Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Guru Besar UI: Jangan Sampai Rektor dari Luar Negeri ke Indonesia Karena Tidak Laku di Negaranya

Guru Besar Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menyuarakan kesamaan posisi dan hak antara rektor dari luar negeri dan anak bangsa sendiri.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Guru Besar UI: Jangan Sampai Rektor dari Luar Negeri ke Indonesia Karena Tidak Laku di Negaranya
Warta Kota/henry lopulalan
Hikmahanto Juwana. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menyuarakan kesamaan posisi dan hak antara rektor dari luar negeri dan anak bangsa sendiri.

Hal itu disampaikan Guru Besar Hukum Internasional ini menanggapi rencana Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) akan mendatangkan rektor dari luar negeri untuk memimpin Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia.

"Pada prinsipnya sih boleh saja ya Rektor asing tapi harusnya kan diberikan level playing field yang sama antara asing dengan yang lokal. Jadi jangan asal tunjuk karena itu tidak fair," ujar Hikmahanto Juwana kepada Tribunnews.com, Rabu (31/7/2019).

Penjaringan Rektor pun menurut dia, harus terbuka dan mendapat perlakukan yang sama mulai dari pengiklanan hingga tahap akhir.

Baca: Dua Bersaudara Curanmor Ini Ditembak Polisi, Tak Segan Lukai Korban Yang Melawan

Baca: Joe Taslim Tanggapi Jefri Nichol yang Terjerat Narkoba

Baca: Anak TK di Bandung Tewas Terjepit Gerbang Otomatis di Sekolahnya Saat Lagi Asyik Bermain

Baca: Aksi Koboi di Kuta, Acungkan Senpi dan Tembak Kelompok Pemuda Berujung Pengeroyokan

"Tapi kalau Rektor asing langsung ditunjuk ya tidak fair," tegas Hikmahanto Juwana.

Belum lagi di banyak Anggaran Rumah Tangga Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum ditentukan bahwa Rektor harus berkewarganegaraan Indonesia.

BERITA REKOMENDASI

Sementara kalau PTN Satker atau BLU harus hati-hati karena siapapun Rektor harus memenuhi syarat kepangkatan sebagaimana layaknya Aparatur Sipil Negara (ASN).

Selain itu juga jangan sampai karena Rektor tersebut dari luar negeri, perlakuan penggajian menjadi berbeda.

"Kalau demikian berarti nuansa penjajahan dihidupkan kembali. Apakah tepat kalau Rektor asing makanannya berbeda dengan Rektor asal Indonesia? Kan sama saja," ucap Hikmahanto Juwana.

Dia juga mengingatkan jangan ada perasaan bahwa yang dari luar negeri pasti bagus.

"Jangan-jangan rektor yang dari luar negeri itu mau masuk ke Indonesia karena mereka tidak laku di negaranya Atau tenaganya sudah habis dicurahkan di tempat sebelumnya," jelasnya.

Lebih jauh ia berharap Rektor asal Indonesia itu diberi tupoksi yang sama dengan rektor luar negeri.

Karena dia mengisahkan yang dialaminya sendiri ketika mau menjadi rektor sudah repot.

Karena harus kenal sana dan sini.

"Lihat kasus yang baru-baru ini terjadi, Rektor UIN yang harus berhubungan dengan parpol tertentu. Belum lagi ada calon rektor didekati staf khusus Menteri," katanya mencontohkan.

"Nuansa politiknya sangat kental. Nah kalau Rektor asing kalau asal tunjuk kan enak," lanjut dia.

Baca: Penegak Hukum Harus Dilibatkan Tindak Peredaran dan Penjualan Sim Card Zain

Baca: Kata Pengamat Soal Anak Maruf Amin dan Istri Sandiaga Uno Dijagokan Maju Pilkada Tangsel

Di dalam kampus, Rektor asal Indonesia, lanjut dia, tidak hanya berurusan dengan suasana akademik.

Tapi mereka harus hadir pada event-event kementerian, event-event nasional yang pasti keberadaanya hanya untuk mengeksiskan Universitas yang diwakilinya.

"Mungkin kalau rektor asal luar negeri, mereka bisa cuek dan tidak menghadirinya," paparnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, kalau lah ada rektor asal luar negeri, maka dua tahun pertama mereka akan berhadapan dengan resistensi para dosen, tenaga akademik dan mahasiswa.

