Puskaptis: Kursi Ketua MPR Jangan Diisi Orang yang Memiliki Ambisi Politik di 2024
Direktur Pusat Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono menilai kursi Ketua MPR tak bisa dijabat sembarang orang
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Posisi Ketua MPR RI kini menjadi rebutan beberapa partai politik.
Tak hanya partai pendukung Jokowi, jabatan Ketua MPR RI juga diincar partai politik pendukung Prabowo Subianto.
Direktur Pusat Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (PUSKAPTIS) Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono menilai kursi Ketua MPR tak bisa dijabat sembarang orang.
Selain sosok negarawan, Ketua MPR harus dijabat tokoh yang tidak memiliki kepentingan politik di tahun 2024.
"Ketua MPR bukanlah figur yang punya masalah di masa lalu. Harusnya figur politisi negarawan, bukanlah yang punya ambisi untuk 2024," kata Bayu Dwi Anggono dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (30/7/2019).
Baca: Fakta Terbaru Kasus Narkoba Nunung, 13 Bulan Aktif Konsumsi Sabu dan 3 Orang Masih Diburu Polisi
Baca: Sosok Pria Pemakan Kucing di Kemayoran Terungkap, Asal Rangkasbitung dan Dipanggil Bang Grandong
Baca: Polisi Berhasil Bongkar Modus Pengiriman Amunisi dan Narkoba untuk KKB Papua Pimpinan Egianus Kogoya
Ia khawatir, jika kursi Ketua MPR dipegang politisi yang memiliki kepentingan politik jangka panjang, kebijakannya akan mencitrakan dirinya.
"Kalau pikirannya cari citra untuk 2024 nanti kebijakannya hanyalah untuknya dan partainya dan masyarakat dipakai untuk mencari suara," katanya.
Ia juga menilai jabatan Ketua MPR berhak didapatkan partai politik manapun.
Termasuk PDI Perjuangan yang otomatis mendapatkan jatah Ketua DPR karena menjadi pemenang pemilu legislatif 2019.
"Tidak ada larangan partai yang bilang sudah dapat jatah ini, ini, ini enggak boleh dapat Ketua MPR," katanya.
Sikap Gerindra
Partai Gerindra juga mengincar kursi Ketua MPR RI.
Wakil Ketua MPR dari Fraksi Gerindra Sodik Mudjahid mengatakan bahwa komposisi terbaik pimpinan lembaga negara nanti yakni Ketua DPR dari PDI Perjuangan dan ketua MPR dari dari Gerindra.
"Ketua MPR (dari) Gerindra, Ketua DPR (dari) PDIP, Presidennya Joko Widodo," kata Sodik melalui pesan tertulisnya, Jumat (19/7/2019).
Komposisi tersebut kata Sodik, tanpa harus menunggu peta koalisi oposisi dan koalisi di pemerintahan nantinya.
Karena menurutnya rakyat dan bangsa Indonesia sudah memahami Bagaimana posisi PDIP serta Gerindra dalam pileg dan pilpres 2019.
Sodik mengatakan dengan Ketua DPR dari PDIP serta Ketua MPR dari Gerindra menunjuk semangat rekonsiliasi yang bertujuan untuk kebersamaan serta kesatuan dan persatuan bangsa.
Baca: Wasekjen PDIP: Tidak Ada Larangan Ketua DPR dan Ketua MPR Dijabat Kader Partai yang Sama
Ia menambahkan bahwa Inti rekonsoliasi adalah memperkokoh kembali semangat kebersamaan demi kepetingan yang lebih besar yakni kesatuan dan persatuan bangsa.
Hal itu menjadi modal paling penting untuk memperkuat kembali kedaulatan dan kemajuan bangsa Indonesia di segala bidang, termsuk dalam bidang ekonomi.
Atas dasar itulah menurut Sodik Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto bersedia bertemu Jokowi meski memiliki resiko ditinggal sebagain pendukungnya.
Oleh karena itu tidaklah salah dan berlebihan apabila semangat rekonsiliasi itu ditunjukkan salah satunya dengan penentuan pimpinan MPR.
"Pertama tama harus diwujudkan oleh para wakil rakyat anggota MPR (dari angggota DPR dan DPD), terutama oleh para pemimpin partai,dalam menetapkan ketua MPR," pungkasnya.
Sebelumnya Sekretaris Jenderal Gerindra yang juga Wakil Ketua MPR Ahmad Muzani mengatakan bahwa tidak menutup kemungkinan PDI Perjuangan akan satu paket dengan PDIP dalam pemilihan Calon pimpinan MPR.
