Peran 4 Tersangka Baru Kasus Korupsi e-KTP
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap peran empat tersangka baru dalam kasus korupsi e-KTP.
Editor: Pravitri Retno W
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap peran empat tersangka baru dalam kasus korupsi e-KTP.
JAKARTA, TRIBUNNEWS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang mengungkap peran empat tersangka baru kasus korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik atau e-KTP.
Empat tersangka baru itu adalah mantan anggota DPR Miryam S Hariyani; Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya. Kemudian, Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik Husni Fahmi; dan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Thanos.
Berikut peran mereka:
Baca: Wakil Ketua KPK Ungkap Cara Hidup Agar Terhindar dari Korupsi
Baca: KPK Ungkap Kode Uang Jajan Miryam S Haryani dalam Pengembangan Kasus Korupsi e-KTP
Baca: KPK Berencana Tetapkan Tersangka Baru Korupsi e-KTP Sore Nanti
1. Miryam S Hariyani
Saut memaparkan, pada Mei 2011, setelah Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi II DPR dan Kementerian Dalam Negeri, Miryam S Haryani meminta 100.000 dollar Amerika Serikat (AS) kepada Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil saat itu, Irman.
"Permintaan itu disanggupi dan penyerahan uang dilakukan di sebuah SPBU di Pancoran, Jakarta Selatan, melalui perwakilan MSH (Miryam)," kata Saut dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (13/8/2019).
Menurut Saut, Miryam juga meminta uang dengan kode "uang jajan" kepada Irman.
Permintaan itu mengatasnamakan rekan-rekannya di Komisi II yang akan reses.
"Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, MSH diduga diperkaya 1,2 juta dollar AS terkait proyek e-KTP ini," kata Saut.
Pada Februari 2011, setelah ada kepastian akan dibentuk konsorsium, Isnu bersama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong menemui Irman dan pejabat Kemendagri lainnya saat itu, Sugiharto.
Saut mengatakan, mereka ingin bisa dimenangkan dalam proyek itu.
Irman saat itu menyetujuinya dengan syarat ada pemberian uang ke sejumlah anggota DPR.