Kasus Edit Foto Caleg di Sidang MK, Ahli Pemohon Nilai Evi Apita Maya Manipulasi Foto
Mahkamah Konstitusi (MK) menyidangkan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Anggota DPD Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menyidangkan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Anggota DPD Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), pada Kamis (25/7/2019).
Sidang Panel 3 dipimpin Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna dengan didampingi Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Wahiduddin Adams itu, beragenda mendengar keterangan saksi dan ahli dari Pemohon dan Pihak Terkait, serta saksi Termohon.
Untuk diketahui, Calon Anggota DPD Provinsi NTB 2019 -2024, Farouq Muhammad, di perkara Nomor 03-18/PHPU-DPD/XVII/2019 mempersoalkan masalah editan foto saingannya, Evi Apita Maya, di kertas suara.
Priyadi Sufianto, ahli yang dihadirkan pemohon, menyebutkan di fotografi ada tiga kacamata untuk memandang sebuah foto.
Pertama, secara jurnalistik yang bersifat obyektif. Kedua, secara komersial yang bisa obyektif maupun subyektif. Ketiga, seni foto bersifat subyektif.
Adapun pengubahan foto dalam dunia fotografi terdiri dari dua yakni edit dan retouch.
Baca: KPU Sudah Tetapkan Kursi dan Calon Terpilih Pileg 2019 di 4 Provinsi
“Kedua hal ini diperbolehkan. Yang tidak boleh adalah manipulasi foto,” kata dia, seperti dilansir laman MK, Kamis (25/7/2019).
Melihat foto Pihak Terkait, yaituEvi Apita Maya, kata dia, ini termasuk manipulasi. Sebab sudah mengubah secara total foto asli. Hal ini dia dapatkan saat mengkomparasi dua foto yang ada.
Baca: Sepi Penumpang, Citilink Tutup Sementara 3 Rute di Bandara Kertajati
Sementara itu, saksi pemohon, Oni Husain Al Jufri menyebut ada dugaan penggelembunagn suara. Dia mengetahui ini melalui bukti fisik kopian C1 dan DAA1 Desa Praya. Hal ini dia dapatkan dari timses di tingkat bawah.
“Atas hal ini kami melaporkan ke Bawaslu tingkat Provinsi,” kata dia.
Namun, kata dia, laporan yang ada dianggap kedaluwarsa. Padahal sudah ada rencana dari Bawaslu untuk memanggil saksi terkait hal ini.
“Jadi permohonan pertama masuk. Lalu mereka menyuruh kami membuat laporan baru. Namun ujung-ujungnya keduanya dianggap kadaluwarsa,” tegasnya.
Adapun, saksi pemohon lainnya Fahrudien mengungkapkan adanya pembagian sembako dari Pihak Terkait. Ini dilakukan tanggal 5 Agustus 2018 setelah gempa Lombok.
“Kami diberi beras, mie instan, sembako, telur, dan terpal,” jelasnya. Pemberian dilakukan oleh orang suruhan Pihak Terkait. Adapun Pihak Terkait ada juga saat pemberian sembako tersebut.
Untuk diketahui, Farouq Muhammad, melayangkan gugatan karena tindakan yang dilakukan Evi menurut dirinya telah mempengaruhi masyarakat untuk memilih Evi saat pencoblosan.
Evi pun lolos menjadi anggota DPD dengan suara terbanyak sebesar 283.932. Padahal Evi diduga tidak maksimal dalam kampanye di daerah terpencil.
Pemohon menuduh Evi melanggar Pasal 65 ayat (1) huruf j Peraturan KPU RI Nomor 30 Tahun 2018. Isi aturannya mengenai penggunaan foto lama lebih dari 6 bulan.
Selain foto Evi, Pemohon juga mempermasalahkan foto saingan lainnya yakni Lalu Suhaimi Ismy. Pemohon menyebut Suhaimi memakai foto lama yang sama dengan saat dia maju DPD periode 2014-2019.