"Peluangnya masih terbuka semua. Sebelah sini, sono, semua masih cair," kata Muzani di Kompleks Parlemen, senayan, Jakarta, Kamis, (18/7/2019).
Pemilihan Calon Ketua MPR akan ditentukan melalui Rapat Paripurna MPR.
Paket calon pimpinan nanti akan dipilih oleh 575 anggota DPR dan 136 anggota DPD.
Pengamat menyebut bahwa kemungkinan akan ada dua paket yang akan bertarung dalam pemilihan calon ketua MPR.
Paket pertama yakni pimpinan dari partai koalisi pemerintah, dan paket kedua calon pimpinan MPR, dari partai opoisi.
Namun ada juga yang memprediksi bahwa paket pimpinan MPR yang bertarung tidak akan berdasarkan koalisi pada Pemilu Presiden 2019 lalu.
Cak Imin Incar Kursi Ketua MPR
Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar (Cak Imin) mengaku lebih tertarik menjabat ketua MPR RI ketimbang menjadi menteri pada kabinet pemerintahan Jokowi-Maruf Amin.
Alasannya, Cak Imin sudah pernah menjabat sebagai menteri.
"Saya terus terang ingin di MPR, (menjadi) menteri sudah pernah dan sudah cukuplah saya mengabdi di eksekutif, gantian saya biar di legislatif," ujar mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini, Selasa (9/7/2019).
Muhaimin, yang menjabat wakil ketua MPR sejak Maret 2018, pernah menjadi menteri tenaga kerja dan transmigrasi pada kabinet Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono 2014-2009.
Baca: Jaksa Kasus Hoax Ratna Sarumpaet Juga Ajukan Banding
Baca: Anggota Komisi I DPR: Tidak Ada Informasi Menyebutkan Bahwa Aswar Hasan Terafiliasi HTI
Baca: Jaksa Tuntut Kepala Kantor Kemenag Gresik Nonaktif Dua Tahun Penjara
Pada periode sebelumnya, 2004-2009, Cak Imin tercatat sebagai wakil ketua MPR RI bidang industri, perdagangan, dan pembangunan.
Menurutnya, komposisi partai nasionalis dan agamis sangat dibutuhkan, mengingat Ketua DPR nantinya akan diisi dari partai nasionalis yaitu PDIP sebagai pemenang Pemilu.
"Dulu ketua DPR dari nasionalis (partai Golkar) Novanto, Bambang Soesatyo, Ketua MPR dari agamis Zulkifki Hasan (PAN)," ujarnya.
Cak Imin mengatakan akan berembug dengan Golkar dan partai koalisi lain memutuskan siapa yang akan menjadi ketua MPR, mengingat nantinya semua partai akan mengajukan.
"Nanti Golkar ngajuin siapa, PKB ngajuin siapa, yang lain ngajuin siapa. Nanti kami tentu pada akhirnya dibawa dalam rapat koalisi," kata Cak Imin.
Ketua DPP PKB, Jazilul Fawaid menambahkan bahwa partainya akan tetap mengupayakan agar sang ketua umum menjadi pimpinan tertinggi MPR meski Partai Golkar berkukuh agar kursi itu dipimpin dari kadernya.
PKB bahkan membuka opsi menggandeng koalisi partai yang dulu berada di barisan pendukung Prabowo Subianto.
"Opsi semua terbuka (termasuk dengan eks koalisi partai pendukung Prabowo). Makanya semua calonnya itu kita nggak tahu. Namanya dari partai-partai yang lain atau kita belum tahu. Yang jelas memunculkan nama Cak Imin oke," tegas Jazilul Fawaid di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (17/7/2019).
Jazilul mengatakan, lima komposisi pimpinan MPR diambil dari unsur empat perwakilan fraksi di DPR dan satu lainnya dari DPD.
Hingga kini, menurut dia, baik dari kubu koalisi pemerintah dan oposisi belum menyodorkan paket nama. Hanya saja, dia menginginkan, adanya kesamaan pandangan dari koalisi pemerintah terkait paket yang diajukan yakni Cak Imin menjadi Ketua MPR.
Golkar Nilai Layak Dapat Kursi Ketua MPR
Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto mengatakan, saat acara buka puasa bersama dengan Partai Golkar yang dihadiri Presiden Jokowi, telah disampaikan soal kursi Ketua MPR diharapkan berasal dari partai berlambang pohon beringin.
"Partai golkar sebagai pemenang kedua berharap bisa mendapatkan Ketua MPR," ucap Airlangga.
Menurutnya itu didasarkan perolehan suara Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 dan kursi di parlemen.
Partai Golkar menempati posisi ketiga hasil suara Pileg 2019 dengan raihan 12,31 persen suara nasional.
"Kan bisa jawab sendiri," ucap Airlangga di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/7/2019).
Ia melanjutkan jika komunikasi telah dibangun untuk memilih paket pimpinan MPR dengan parpol koalisi, termasuk PKB.
Namun, ia kembali menegaskan posisi tawar di parlemen tergantung perolehan kursi.
"Di parlemen kan tergantung kursi," tuturnya.
Airlangga Hartarto juga mengungkapkan sudah melakukan komunikasi guna membahas kursi Ketua MPR periode 2019-2024 dengan partai Koalisi Indonesia Kerja (KIK).
Dirinya mengakui telah melakukan lobi kepada partai koalisi.
"Ya, itu (Ketua MPR) sudah kita bahas dengan berbagai partai. Sudah (lobi-lobi)," ungkapnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (17/7/2019).
Baca: Fakta Istri Perwira Polisi Laporkan Suami usai Temukan 5 Video Mesum, Kronologi hingga Kata Propram
Baca: Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia 2022
Ia mengatakan saat ini partai Koalisi Indonesia Kerja tengah membahas formasi pimpinan MPR yang akan ditetapkan lewat paket.
Menurutnya, formasi pimpinan MPR harus proporsional berdasarkan hasil suara Pemilihan Legislatif 2019.
"Tentu kita lihat kursinya saja. Di parlemen kan posisi berdasar kursi. Kalau di MPR terkait dengan paket, dan tentu paket koalisi pemerintah ini kan terdiri dari beberapa partai. Nah, itu diproporsionalkan di sana saja,"ucapnya.
Dalam UU MD3 Pasal 427C, pimpinan MPR setelah hasil Pemilu 2019 terdiri atas 1 ketua dan 4 wakil. Pimpinan dipilih dari dan oleh anggota MPR dalam satu paket yang bersifat tetap.
Tiap fraksi dan kelompok anggota dapat mengajukan 1 orang bakal calon pimpinan MPR. Kemudian, pimpinan MPR dipilih secara musyawarah untuk mufakat dan ditetapkan dalam rapat paripurna MPR.
Bahkan Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily menilai logis apabila partainya mendapatkan jatah kursi Ketua MPR.
Ia beralasan PDI Perjuangan sebagai pemenang pemilu legislatif sudah mendapatkan kursi Ketua DPR.
"Rasionalisasi politiknya kan jelas kalau PDIP dapat kursi ketua DPR, ya Golkar sebagai pemenang kedua dapat kursi Ketua MPR, kan itu logis saja kan," ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (17/7/2019).
Pimpinan Komisi VIII DPR ini mengakui, ketua umumnya, Airlangga Hartarto sudah mulai menjalin komunikasi dengan presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi serta pimpinan partai koalisi terkait kursi pimpinan MPR.
Ia yakin pertemuan tersebut akan segera menemukan kesepakatan.
Selain itu, Ace menegaskan tidak ada friksi dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang juga menginginkan kursi Ketua MPR.
Hubungan antara PKB dan Golkar masih diakuinya berjalan baik.
"PKB menjadi Cak Imin menjadi wakil ketua MPR pada periode ini yang sekarang saja itu salah satunya kan berkat Partai Golkar yang mendorong terjadinya perubahan MD3 kemarin," pungkas Ace.
Sebelum, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengungkapkan sudah melakukan komunikasi guna membahas kursi Ketua MPR periode 2019-2024 dengan partai Koalisi Indonesia Kerja (KIK).
Dirinya mengakui telah melakukan lobi kepada partai koalisi.
"Ya, itu (Ketua MPR) sudah kita bahas dengan berbagai partai. Sudah (lobi-lobi)," ungkapnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (17/7/2019).
Dalam UU MD3 Pasal 427C, pimpinan MPR setelah hasil Pemilu 2019 terdiri atas 1 ketua dan 4 wakil. Pimpinan dipilih dari dan oleh anggota MPR dalam satu paket yang bersifat tetap.
Tiap fraksi dan kelompok anggota dapat mengajukan 1 orang bakal calon pimpinan MPR. Kemudian, pimpinan MPR dipilih secara musyawarah untuk mufakat.