Pengamat: Citra Partai Politik Akan Positif Ketika Tidak Usung Mantan Koruptor dalam Pilkada 2020
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau partai politik tidak mencalonkan mantan narapidana korupsi dalam Pilkada 2020.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau partai politik tidak mencalonkan mantan narapidana korupsi dalam Pilkada 2020.
Pengamat politik dari Universitas Jenderal Achmad Yani, Arlan Siddha menilai usulan tersebut memang idealnya dilakukan partai politik.
"Apalagi jika calon kepala daerah tersebut memiliki rekam jejak yang buruk. Jangankan pada level pernah korupsi pada rekam jejak pembayaran pajak harus sudah diperhatikan dan mejadi catatan," ujar Arlan Siddha kepada Tribunnews.com, Selasa (30/7/2019).
Baca: Sri Mulyani Setuju Tarif Iuran BPJS Kesehatan Dikaji Ulang
Baca: Arief Hidayat Beberkan Makna Sembilan Majelis MK Hingga Ruang Rapat Permusyawaratan Hakim
Baca: Sang Ayah Nyesal Nikahkannya dengan Taqy Malik, Salmafina Sunan Beberkan Ini: Sangat Wajar
Baca: Dijenguk Anak Lelakinya, Nunung Keluhkan Pusing di Dalam Tahanan
Karena itu, dia berharap pada Pilkada 2020 rekam jejak calon harus diperhatikan dan menjadi bahan pelajaran untuk parpol dalam mencalonkan kepala daerah.
Kalau tidak demikian, maka akan terus terjadi kepala daerah yang tersandung korupsi.
Hal tersebut akan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada partai politik.
Selain itu bisa berimbas pada partisipasi pemilih karena dianggap masyarakat siapapun yang terpilih pasti korupsi.
"Hal ini benar-benar harus diantisipasi dengan baik oleh parpol dengan cara memperketat pencalonan kepala daerah," tegasnya.
Untuk itu bisa saja partai politik bekerja sama dengan pihak lain guna menelusuri rekam jejak calon tersebut.
"Ini semata-mata untuk memperbaiki citra parpol ke depannya," ucapnya.
Memang jaminan kepala daerah tidak akan koruspi sulit untuk dipastikan, karena biaya seseorang untuk menjadi kepala daerah cukup tinggi.
Artinya biaya Pilkada masih terlampau mahal sehingga banyak cara dilakukan oleh kepala daerah terpilih untuk mengembalikan modal selama memerintah.
Jokowi disarankan keluarkan Perppu