Pusat Kajian Fakultas Hukum Undip Dukung KPK Agar Partai Politik Tidak Calonkan Mantan Koruptor
Ketua Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Pujiono menilai permintaan KPK tidak berlebihan
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
![Pusat Kajian Fakultas Hukum Undip Dukung KPK Agar Partai Politik Tidak Calonkan Mantan Koruptor](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/terlibat-jual-beli-jabatan-bupati-kudus-muhammad-tamzil-ditahan-kpk_20190727_194458.jpg)
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengingatkan agar dalam Pilkada 2020 partai politik tidak lagi mengusung calon kepala daerah yang memiliki rekam jejak buruk khususnya dalam kasus korupsi.
Menurut Ketua Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, Pujiono, permintaan KPK bukan hal yang berlebihan.
Meskipun memang tidak menjamin juga, karena calon yang jadi meskipun bukan dari narapidana kasus korupsi banyak juga yang melakukan tindak pidana korupsi.
Tetapi persyaratan integritas adalah hal utama.
Pemimpin yang bersih dan berintegritas adalah modal utama untuk memimpin.
Baca: Hago Blokir Pengiriman Gambar dan Nomor Telepon Cegah Pornografi Anak
Baca: KPK: Ada Tarif Untuk Isi Jabatan di Pemerintah Kabupaten Kudus
Baca: Penjual Kelapa di Kulon Progo Gadaikan Motor Temannya untuk Judi
Baca: Sikapi Kasus Polisi Tembak Polisi di Depok, Polri Beberkan Prosedur Anggotanya Pegang Senjata Api
"Yang terjaring, tersaring dan terpilih harus orang-orang yang punya integritas, kapabilitas, komitmen dan kemauan untuk mengabdi," ujar pegiat antikorupsi ini kepada Tribunnews.com, Senin (29/7/2019).
Menurut dia, napi koruptor adalah sosok gagal mengemban amanah, sehingga tidak layak untuk "berkontestasi" kembali dalam pilkada.
"Mestinya harus tahu diri, tidak rumongso iso kasih kesempatan orang lain," tegas Pujiono.
Karena itu Partai yang mengajukan kembali calon napi koruptor merugi.
Karena masyarakat akan menilai tidak memiliki komitmen antikorupsi.
"Sehingga akan dihukum ditinggal pemilih," ucapnya.
Dia menegaskan, kasus penangkapan Bupati Kudus Muhammad Tamzil adalah kegagalan sistem pilkada sekaligus kegagalan sistem pembinaan napi koruptor.
Untuk itu pula dia menilai Masyarakat harus lebih dewasa memilih, selain juga regulasi membatasi atau melarang mantan napi korupsi untuk mencalonkan diri harus didorong.