter," ujar Agus menjelaskan prinsip 20-20-20.

Adapun proses evakuasi dengan memilih gedung tinggi meski dekat pantai pun tidak menjadi kendala, asalkan bangunan tersebut masih berdiri kokoh setelah gempa berhenti.

Agus mengungkapkan bahwa ciri-ciri bangunan yang mempunyai kualitas tahan gempa yang baik adalah bangunan yang sudah diperiksa dan diuji oleh pihak Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

"Jadi bangunan-bangunan yang sudah dites yang dibangun dengan kekuatan tahan gempa, tidak sembarang bangunan," ujar Agus.

Selanjutnya, Agus juga mengimbau masyarakat untuk selalu siap siaga menghadapi bencana tersebut.

4. Mitos Nyi Roro Kidul

Dikutip dari Kompas.com, tsunami pantai selatan Jawa sebetulnya sudah pernah terjadi sekitar 400 tahun yang lalu dalam skala yang luar biasa?

Fenomena itu terekam dalam mitos Nyi Roro Kidul, seperti diungkapkan oleh Eko Yulianto, pelacak jejak tsunami purba dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dalam film dokumenter LIPI yang berjudul "The Untold Story of Java Southern Sea".

Diwawancarai oleh Kompas.com via telepon, Sabtu (20/9/2019), Eko menuturkan bahwa pencarian jejak tsunami raksasa purba dimulainya ketika melakukan penelitian di lapangan dua hari setelah tsunami Pangandaran pada 2006.

Pada saat itu, dia menemukan bukti pertama yang diduga endapan tsunami purba.

Namun, dia tidak dapat mengambil sampel dan meneliti lebih lanjut.

Baca: Info BMKG: Peringatan Dini Sejumlah Wilayah Alami Cuaca Ekstrem, Berlaku 19-21 Juli 2019

Baru satu tahun kemudian, ketika Eko menemani profesornya yang berasal dari Jepang, sampel berhasil dibawa untuk diuji di Japan Nuclear Center.

Hasil pengujian yang keluar pada 2 Desember 2017 dan menunjukkan bahwa tsunami terjadi sekitar 400 tahun yang lalu plus minus 30 tahun.

“Dari situ saya berpikir, seandainya benar 400 tahun itu tadi, maka saat itu di Jawa sedang ada apa. 400 tahun lalu secara kasar tahun 1600. Karena sejak kecil saya juga suka sejarah, saya masih ingat pelajaran-pelajaran dulu secara umum. Tahun 1600-an itu adalah kurang lebih awal berdirinya Kerajaan Mataram Islam,” ujar Eko.

“Lalu karena saya juga orang jawa, yang dibesarkan di Jawa dan masih mengalami masa ketika menonton sandiwara tradisional Jawa, ketoprak, dan sebagainya, yang saya ingat juga adalah hubungan antara raja-raja Mataram Islam dengan Ratu Pantai Selatan (Nyi Roro Kidul) sebagai sebuah mitos,” lanjutnya lagi.

Ilustrasi tsunami. Lima tsunami terdahsyat yang pernah ada sepanjang masa.
Ilustrasi tsunami. Lima tsunami terdahsyat yang pernah ada sepanjang masa. (Pinterest)

Berdirinya Kerjaan Mataram Islam dituturkan dalam dua versi.

Versi pertama yakni dalam buku sejarah menceritakan bahwa ketika Sultan Hadiwijaya dari kerajaan Pajang ingin menyerbu Sultan Panembahan, dia terhalang oleh aliran lahar dari Gunung Merapi dan terpaksa kembali.

Dalam perjalanan, dia terjatuh dari gajah tunggangannya dan meninggal.

Namun dalam versi Babad Tanah Jawi, kisah itu menjadi lebih dramatis.

Panembahan Senopati atau Sutawijaya dan ayahnya, Ki Ageng Pemanahan, sudah mengetahui terlebih dahulu bahwa Sultan Hadiwijaya akan menyerbu sehingga mereka pun berbagi tugas untuk menangkalnya.

Ki Ageng Pemanahan berangkat ke utara untuk meminta bantuan dari Penguasa Merapi, sedangkan Panembahan Senopati berangkat ke selatan untuk meminta bantuan dari Penguasa Laut Selatan.

Ketika menuju ke Selatan, Panembahan Senopati masuk ke Kali Ompak dan berenang.

Namun, kemudian seekor naga atau ikan raksasa memberikan bantuan dan mengantarkannya ke muara sungai.

Setelah naik ke daratan, dia pun bersemedi.

Baca: Viral Video Ribuan Ikan Loncat ke Daratan Sebelum Gempa di Bali, BMKG Kaitkan dengan Gempa di Cina

Semedinya mengeluarkan hawa panas yang menyebabkan gelombang besar.

Gelombang ini mematikan segala makhluk, merobohkan tumbuh-tumbuhan yang ada di daratan dan mengganggu makhluk-makhluk pengikut Nyi Roro Kidul.

Saat itulah, Nyi Roro Kidul menemui Panembahan Senopati dan memintanya untuk berhenti bersemedi karena menganggu rakyatnya.

Mereka pun mencapai kesepatakan, dan Nyi Roro Kidul berjanji akan membantu Panembahan Senopati untuk mendirikan kerajaan Mataram Islam.

4.1. Mencari bukti-bukti tsunami

Eko mengatakan, jika mitos Nyi Roro Kidul memang berkaitan sama fenomena alam, maka fenomena alam itu harusnya terekam dalam sebuah dokumen yang lebih valid secara ilmiah.

Secara kebetulan, Eko mendapatkan salinan dari disertassi Alfred Wichmann, seorang ahli geologi Hindia-Belanda.

Dalam disertasinya, Wichmann mencatat kejadian-kejadian tsunami, gempa bumi dan letusan gunung api di Indonesia dari tahun 300 hingga 1850 berdasarkan macam-macam sumber, mulai dari mitos, cerita rakyat hingga catatan orang Eropa yang sedang berada di Indonesia.

Disertasi Wichmann menyebutkan bahwa pada 1584-1586, ada dua gempa besar yang mengguncang seluruh selatan jawa.

Lalu, pada kisaran waktu yang sama, ada tiga gunung yang meletus yakni Gunung Ringgit, Gunung Kelut dan Gunung Merbabu.

“Dikatakan gempa itu mengguncang seluruh selatan Jawa. Kalau deskripsinya benar, gempa itu kemungkinan besar terjadi di jalur subduksi selatan Jawa (di lautan) dan bukan daratan Pulau Jawa. Karena kalau dari sesar di daratan, gempa itu hanya akan dirasakan oleh wilayah yang tebatas sekali,” tutur Eko.

Di samping disertasi Wichmann, Eko dan timnya juga melakukan penelitian lanjutan sejak 2006 untuk mencari bukti adanya tsunami raksasa yang dipicu oleh gempa sekitar 400 tahun yang lalu.

Bila memang benar terjadi, seharusnya bukti dapat ditemukan pada hampir semua tempat di pantai selatan Jawa.

Penelitian Eko membuahkan hasil.

Bukti ditemukan di Lebak, Ciledug, Pangandaran dan sekitarnya, Cilacap, Kutoarjo, Lumajang bahkan selatan Bali.

“Kami menyimpulkannya, tsunami besar itu memang pernah terjadi 400 tahun lalu,” ujar Eko.

4.2. Legitimasi politik

Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana sebuah fenomena tsunami besar dituturkan sebagai mitos?

Menurut Eko, mitos ratu pantai selatan sebenarnya adalah bukti bahwa Panembahan Senopati merupakan orang yang sangat cerdas secara politik.

Pasalnya, di samping pertemuan pertama Panembahan Senopati dan Nyi Roro Kidul, Babad Tanah Jawa juga menceritakan banyak mitos-mitos lain.

Sebagai contoh adalah tentang kakek Panembahan Senopati yang sakti dan bisa memegang petir.

Lalu, ada juga kisah mengenai ayah Panembahan Senopati berhasil meminum sebuah kelapa dalam satu tenggak.

Rupanya, keturunan orang yang bisa meminum kelapa itu dalam satu tenggak akan ditakdirkan menjadi raja.

Membaca mitos-mitos ini dalam konteks sosio-kultural, Eko pun mendapatkan kesimpulan bahwa Panembahan Senopati memanfaatkan suatu peristiwa alam (tsunami dan letusan gunung) untuk menambahkan legitimasinya sebagai raja, meskipun dia tidak berdarah biru.

Jika melihat mitos-mitos itu saja, naiknya Panembahan Senopati telah ditakdirkan karena kakeknya yang sakti dan ayahnya bisa meminum kelapa dalam satu tenggak.

Bahkan, Ratu Pantai Selatan dan Penguasa Merapi pun merestuinya.

Kisah Nyi Roro Kidul dan hasil pemodelan potensi tsunami selatan Jawa memberi pesan bahwa penduduk di sekitar wilayah Samudera Hindia selatan Jawa hingga Nusa Tenggara harus waspada.

Tsunami pasti akan terjadi walau kita tak tahu kapan.

Yang bisa dilakukan adalah bersiap-siap sehingga meminimalkan korban.

(Baca: Potensi Tsunami Selatan Jawa, Bagaimana Kisah Nyi Roro Kidul Beri Petunjuk Kebenarannya?

(Tribunnewes.com/Daryono/Sri Juliati) (Kompas.com/Shierine Wangsa Wibawa)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas