Advokat Senior: Hormati Kewibawaan Mahkamah Agung
Berbagai kritik dan serangan terhadap Mahkamah Agung (MA) sudah menjurus pada pelecehan terhadap institusi peradilan tertinggi itu.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berbagai kritik dan serangan terhadap Mahkamah Agung (MA) sudah menjurus pada pelecehan terhadap institusi peradilan tertinggi di Indonesia yang dapat merusak posisi, kewibawaan, reputasi dan tatanan hukum yang sudah ada di negeri ini.
“Adalah sikap yang tidak bisa dibenarkan jika ada pihak yang menyerang institusi peradilan kita yang terhormat, khususnya Mahkamah Agung yang merupakan lembaga peradilan tertinggi di negeri ini, hanya karena mereka tidak suka atas suatu keputusan MA, ” kata advokat senior Mohammad Assegaf kepada media di Jakarta, Jumat (26/7/2019).
Mahkamah Agung dalam memutus suatu perkara, kata Assegaf, pasti melakukannya dengan seksama, sesuai fakta yang ada dan berdasarkan hukum yang berlaku. “Sama halnya seperti putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi terhadap Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) yang dihormati oleh KPK dan pihak-pihak lainnya. Maka, terlebih pada putusan Mahkamah Agung, juga harus dihormati dan dipatuhi,” katanya.
Baca: Sukses Jadi Youtubers, Bocah 6 Tahun Asal Korea Selatan ini Beli Rumah Mewah Seharga Rp 100 Miliar
Baca: Cari Car Audio? Ada Diskon Menarik dari Audio Plus Selama GIIAS 2019
Baca: Sejarah dan Informasi Lengkap Gunung Tangkuban Parahu yang Erupsi Pada Hari Ini
Menurut Assegaf, apabila seorang Hakim dapat diperiksa hanya karena beberapa orang tidak senang atas putusannya, hal itu akan merusak sistem hukum dan kewibawaan lembaga peradilan kita.
“Hal tersebut tidaklah adil bagi para Hakim dan tidak adil bagi SAT yang telah dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum oleh putusan Mahkamah Agung," tegasnya.
Para investor domestik dan asing juga akan khawatir jika ternyata suatu putusan pengadilan di Indonesia yang telah berkekuatan hukum tetap dapat dipermasalahkan kembali dan para Hakim yang memutusnya dapat dipersalahkan. Ini menunjukkan tidak ada kepastian hukum di Indonesia.
Sudah menjadi fakta hukum bahwa MA telah membebaskan SAT karena tidak terbukti ada unsur pidana dalam keputusannya sebagai Kepala BPPN memberikan Surat Keterangan Lunas (SKL) tahun 2004 kepada Sjamsul Nursalim (SN), pemegang saham BDNI.