Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Perlu Larangan Mantan Koruptor Dicalonkan Parpol di Pilkada 2020

Sayangnya, dia menilai, selama ini parpol malah belum menunjukan kontribusinya signifikannya dalam memberantas korupsi.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Perlu Larangan Mantan Koruptor Dicalonkan Parpol di Pilkada 2020
Warta Kota/Henry Lopulalan
Koordinator Bidang Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho (tengah) didampingi aktivis ICW Tama Satrya Langkun (kanan) dan peneliti Indonesia Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal (kiri) yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil berbicara dalam konperensi pers di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (14/7/2013). Koalisi tersebut mendesak kepada Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengabaikan permintaan para koruptor besama pendukungnya terkait pencabutan PP 99/2012 dan akan melakukan perlawanan balik dengan mengajukan judicial review di Mahkamah Konstitusi. (Warta Kota/Henry Lopulalan) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Peneliti Indonesia Legal Roundtable (ILR), Erwin Natosmal Oemar mendukung wacana larangan partai politik mencalonkan mantan narapidana kasus korupsi maju dalam pilkada 2020.

Karena menurut pegiat antikorupsi ini, pemberantasan korupsi bukan hanya tugas dan tanggung jawab dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saja.

"Pemberantasan korupsi tidak hanya tugas KPK. Tapi juga tanggung jawab semua pihak, termasuk partai politik," ujar Erwin Natosmal kepada Tribunnews.com, Kamis (1/8/2019).

Sayangnya, dia menilai, selama ini parpol malah belum menunjukan kontribusinya signifikannya dalam memberantas korupsi.

Baca: PDIP Dukung Jaksa Agung Diisi Non-Parpol

Kasus tertangkap dan penetapan tersangka kasus suap Bupati Kudus Muhammad Tamzil yang kedua kalinya menjadi pelajaran berharga.

Meskipun memang belum ada bukti empirik bahwa tidak mengusung calon dari mantan koruptor akan menjamin tidak ada korupsi di daerah.

"Meski demikian, jika logikanya dibalik, bahwa mengusung kembali calon dari mantan koruptor sebagai pejabat publik, ada bukti empiriknya bahwa potensi penyalahgunaan kekuasaan pasti ada," jelasnya.

Berita Rekomendasi

Komisi II Tunggu Sikap Resmi KPU

Wakil Ketua Komisi II Herman Khaeron mengatakan bahwa wacana larangan eks Koruptor ikut dalam Pilkada diserahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Menurutnya nanti KPU yang akan merumuskan larangan tersebut.

"Mungkin bisa dimasukkan (KPU) sebagai syarat bakal calon. Itu sifatnya lebih individual. Karena kalau tidak diusulkan partai bisa independen. Artinya peraturan harus ada di KPU," ujar Herman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, (8/1/2019).

Baca: Anies Baswedan Sebut Serangan Soal Sampah untuk Gubernur Sebelumnya, Bestari Barus : Terlalu Baper

Menurut Herman, undang-undang nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada memang tidak menyebutkan adanya larangan terhadap eks koruptor ikut dalam Pemilu. Hanya saja bila ada desakan dari masyarakat maka larangan tersebut bisa dicantumkan KPU melalu PKPU.

"Silakan PKPU seperti apa sampai akhirnya nanti dikonsultasikan ke Komisi II, dan tentu ini nanti akan kami bahas. Sekarang saya belum bisa katakan iya atau tidak karena masih perlu didiskusikan," katanya.

Yang pasti menurut Herman PKPU tersebut tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang. Sehingga, PKPU kemudian tidak digugurkan pengadilan.

"Jadi, kita lihat saja nanti seperti apa KPU dengan dasarnya (membuat aturan). Kan KPU belum menetapkan sikap atas itu, sehingga kalau KPU belum menetapkan sikap, tentu kami juga tunggu sikap KPU seperti apa," katanya.

Sebelumnya KPU sepakat dengan usulan KPK agar eks Koruptor dilarang ikut Pilkada. Untuk diketahui, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan meminta agar partai politik tidak lagi mengusung sosok yang menyandang status mantan napi korupsi kembali maju perhelatan pesta demokrasi.

Baca: Kabareskrim dan Dirtipidum Jadi Penanggung Jawab dan Ketua Tim Teknis Kasus Novel Baswedan

Usulan KPK ini berkaca dari penetapan tersangka kasus suap Bupati Kudus Muhammad Tamzil yang kedua kalinya.

Tamzil sebelumnya pernah divonis bersalah dalam kasus korupsi dana bantuan saran dan prasarana pendidikan Kabupaten Kudus untuk tahun anggaran 2004 yang ditangani Kejaksaan Negeri Kudus, ketika menjabat periode 2003-2008

Setelahnya, dirinya diusung kembali maju ke pemilihan kepala daerah Kudus. Tamzil kembali menjabat sebagai Bupati Kudus.

Belakangan, Tamzil lagi-lagi terjerat kasus gratifikasi. Ia ditetapkan KPK sebagai tersangka terkait pengisian perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kudus tahun 2019.

"Dengan terjadinya peristiwa ini, KPK kembali mengingatkan agar pada Pilkada Tahun 2020 mendatang, partai politik tidak lagi mengusung calon kepala daerah dengan rekam jejak yang buruk," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (27/7/2019) kemarin.

"Kasus ini juga sekaligus menjadi pelajaran bagi parpol dan masyarakat bahwa penting untuk menelusuri rekam jejak calon kepala daerah. Jangan pernah lagi memberikan kesempatan kepada koruptor untuk dipilih," tambah Basaria.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Terkini
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas