Komisi III Akan Panggil Menkumham Besok Bahas Amnesti Baiq Nuril
Komisi III DPR RI telah menggelar rapat pleno pandangan fraksi soal amnesti Baiq Nuril, Selasa (23/7/2019).
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi III DPR RI telah menggelar rapat pleno pandangan fraksi soal amnesti Baiq Nuril, Selasa (23/7/2019).
Selanjutnya Komisi III akan memanggil Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly untuk mendegar pertimbangan pemberian amnesti Baiq Nuril.
“Selanjutnya kami akan mengundang juga Menkumham untuk mendengar masukan dari pemerintah,” kata Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin usai Rapat Pleno Komisi III di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Usai mendengarkan penjelasan Menkumham, Komisi III DPR akan kembali menggelar rapat internal mendengar pandangan terkahir fraksi soal amnesti Baiq Nuril.
Baca: Setelah Kasus Ikan Asin Fairuz A Rafiq, Pablo Benua Juga Terjerat Kasus Penipuan dan Penggelapan
Baca: Hakim MK Arief Hidayat Gagal Jebak Saksi PKB
Baca: KPK Siap Bantu KY Usut Dua Hakim MA Pembebas Syafruddin Arsyad Temenggung
Baca: Pengamat: Kesigapan Pertamina Sejajar dengan Perusahaan Migas Dunia
Usai pandangan fraksi Komisi III langsung mengambil keputusan atau sikap soal amnesti tersebut.
"Selanjutnya akan diambil keputusan di dalam forum rapat kerja komisi III pada esok guna mendengar pandangan-psandangan fraksi, apakah diberikan persetujuan atau tidak memberikan atas kewenangan pertimbangan yang melekat di dalam lembaga DPR guna memberikan pertimbangan atas amnesti yang diberikan," katanya.
Dalam rapat pleno pertama Komisi III, Baiq Nuril hadir di dampingi tim hukum dan juga politikus PDIP Rieke Diah Pitaloka.
Dalam rapat Nuril ditanya mengenai urgensi pemberian Amnesti tersebut.
Karena surat atau pernyataan Nuril meminta Amnesti belum jelas.
"Dengan amnesti itu meniadakan pemidanaan. Ini penting bagi seorang presiden untuk melakukan hal itu. Kepentingan negara yang ibu minta di situ ada. Karena ini sangat penting, jangan sampai kewibwaan hukum jatuh. Jadi saya minta surat ibu diperjelas."
"Ibu bilang korban. Korban pelecehan seksual atau korban hukum. Kalau korban pelecehan seksual, kami belum dapat Pak ketua, kami ingin tau kepentingan negara apa sampai ibu bisa diberikan amnesti," kata anggota Komisi III dari Fraksi Demokrat Yoseph Badoeda.
Teteskan air mata
Terpidana kasus pelanggaran UU ITE sekaligus korban pelecehan seksual Baiq Nuril Maknun hadir dalam rapat pleno tertutup Komisi III DPR yang mengagendakan pembahasan surat pertimbangan amnesti untuk dirinya.
Dalam rapat tersebut, Baiq meneteskan air mata di depan para anggota Komisi III DPR RI.
Ia hanya bisa berharap DPR akan menyetujui pertimbangan amnesti yang diberikan Presiden Jokowi.
"Harapan saya mudah-mudahan bapak dan ibu mempertimbangkan pengajuan amnesti saya. Karena bagaimana pun, saya merasa ini tidak adil buat saya," ucap Baiq sambil meneteskan air mata, di Ruang Rapat Komisi III DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (23/7/2019).
Baiq mengatakan peristiwa yang dialaminya merupakan bentuk ketidakadilan.
Tetapi ia yakin akan menemukan keadilan dengan mengajukan amnesti kepada Presiden Jokowi.
Baca: Polisi Bekuk Komplotan Pencuri Spion Mobil yang Beraksi di Tanah Abang
"Saya yakin keadilan pasti ada untuk saya. Karena saya berdiri di atas kebenaran dan saya yakin tangan-tangan bapak dan ibu yang akan mengangkat keadilan untuk saya," kata Baiq.
Dalam rapat tersebut, ia didampingi kuasa hukumnya, Yan Mangandar Putra.
Selain itu, Baiq juga ditemani putranya yang bernama Rafi dan politikus PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka.
Golkar akan beri persetujuan
Ketua Komisi III DPR RI Aziz Syamsuddin mengatakan Komisinya akan menggelar rapat pleno pertimbangan amnesti untuk Baiq Nuril, Selasa, (23/7/2019).
Rapat digelar menindaklanjuti rapat badan musyawarah mengenai surat permintaan pertimbangan dari presiden kepada DPR.
"Tentu DPR sudah melalui rapat badan musyawarah dilanjutkan ke komisi lll kemudian pada hari ini melakukan rapat pleno berdasarkan rapat pimpinan komisi lll," kata Aziz di Kompleks Parlemen, senayan, Jakarta, Selasa, (23/7/2019).
Dalam rapat pleno nanti, menurut Aziz 10 fraksi di DPR akan memberikan pandangannya seputar amnesti terhadap Baiq Nuril.
Fraksi Golkar sendiri menurut Aziz arahnya akan memberikan persetujuan terhadap amnesti tersebut.
Baca: Jemaah Haji Indonesia Banyak yang Lupa Menaruh Sandalnya
"Golkar secara resmi dalam rapat. Dan saya sudah melakukan kajian secara hukum berkaitan dengan ini Gilkar arahnya ke sana. Mengarahkan memberikan persetujuan," katanya.
Hasil rapat pleno nanti menurut menurut Aziz akan kembali diserahkan kembali kepada pemerintah melalui rapat paripurna.
Baiq Nuril merupakan Guru Honorer di SMAN 7 Mataram. Kasusnya berawal pada 2012 lalu.
Saat itu, ia ditelepon oleh kepala sekolahnya, Muslim.
Percakapan telepon tersebut mengarah pada pelecehan seksual. Karena selama ini kerap dituding memiliki hubungan dengan muslim, Nuril kemudian merekam percakapan tersebut pada telepon genggamnya.
Karena didesak teman-teman sejawatnya Nuril kemudian menyerahkan rekaman tersebut untuk digunakan sebagai barang bukti laporan dugaan pelecehan seksual atau pencabulan oleh muslim ke dinas pendidikan setempat.
Akibat laporan tersebut sang Kepala Sekolah akhirnya dimutasi. Karena tidak menerima, Muslim lalu melaporkan Nuril ke polisi dengan tuduhan pelanggaran UU ITE karena menyebarkan rekaman percakapan tersebut. Laporan itu membuat Nuril sempat ditahan oleh Kepolisian.
Di Pengadilan Negerin Mataram Nuril sebenarnya di Vonis bebas, namun Jaksa saat itu tidak puas dan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Hakim MA justru memutus Nuril bersalah pada 26 September 2018. Ia dijatuhi hukuman penjara 6 bulan dan denda Rp 500 juta.
Baca: Angel Lelga Sebut Vicky Prasetyo Penipu Handal
Kasus tersebut kemudian mengundang simpati publik. Apalagi kemudian sang kepala sekolah Muslim justru malah mendapatkan Promosi jabatan sebagai kepala Bidang Pemuda dan Olahraga Kota Mataram.
Selain itu, laporan Nuril adanya dugaan pelecehan seksual atau pencabulan oleh atasannya tersebut dihentikan Polda NTB dengan dalih kurangya bukti.
Kuasa hukum Nuril lalu mengajukan upaya hukum terakhir yakni Peninjauan Kembali (PK) ke MA pada Januari 2019. Pada 4 Juli, MA menolak PK yang diajukan kuasa hukum.
Dengan PK tersebut, Nuril kemudian memperjuangkan keadilan dengan meminta belas kasihan presiden. Ia berharap Presiden memberikan Amnesti atas vonis MA kepadanya itu.