Pihak Pemohon Keberatan di SPDP Tak Ada Nama Kivlan Zen, Begini Tanggapan Saksi Ahli Termohon
Tersangka kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal, Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen mengaku keberatan dengan SPDP
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tersangka kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal, Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen mengaku keberatan dengan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang tak memuat nama Kivlan tertanggal 21 Mei.
Kemudian pada SPDP tertanggal 31 Mei, pihak pemohon juga mempersoalkan adanya nama Kivlan bersama tersangka lainnya Habil Marati.
Terkait hal itu, Effendy Saragih yang dihadirkan pihak termohon yakni Polda Metro Jaya selaku saksi ahli menerangkan hal yang biasa tercantum dalam SPDP.
Ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti itu mengatakan dalam SPDP belum tentu ada nama tersangka lainnya, dimana nantinya dalam pengembangan kasus bisa saja baru ditemukan tersangkanya. Akan tetapi penyidikan dinilainya tidak sempurna apabila tidak disertai dengan SPDP.
Baca: Hasil dan Update Klasemen Liga 2 Pekan Tujuh, Klub Aceh dan Papua Masih Rajai Klasemen
Baca: Makan Nasi Padang Bareng Sahabat, Jefri Nichol Bertambah Semangat
Baca: Aaliyah Massaid dan Dul Liburan Bersama ke Bali, Maia Estianty Beri Komentar
"Kadang belum ada tersangkanya, kadang perkara pidananya saja. Apakah si A, si B dalam prosesnya ada tersangka lain boleh saja. Itu baru mulai penyidikan. Segala penyidikan berkembang segala macam. Bahkan kalau lagi penyidikan besok SP3 boleh aja," ujar Effendy, saat bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Kamis (25/7/2019).
Saksi ahli kedua yang dihadirkan Polda Metro Jaya, yakni Andre Joshua pun sepakat dengan penjelasan Effendy.
Ahli pidana dari Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) itu mengatakan dalam SPDP tidak diharuskan tercantum nama tersangka. Hal itu sesuai dengan putusan MK nomor 130/2015.
Ia menjelaskan bahwa di dalam SPDP hanya diharuskan tercantum tenggat waktu 7 hari pengiriman SPDP ke pihak pelapor, terlapor dan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Soal SPDP itu tidak ada untuk tersangka. Putusan MK 130/2015 SPDP hanya untuk JPU, terlapor, dan pelapor, tidak ada disitu menuliskan tersangka," ujar Andre.
"Apakah statusnya terlapor itu dinaikkan (tersangka), kalau misalnya pengembangan itu bisa saja. Baca sistematisnya. Kita lihat konteksnya tetap dengan KUHAP itu sendiri," imbuhnya.