"Artinya dalam 2 tahun pertama akan mengalami setback," jelasnya.

Kalaulah ada dari luar negeri, imbuh dia, seharusnya Rektor tersebut dari Universitas yang masih muda usianya.

Sehingga bisa kelihatan signifikansi keberadaan rektor tersebut.

"Saya ingin tahu apakah rektor asal Luar negeri yang bergaji tinggi bisa membuat universitas yang muda langsung masuk peringkat dunia," kata dia.

Dia ingin tahu juga apakah dengan dana yang terbatas, apakah bisa mereka mengangkat peringkat universitas.

"Bahkan saya mau tahu dengan minimnya koleksi di perpustakaan dan ketiadaan fasilitas laboratorium bisa menaikkan perangkat Universitas?" tegasnya.

Terkahir, dia memberikan catatan penting, kalaupun ada Rektor asal luar negeri, maka calon rektor tersebut harus pernah memimpin universitas yang masuk dalam 10 besar di dunia.

"Jangan sekedar hidung mancung dan ras tertentu yang dijadikan. Intinya track record harus jelas," tegasnya.

Wacana Menristekdikti

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir akan melakukan pemilihan secara khusus dalam mencari rektor luar negeri untuk memimpin Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

Menurutnya, saat ini tim Kemenristekdikti saat ini sedang membahas kriteria apa yang diperlukan dari pemerintah, agar PTN yang dipimpin rektor asal luar negeri mampu mencapai 100 besar dunia.

“Saya sudah laporkan kepada Bapak Presiden dalam hal ini wacana untuk merekrut rektor asing ini, yang punya reputasi. Kalau yang tidak punya reputasi, jangan. Tidak mesti orang asing itu baik, belum tentu. Nanti kita cari,” kata Nasir yang dikutip dalam laman seskab.go.id, Jakarta, Rabu (31/7/2019).

Ia menjelaskan, praktik rektor asing memimpin perguruan tinggi negeri atau perguruan tinggi publik di suatu negara lumrah dilakukan di luar negeri, terutama di negara-negara Eropa, bahkan Singapura juga melakukan hal yang sama.

Baca: Pansel KPK: Isu Pelaporan LHKPN Diembuskan Pihak Tertentu

Nasir pun mencontohkan, Nanyang Technological University (NTU) yang baru didirikan pada 1981, namun saat ini sudah masuk 50 besar dunia dalam waktu 38 tahun.

“NTU itu berdiri tahun 1981. Mereka di dalam pengembangan ternyata mereka mengundang rektor dari Amerika dan dosen-dosen beberapa besar. Mereka dari berdiri belum dikenal, sekarang bisa masuk 50 besar dunia,” papar Nasir.

Menurutnya, dengan merekrut rektor luar negeri dan dosen luar negeri, diharapkan ranking perguruan tinggi Indonesia dapat meningkat serta berkualitas dunia.

Dirinya melihat banyaknya masyarakat Indonesia yang harus pergi ke luar negeri untuk bersekolah, termasuk NTU agar mendapatkan pendidikan tinggi terbaik.

“Karena rektor asing dan kolaborasinya yang ada di Singapura, (NTU) bisa mendatangkan mahasiswa dari Amerika, Eropa, bahkan Indonesia ke sana,” ungkap Nasir.

Salah satu aspek yang sering dibahas saat mengundang rektor luar negeri, kata Nasir, adalah gaji rektor asing tersebut yang diperkirakan akan memberatkan anggaran PTN yang dipimpinnya.

Baca: Tahun Depan Pemerintah Ajak Rektor Luar Negeri Pimpin PTN

“Saya harus bicara dengan Menteri Keuangan juga, bagaimana kalau rektor dari luar negeri, kita datangkan ke Indonesia. Berapa gaji yang harus dia terima? Berapa komparasi negara-negara lain? Bagaimana bisa dilakukan, tetapi tidak mengganggu stabilitas keuangan di perguruan tinggi,” paparnya.

Diketahui, pemerintah menargetkan pada 2020 sudah ada perguruan tinggi yang dipimpin rektor terbaik dari luar negeri dan pada 2024 jumlahnya ditargetkan meningkat menjadi lima PTN.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas