Pasutri Pelaku Bom Bunuh Diri di Filipina Pernah Ikuti Doktrinasi hingga Cuci Otak
Keduanya dibantu masuk ke Filipina oleh Andi Baso pada Desember 2018 secara ilegal.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pasangan suami-istri pelaku bom bunuh diri di Gereja Katedral, Jolo, Filipina disebut pernah mengikuti doktrinasi hingga pencucian otak atau brainwash.
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan pasca mendapatkan doktrin, kedua warga negara Indonesia (WNI) itu menyanggupi menjadi 'pengantin suicide bomber'.
"Rekam jejak yang bersangkutan, pernah mengikuti doktrinasi, brainwash, penanaman nilai-nilai dari paham radikal ekstrim tersebut dan ada juga kesanggupan yang bersangkutan untuk menjadi pengantin suicide bomber," ujar Dedi, di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (24/7/2019).
Ia menyebut keduanya direkrut oleh terduga teroris JAD Makassar bernama Andi Baso.
Keduanya dibantu masuk ke Filipina oleh Andi Baso pada Desember 2018 secara ilegal.
Andi Baso sendiri masih menjadi DPO atas kasus pengeboman gereja Oikumene Samarinda pada Oktober 2016. Ia diyakini berada di Filipina Selatan.
Baca: Megawati Bertemu Prabowo, Golkar: Tradisi Demokrasi yang Baik Pasca Pilpres 2019
Mantan Wakapolda Kalimantan Tengah itu mengatakan Andi Baso turut menginformasikan perekrutan pasutri itu kepada mastermind JAD di Indonesia yakni Saefullah alias Daniel alias Chaniago.
"Pola perekrutannya dilakukan oleh Andi Baso ini, dan Andi Baso juga menginformasikan ke mastermind-nya Saefullah. Maka ada komunikasi dengan jaringan yang ada di Filipina, setelah jaringan Filipina melakukan pemetaan ada lima tersangka yang diamankan oleh kepolisian Filipina. Baru mereka (pasutri) dipersiapkan untuk jadi pengantin suicide bomber," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Polri meyakini pelaku bom bunuh diri di Gereja Katedral, Jolo, Filipina, beberapa waktu lalu adalah 2 orang berstatus suami-istri warga negara Indonesia (WNI).
Awalnya, Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan Polri dan kepolisian Filipina belum berhasil menemukan pembanding terkait tes DNA pelaku.
Apalagi kedua pelaku masuk secara ilegal ke Filipina. Diketahui keduanya merupakan deportan dari Turki pada Januari 2017.
"Hasil tes DNA yang dilakukan oleh aparat keamanan Filipina belum diketemukan pembandingnya. Sehingga sulit untuk mengidentifikasi siapa sebetulnya pelaku bom bunuh diri di rumah ibadah itu. Densus 88 juga telah bekerjasama dengan kepolisian Filipina, tapi belum berhasil mengidentifikasi karena dua tersangka ini masuk melalui jalur ilegal Filipina, sehingga tidak terekam dengan baik," ujar Dedi, di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (23/7/2019).
Baca: Ramalan Zodiak Cinta Kamis 25 Juli 2019 Aries Dimanja, Gemini Bersabar, Libra Nostalgia
Kemudian, hasil identifikasi aparat keamanan Filipina dan Indonesia juga belum membuahkan hasil lantaran informasi dari lima tersangka yang ditangkap di Filipina hanya menduga pelaku adalah orang Indonesia.
"Pelaku diduga orang Indonesia, karena dari logat bicara dan kebiasaannya seperti orang Indonesia," imbuhnya.
Mantan Wakapolda Kalimantan Tengah itu mengatakan keyakinan Polri bahwa kedua pelaku merupakan WNI terungkap pasca penangkapan terduga teroris N atau Novendri di Padang, Sumatera Barat, Kamis (18/7).
Selain itu penangkapan anggota JAD Kalimantan Timur bernama Yoga juga menyumbang informasi bahwa Yoga dan Novendri memiliki keterkaitan dengan kedua pelaku.
"Tapi setelah dilakukan penangkapan terhadap Saudara Novendri dan Yoga di Malaysia, baru mengkait ternyata pelaku bom bunuh diri di Filipina itu adalah dua orang warga negara Indonesia. Suami istri atas nama Rullie Rian Zeke dan Ulfah Handayani Saleh. Ini yang diduga sebagai pelaku suicide bomber di Filipina," tandasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.